Ada dua mode transportasi yang umum dilakukan penduduk pulau Jawa ke Bali. Mode transportasi udara yang praktis dan cepat serta mode transportasi laut dengan menggunakan kapal ferry yang dikelola ASDP. Jika biasanya saya menggunakan pesawat,kali ini saya ingin mencicipi pengalaman yang ditawarkan oleh ferry. Ternyata naik ferry cukup seru dan sepanjang perjalanan mata kita dihibur oleh pemandangan cantik pulau dan laut yang biru. Jika Anda hanya punya waktu sehari di Bali, mode transportasi laut ini masih bisa diandalkan asal Anda cerdik dan disiplin mengatur waktu. Penumpang kapal ferry umumnya terbagi tiga. Ada kategori penumpang yang haus dengan pengalaman baru dan mencobai segala mode transportasi. Ada juga kalangan penumpang yang rumahnya tidak jauh dari pelabuhan Ketapang, Banyuwangi maupun pelabuhan Gilimanuk, Bali. Sedangkan kategori terakhir adalah mereka yang ingin berhemat dan yang berkantong tipis. Saya termasuk yang kategori ketiga. Ketika ada urusan penting di Bali sementara anggaran sangat ketat, mau tidak mau saya pun harus putar otak untuk mencari rute yang cukup terjangkau, meski tidak praktis.
Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk buka 24 jam. Pelabuhan ini dikelola profesional sehingga nampak bersih dan rapi. Dari Stasiun kereta api Banyuwangi menuju pelabuhan ini sangat mudah, tinggal berjalan kaki sekitar 10-15 menit. Angkutan umum pun juga banyak tersedia. Karena pelabuhannya sangat sibuk. Hampir tiap jam bahkan kurang, kapal laut siap mengantar para penumpang. Tiket ferry bagi penumpang perorangan waktu itu sebesar Rp 6500,-. Harga tiket ini akan bertambah jika Anda membawa motor atau roda empat. Waktu itu saya ada keperluan pada siang hingga sore hari. Karena anggaran saya 'cekak' saya pun memutuskan untuk balik ke Banyuwangi hari itu juga. Ketika melihat ferry yang akan saya tumpangi, saya terkagum-kagum dengan penampilannya yang cantik dan berkesan rapi. Ada juga beberapa sudut kursi berbusa empuk. Deknya ada tiga tingkat. Di tingkat kedua dan ketiga, penumpang bisa melihat riak-riak air laut yang pecah dan bergelombang. Di sini disediakan kursi-kursi dimana kita bisa duduk nyaman menikmati perjalanan. Waktu itu ada banyak turis asing yang memilih duduk di dek tingkat kedua dan ketiga.
Dari dek
outdoor ini saya bisa me
lihat daratan Bali sementara daratan pulau Jawa berangsur-angsur menjauh. Sepanjang perjalanan, kami juga berpapasan dengan kapal pengangkut barang dan kapal berpenumpang lainnya. Perjalanan ini hanya memakan waktu sekitar 30-45 menit karena Selat Bali tidak terlalu lebar. Tapi gelombang laut di sini cukup lumayan sehingga ada beberapa penumpang yang kemudian memilih turun di dek terbawah.
Pemeriksaan KTP Setelah tiba di pelabuhan, saya agak kecewa dengan penampilan Pelabuhan Gilimanuk. Ok ada gerbang selamat datang khas Bali. Tapi kok begitu saja ya, rasanya kurang 'wah' untuk pelabuhan ferry dimana penggunanya adalah kalangan wisatawan internasional. Terasa agak hambar. Karena saya sudah naik bus sebelum menumpang ferry maka saya tidak perlu bersusah payah mencari angkutan umum menuju pusat kota. Di sini ada bus tigaperempat dengan tarif sekitar Rp 30 ribu. Tapi mereka ngetem mencari penumpang hingga bus penuh. Sehingga, akan menyulitkan bagi mereka yang ingin bergegas ke pusat kota. Padahal perjalanan ke Denpasar bisa memakan waktu 3-4 jam. Nah, Anda bisa memprediksikan waktu perjalanan Anda dari Banyuwangi hingga ke pusat kota. Saya telah memberikan rentang waktu sekitar 4-5 jam dari pelabuhan Ketapang hingga ke Denpasar.
Ketika hendak keluar dari pelabuhan, awak bus mengingatkan penumpang untuk menyiapkan kartu tanda penduduk karena ada pemeriksaan. Kuatir dengan adanya penyusupan oleh para teroris, pemda Bali menyiagakan polisi untuk memeriksa para penumpang. Mereka hanya mau memeriksa dengan KTP, tidak dengan identitas lainnya seperti SIM dan STNK. Ada dua penumpang yang bersikeras untuk turun dari bus meski tidak membawa KTP. Waktu itu awak bus memberikan nasihat agar mereka bersembunyi di dalam bus karena jika ketahuan tidak membawa, mereka akan disuruh balik. Tapi benarkah sanksi tersebut sekeras itu? Ehem, seperti urusan birokrasi lainnya, urusan inipun bisa ditangani dengan duit. Kata awak bus, jika mereka ketahuan di atas bus, biasanya mereka cukup membayar hingga Rp 50 ribu. Sedangkan jika mereka ketahuan tidak membawa KTP di pos pemeriksaan, mereka harus berdamai hingga 150-200 ribu. Wah..wah..wah sayang banget. Padahal mereka naik ferry kan tujuannya berhemat.
Kembali ke Banyuwangi
Rupanya jadwal saya ke Bali dikacaukan dengan kondisi Bali yang tengah ramai dengan perhelatan internasional. Jalanan yang tidak terlalu lebar, penuh dengan kendaraan, dan berkelak-kelok membuat bus tidak gesit sehingga jadwal saya pun molor. Pemandangan dari Bali bagian barat menuju Denpasar adalah sawah-sawah yang padinya baru ditanam. Awalnya saya antusias dengan pemandangan ini. Namun, karena lamanya waktu di jalan dan tidak adanya rekan untuk mengobrol, saya pun merasa bosan. Jalanan Bali saat itu sangat padat dan matahari cukup terik. Bus saya rupanya turun ke Terminal
Mengwi, bukan di
Ubung, sehingga saya harus naik angkutan umum lagi. Terminal Mengwi-nya bagus, namun nampak sepi dan sopir angkutan umum menuju Ubung sangat kasar. Karena tidak ada angkutan lain selain taksi, mereka mengenakan tarif seenaiknya, yaitu Rp 10 ribu ke penumpang. Dan penumpang pun dijejalkan, sangat tidak manusiawi. Perjalanan dari Mengwi ke Ubung berkisar 15-20 menit. Setelah acara selesai, saya bergegas ke terminal Ubung dan naik bus tigaperempat menuju pelabuhan. Busnya menggunakan AC dan penumpangnya sangat penuh hingga beberapa di antaranya berdiri. Kata penumpang di sebelah saya, bus ini hanya tersedia hingga sekitar pukul 18.00. Di atas jam tersebut, bus ini sangat jarang. Saya kembali melewati jalan yang sama. Namun karena bus ini bukan bus patas melainkan ekonomi, maka berkali-kali bus ini menaikturunkan penumpang. Wah, saya perkirakan baru pukul 22.00 saya tiba di pelabuhan. Jalanan saat itu mulai sepi dan banyak jalan yang tidak memliki penerang. Alhasil, jalanan sangat gelap dan membuat saya agak was-was. Untunglah penumpang hingga pelabuhan masih banyak dan kami pun turun di pelabuhan sekitar pukul 21.30. Lebih cepat dari dugaan saya.
Jika pada saat berangkat saya duduk di dek atas, kali ini saya memilih di dek bawah. Tempat duduknya nyaman dan ada teve. Di sini juga banyak penjual mie rebus, minuman, hingga buku yang dijual rata-rata Rp 10 ribuan. Sayang kamar mandinya saat malam hari sudah kotor. Ya, akhirnya 30 menit kemudian saya kembali berada di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Setelah hampir 10 jam saya melewatkan waktu saya di perjalanan. Total biaya yang saya keluarkan adalah sekitar 100 ribu. Sebenarnya bisa lebih murah menjadi Rp 73 ribu jika saat berangkat saya menggunakan bus tigaperempat. Nah, bagi Anda yang berkantong tipis atau memiliki waktu yang cukup fleksibel, Anda bisa memanfaatkan mode transportasi ferry. Murah namun tidak praktis jika menuju Denpasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya