Kuliner Peranakan di Kampoeng Tempo Doeloe (dokpri)
Kalian di sini tentunya sudah tidak asing dengan masakan mie. Makanan yang ada hampir di setiap daerah ini sebenarnya tergolong kuliner peranakan yang cita rasanya telah menyesuaikan diri dengan lidah lokal dimana kemudian menjadi masakan baru dan khas daerah tersebut. Ada beragam mie nusantara yang lezat seperti mie kocok, mie celor, mie cakalang, mie Aceh, dan sebagainya. Bagi yang penasaran mencicipi aneka mie tersebut, yuk sekalian berkenalan dengan aneka kuliner peranakan dan kuliner tradisional lainnya di Kampoeng Tempo Doeloe.
Kampoeng Tempo Doeloe (KTD) merupakan bagian dari rangkaian acara Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2016 yang dihelat di Mal Kelapa Gading. Tahun ini KTD yang diadakan di La Piazza dan area parkir La Piazza ini mengangkat tema Aneka Mie Nusantara. Oleh karena mie merupakan makanan yang mudah dijumpai dan merupakan kuliner peranakan yang telah menjadi ikon di tiap daerah. Selain mie, para pengunjung dapat menikmati keragaman kuliner peranakan lainnya yang sebagian besar menjadi ikon kuliner tradisional dengan nuansa Pecinan masa lampau.
Apa sebenarnya yang dimaksud kuliner peranakan? Masakan peranakan merupakan istilah yang merujuk pada masakan perpaduan dari Tionghoa dan Melayu. Hasil perpaduan tersebut menghasilkan kuliner yang unik dan memiliki identitas baru. Di Indonesia masakan peranakan yang umum dijumpai di antaranya mie, soto, lunpia, rujak juhi, dan nasi goreng babat.
Pada Kampoeng Tempo Doeloe kuliner peranakan di antaranya aneka mie nusantara, nasi goreng babat, lontong cap gomeh Bang Ugi, Soto Mie Theresia, rujak juhi & asinan betawi Pak Tata, laksa Sari, cakue & kue bantal medan Eko Yap,siomay Bandung 21, bebek hainan dari Bebek Sedap Wangi, kuotie Gang Gloria, wedang ronde Gardujati, kue ape dan aneka bakso. Harga masakan ini di KTD berkisar dari Rp 6 ribu – 45 ribu.
Menu kuliner peranakan cukup beragam karena sebagian kuliner tradisional nusantara memang dipengaruhi oleh para pendatang, termasuk imigran Tionghoa yang menikah dengan warga lokal. Pengaruh ini dapat dilihat dari cara memasak dan bumbu yang digunakan.
Tidak perlu berlama-lama, yuk mulai jelajah rasa. Kali ini saya ingin mencobai rujak juhi. Rujak juhi dikenal sebagai masakan tradisional Betawi yang sejatinya termasuk kuliner peranakan. Masakan ini seperti perpaduan gado-gado dengan tambahan atribut mie dan juhi yang memiliki rasa khas.
Juhi itu sotong yang menjadi bahan khas dalam rujak ini. Sotong ini dikeringkan dan kemudian disuwir-suwir. Perpaduan juhi di dalam rujak yang terdiri atas mie kuning, kentang, mentimun, daun selada, emping goreng dengan bumbu kacang ini menghasilkan rasa yang khas dan unik. Menurut saya rasa rujak juhi ini segar berkat adanya sayuran sekaligus gurih berkat sumbangan juhi. Sepiring juhi ini dapat dinikmati dengan harga Rp 24 ribu.
Mba Indri, public relation MKG memesan nasi ulam Misjaya untuk disantap rame-rame oleh Kompasianer Penggila Kuliner (KPK). Masakan khas Betawi ini merupakan nasi yang dihidangkan dengan serundeng, mentimun, bihun goreng, kemangi, kerupuk merah, melinjo, telur dadar, dan kacang tumbuk serta semur kentang. Rasanya gurih dan mengenyangkan.
Arum, Tamita, dan mba Anna mencicipi aneka mie nusantara yang menjadi menu andalan di festival ini. Mereka memesan mie cakalang RM Palem, mie Aceh Seulawah, dan mie Jowo Semar yang masing-masing merupakan masakan khas Manado, Aceh, dan Jawa. Mie cakalang unik berkat ikan cakalang yang gurih. Ikan cakalang dan irisan daun bawang ini ditaburkan ke mie goreng. Tak lupa sambal rica yang pedas dan jeruk nipis menemani.
Sedangkan mie Aceh lebih berempah dengan sentuhan rasa kari karena terpengaruh dengan budaya India. Mie Aceh ini juga disajikan bersama emping, mentimun, dan bawang merah.
Sementara mie Jowo disajikan berkuah dengan tambahan acar mentimun dan wortel juga sawi dan taburan bawang merah goreng. Mie Jowo ini memiliki cita rasa gurih-manis-segar dimana cocok disantap saat cuaca hujan.
Bang Rahab tak mau kalah memesan bebek hainan yang merupakan nasi dengan irisan bebek, irisan telur rebus, mentimun dan kuah kaldu. Kompasianer lainnya memesan laksa dengan kuah berwarna jingga yang membangkitkan selera.
Selain kuliner peranakan, di Kampoeng Tempo Doeloe juga disajikan kuliner tradisional ataupun kuliner populer dari daerah seperti nasi kucing, nasi uduk, es dawet ireng Purworejo, kue pukis telur kampung dan serabi solo notosuman. Kue pukisnya enak, gurih dan harum dengan bahan tepung beras dan telur kampung. Perbuahnya bisa didapatkan dengan harga Rp 7-8 ribu.Â
Sedangkan nasi kucingnya seperti namanya berbentuk mungil dan disajikan dengan daun pisang. Di dalamnya hanya ada nasi dengan porsi kecil, sambal, dan sejumput ikan bandeng. Rasanya sih enak, pedas dan gurih. Per buahnya hanya Rp 6 ribu.
Pada acara KPK Gerebek ke-23 di La Piazza ini suasana berlangsung meriah karena ada Putri yang berulang tahun dan dirayakan dengan kue tart hasil karya Jun. Selain itu setelah matahari terbenam, hujan deras tiba-tiba mengguyur. Hujan ini membuat suasana kampung Pecinan menjadi lebih dramatis.
Bagi yang ingin berkelana rasa kuliner tradisional dan kuliner peranakan buruan ke Kampoeng Tempo Doeloe sebelum acaranya berakhir. Acara kuliner ini dihelat hingga 22 Mei dengan jam operasional yang berbeda. Untuk Senin-Kamis bisa dinikmati dari pukul 16.00-22.00, hari Jumat pukul 16.00-23.00,hari Sabtu pukul 11.00-23.00 dan Minggu mulai pukul 11.00-22.00.
Selain bisa mencicipi aneka kuliner pengunjung akan dapat menikmati suguhan tarian barongsai, tari lampion, musik tradisional Tiongkok, tari kontemporer Samba Sunda, pertunjukan angklung dan sasando, serta masih banyak lainnya. Di sini juga sedang diadakan Wine & Cheese Expo yang melibatkan berbagai negara, Jakarta Fashion Festival dan Gading Nite Carnival.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H