[caption id="attachment_385007" align="aligncenter" width="300" caption="Singkong Madu Lembut Nikmat"][/caption]
Arisan RT beberapa waktu lalu diwarnai curhatan beberapatetangga yang berprofesi sebagai PNS. Mereka berkeluh kesah dengan surat edaran No 10/2014 dari Kementrian PAN yang menginstruksikan lingkungan PNS untuk menghidangkan makanan tradisional yang sehat seperti jagung dan ubi rebus saat menyelenggarakan rapat atau pertemuan.
Tujuan dari surat edaran tersebut sebenarnya baik. Menurutartikel-artikel kesehatan, makanan yang direbus jauh lebih sehat dan minim kolesterol dibandingkan makanan yang digoreng. Makanan rebusan juga jauh lebih sehat dibandingkan kue-kue seperti cake, donat yang kaya akan gula dan lemak.
Para tetangga kami itu sudah paham akan kebaikan makanan rebusan dibandingkan gorengan. Makanan rebusan seperti singkong dan ketela atau ubi rebus nampak kurang menarik selera, ujar mereka. Berbeda dengan pisang rebus atau kacang rebus yang masih enak sebagai kudapan.Belum lagi, makanan seperti umbi-umbian berpotensi mengandung gas dalam tubuh, jelas salah satu tetangga kami yang disambut gelak tawa. Hemmm bisa dibayangkan jika gas itu mengalir dari tiap-tiap peserta rapat di dalam ruang tertutup, yang membuat kami lagi-lagi terpingkal-pingkal.
[caption id="attachment_385012" align="aligncenter" width="400" caption="Donat itu Enak Tapi Sumber Kolesterol"]
Sebelum diberlakukannya instruksi Kemenpan 1 Desember lalu, lingkungan PNS Depok telah berpengalaman dengan instruksi serupa sejak Februari 2012 lalu. Yaitu dengan adanya larangan dan himbauan untuk menyantap nasi pada hari Selasa bagi PNS Depok dan warga Depok. Selain diberlakukan gerakan sehari tanpa nasi, Walikota Depok juga meminta masyarakat mengurangi konsumsi terigu. Tujuannya baik agar masyarakat Depok tidak terlalu bergantung pada nasi sebagai sumber karbohidrat dan mengurangi konsumsi terigu. Juga untuk menjaga ketahanan pangan. Di luar nasi, masih ada sumber karbohidrat lainnya, seperti singkong, talas, ubi, dan sebagainya. Himbauan ini juga melatih kreativitas warga untuk mengolah sumber pangan alternatif tersebut. Jagung dan singkong bisa dimasak menjadi seperti nasi. Kemudian disajikan dengan sayuran dan ikan teri atau ikan asin serta sambal..hemmm nikmat.
Jauh sebelum instruksi itu terbit, di beberapa daerah juga sudah muncul pemanfaatan bahan makanan yang dulunya kurang lazim, seperti oleh-oleh khas telo dan waluh (labu kuning) di Malang. Ada pula olahan talas ungu yang mulai ngetren di kawasan Bogor. Telo (ketela rambat atau ubi) rupanya tak hanya bisa enak untuk dikolak atau digoreng. Telo juga bisa diolah jadi bakpao, bakpia, jus, es krim, bahkan mie ayam. Selain enak, makanan dari telo atau ubi ini juga kaya serat.
[caption id="attachment_385010" align="aligncenter" width="300" caption="Bakpao dari Telo atau Ubi"]
Nah, saat acara Kompasiana Visit di Astra Honda Motor Plant Cikarang ini kami disuguhi kudapan dari singkong usai menyaksikan proses pembuatan motor dari awal hingga jadi. Penampilan kudapan ini cantik. Singkong madu, namanya. Singkong yang sudah direbus, dilumatkan hingga halus dan diberi pemanis berupa madu. Rasanya lembut di lidah dan manisnya masih bersahabat.
Untuk instruksi dari Kemenpan, tetangga kami mengeluh kesulitan untuk menemukan para penjual aneka santapan rebusan. Apalagi jika rapatnya mendadak. Alternatifnya yaitu membeli bahan makanan tersebut dan disimpan di kulkas sehingga bisa digunakan sewaktu-waktu jika ada rapat. Atau apabila rapatnya telah dijadwalkan beberapa hari sebelumnya, maka mereka bisa memesan atau memberikan tantangan ke toko kue untuk menyiapkan kudapan nikmat dengan bahan pangan tersebut.
Singkong atau ubi rebus bisa dibuat gethuk dan diberi parutan kelapa, jagung dipipil dan direbus dan kemudian ditaruh dalam cup dan diberi parutan kelapa dan sedikit taburan gula, atau seperti kudapan dari AHM yaitu singkong madu. Atau jika kebingungan akan bentuk sajian rebusan untuk hidangan rapat maka bisa menghidangkan buah lokal seperti apel manalagi. Lagipula di surat edaran tersebut tidak terpatok pada makanan tradisional sehat tapi juga buah produksi dalam negeri.
[caption id="attachment_385011" align="aligncenter" width="400" caption="Apel dari Petani Batu"]
Adanya surat edaran dari Kemenpan ini sebenarnya bisa jadi peluang usaha bagi mereka yang kreatif dalam mengolah makanan. Dulu jus telo pasti dianggap aneh. Namun saat ini ada beberapa restoran yang mengadaptasinya dan membuatnya tampil berkelas. Sawut atau makanan dari parutan singkong yang diberi gula merah dan tiwul dulu juga terbatas di beberapa daerah, tapi beberapa waktu lalu saya mendengar ada penjual keliling di kompleks yang menjajakan dua makanan tersebut.
Yuk lebih kreatif` memanfaatkan dan mengolah sumber pangan di sekitar kita. Makanan rebusan bisa tetap nikmat dan badan tetap sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H