Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Wah Ternyata Saya Main Emosi di Saham

9 Oktober 2015   20:01 Diperbarui: 9 Oktober 2015   20:07 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saham itu memang tidak stabil. Beberapa saham saya mulai turun tak terkendali. Saya mencoba bersikap tenang sambil berpikiran positif, pasar akan kembali normal, IHSG akan kembali naik. Tapi dugaan saya salah, beberapa saham terus menurun. Saya terus berdoa dan berharap terjadi pantulan dan arah berbalik. Tidak terjadi. Menurut Ellen May sikap saya seperti itu salah besar karena menurutkan emosi. Pemain saham harus realistis dan siap membatasi kerugian. 

Saat akhirnya saya putuskan untuk melepasnya sudah terlambat. Saya rugi meskipun jika dikalkulasi masih untung dari jual beli saham beberapa waktu sebelumnya. Oleh karena saat itu pasar masih lesu, akhirnya saya alihkan ke reksadana pasar uang.

Saat kemudian saya diundang untuk mengikuti pelatihan saham kelas menengah, saya lebih banyak belajar tentang rumor, dana asing yang keluar masuk, dan sebagainya. Rumor ternyata besar pengaruhnya pada nilai saham baik rumor politik maupun rumor di perusahaan.

Saat itu saya merasa gundah. Alih-alih ingin tetap menggeluti saham, saya merasa kadang saham tidak obyektif menilai performa suatu perusahaan. Ada perusahaan yang berperforma baik tapi sahamnya dihargai terlalu murah dan perkembangan sahamnya sangat pelan. Ada juga saham yang overprice jika melihat perusahaannya. Entah kenapa saya waktu itu jadi menyetujui pandangan pasangan jika dunia saham itu seolah semu.

Saya melihat beberapa peserta pelatihan. Di antara mereka perhatian tertuju pada layar yang tak henti-hentinya memajang daftar saham dan harga. Ada yang merah dan ada yang hijau. Saya melihat emosi mereka, ada yang marah melihat perusahaan tempat ia menaruh saham berwarna merah. Seperti saya waktu itu. Saya tak bisa bayangkan seorang kawan yang kehilangan uangnya sangat besar di dunia saham. Apakah ia tidak merasa tertekan dan sangat marah melihat dana yang dikumpulkannya bertahun-tahun lenyap di pasar saham seolah-olah berjudi? Memang benar saham itu perlu kecerdasan emosi bukan hanya berstrategi. Dan emosi mereka diuji saat pasar lesu seperti kondisi saat ini.

Rupanya mengelola emosi dengan dana besar itu sulit. Apalagi di pasar saham. Meskipun banyak pihak yang terus menyarankan untuk menginvestasikan dana di bursa saham namun harus saya akui risikonya besar dan kurang cocok untuk saya yang masih main emosi. Saya main aman dulu saja di reksadana.

Nah, saran saya bagi mereka yang ingin terjun di bidang saham. Pelajari pengetahuannya dengan baik. Lalu kelolalah emosi, sehingga bisa jadi pemain saham yang cerdas bukan seperti pemain judi.

[caption caption="Smart Traders not Gamblers Karya Ellen May"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun