Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beasiswa dan Bantuan Pendidikan untuk Pelajar Kurang Beruntung #AksiBarengLazismu

18 November 2014   01:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:34 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_376056" align="aligncenter" width="400" caption="Blog Ikamida dengan Program Beasiswa"][/caption]

Bertemu dengan teman-teman masa sekolah memang menyenangkan. Banyak kenangan yang terjadi pada masa sekolah, meski tidak semuanya berkesan baik. Dari pertemuan dengan teman-teman sekolah itulah maka kemudian terbentuk acara reuni dan ikatan alumni. Namun benarkah ikatan alumni atau acara reuni itu hanya sekedar ajang mengenang masa-masa remaja di sekolah? Atau bisakah memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar?

Ada satu rekan kami yang gelisah. Mungkin bukan hanya ia yang mengalami kegelisahan itu, namun ia, sebut saja Adi, yang menyuarakan kegelisahan dan gagasannya tersebut. Ia merasa ikatan alumni bukan sekedar ajang nostalgia, namun bisa menjadi ajang berkontribusi untuk negara, meskipun masih dalam ruang lingkup kecil yaitu sekolah. Pemberian beasiswa dari para alumni ke para pelajar yang kurang beruntung atau acara-acara lainnya yang bersifat edukatif tentu akan memberikan manfaat besar bagi sekolah dan para muridnya.

Ada hal-hal yang membuat kami ragu. Benarkah para pelajar masih memerlukan bantuan pendidikan? Bukankah pendidikan di sekolah negeri dikumandangkan gratis dan tanpa biaya? Keraguan ini dijawab setelah kami berkonsultasi dengan guru kami yang rupanya masih aktif mengajar hingga kini. Meskipun sekolah menerima dana BOS, ada banyak beban operasional sekolah, sehingga tidak dapat hanya mengandalkan dana BOS. Alhasil sekolah pun ‘terpaksa’ memungut SPP bulanan yang besarnya mencapai Rp 200 ribu.

Nominal Rp 200 ribu mungkin biasa bagi sekolah-sekolah swasta di Jabodetabek. Keponakan saya yang masih duduk di bangku TK juga dipungut SPP hampir Rp 200 ribu per bulannya. Namun, nilai Rp 200 ribu menjadi cukup besar di kota kami yang tergolong kota kecil, apalagi bagi pelajar yang berasal dari keluarga yang setiap harinya berupaya sangat keras untuk hidup dari hari ke hari.

Ada banyak cerita jika ada pelajar yang tidak bisa meneruskan sekolah karena terhambat biaya pendidikan. Dan pihak sekolah kami rupanya jika tidak tega jika salah satu muridnya putus sekolah karena permasalahan biaya. Alhasil setiap Jumat, para siswa lainnya dengan sukarela menyisihkan uang saku mereka untuk membantu rekan-rekannya yang kurang beruntung. Jumlah murid yang kurang beruntung ini tidak sedikit, ada sekitar 20% atau seperlima dari total murid di sekolah.

Mendengar cerita tersebut dari pihak sekolah rasanya membuat kami sedih. Rasanya tidak tega melihat adik-adik kami kesulitan dalam membiayai sekolahnya, namun di satu sisi juga kagum akan semangat dan kepedulian dari teman-temannya yang bersedia menyisihkan uang saku mereka. Rasanya semboyan sekolah kami, mitreka satata, yang berarti teman satu sederajat tanpa membedakan kelas sosial, berhasil menumbuhkan jiwa kepedulian bagi murid-muridnya.

Akhirnya kami menggagas program beasiswa yang kami beri nama BEST atau Beasiswa Mitreka Satata. Program ini masih baru dirilis awal November ini dan masih berupa pengumpulan dana. Rencananya setelah dana terkumpul cukup banyak maka kami akan segera kucurkan dalam bentuk program beasiswa pada tahap pertama serta bantuan pendidikan dan program edukatif lainya dalam tahap berikutnya.

Saat ini gagasan program beasiswa ini baru kami tapaki setahap demi setahap, mengingat rekan-rekan yang menjadi pengurus saat ini tinggal menyebar di berbagai kota. Setelah mendengar curhat dari wakil kepala sekolah dan bagian kesiswaan, kami mematangkan konsep gagasan kami dan kemudian mulai membangun kanal-kanal untuk informasi ke teman-teman alumni lainnya, seperti twitter (@ikamida2000) dan blog (ikamida.wordpress.com).

Kami mulai program penggalangan dana beasiswa dan bantuan sekolah ini ke alumni angkatan kami, yaitu angkatan lulusan tahun 2000. Sehingga, ikatan alumni ini kami sebut Ikamida yang merupakan singkatan dari Ikatan Mitreka Satata Muda.

Kata ‘muda’ bukan sekedar menunjukkan usia, namun juga merujuk pada istilah muda yang identik dengan semangat, antusiasme, dan kreativitas. Kami ingin organisasi ini memiliki semangat untuk berbagi meskipun masih dalam ruang lingkup kecil yaitu sekolah yang membesarkan kami. Sekaligus juga kreatif dalam membuat acara-acara yang mampu mengembangkan bakat dan minat para pelajar.

Kami mulai dari nominal kecil agar tidak memberatkan para alumni. Kami berharap rekan alumni lainnya bersedia menyisihkan Rp 10 ribu per bulannya untuk membantu menyukseskan program pendidikan ini. Nominal Rp 10 ribu memang tidak besar, akan tetapi bila ada banyak tangan yang memberi dan konsisten per bulannya maka dalam waktu 6-7 bulan kemudian maka nilai tersebut bisa berlipat-lipat sehingga cukup untuk membiayai sekolah adik-adik kami dalam wujud SPP per bulannya mulai tahun ajaran baru 2015/2016. Seandainya mendapat bantuan dana dari aksibarenglazismu kami bisa memulai lebih awal, yaitu semester genap mendatang.

Selain dalam wujud pemberian beasiswa bagi para pelajar yang kurang beruntung, kami juga berencana untuk mengadakan acara bernuansa edukatif. Program edukatif itu seperti lomba menulis artikel, gagasan, atau lomba resensi untuk menumbuhkan semangat dan hobi menulis juga membaca di kalangan siswa. Ada pula lomba membuat komik dan workshop komik untuk menyemarakkan kebangkitan komik lokal di dunia perbukuan nasional. Kami juga berencana menanamkan hobi berkebun di sekolah dan di rumah agar kota kami tetap sejuk dan makin asri.

Memang gagasan dan program kami hanya berupa ruang lingkup kecil. Namun, jika virus gagasan ini menyebar ke tiap alumni sekolah lainnya di kota kami maka bisa jadi dalam 2-3 tahun ke depan tidak akan ada lagi pelajar yang kesulitan berkonsentrasi karena memikirkan biaya sekolah. Bisa jadi dalam beberapa tahun ke depan pihak sekolah juga tidak terlalu pusing memikirkan biaya operasional sekolah dari pemerintah atau dari murid serta bisa fokus menciptakan generasi-generasi unggul dari sekolah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun