Halo, semua..
Perlu diketahui saya masih newbie, dan ini karya pertama saya di laman Kompasiana. Jujur saja, saat ini saya merasa dag-dig-dug, nervous, dan sejenisnya. Huh..
(Tarik nafas, hembuskan, tarik nafas lagi, tahan terus. Eh!)
Sebelumnya tidak pernah terpikirkan bahwa tulisan pertama saya akan membahas tentang dunia pertemanan, tetapi tiba-tiba ada hal yang sedikit mengganjal pikiran saya, dan kemungkinan besar ada banyak orang yang mengalami hal seperti ini. Maka dari itu, saya memilih untuk mengabadikannya dengan berbagi kepada para pembaca sekalian^_^.
Pertemanan, menurut saya banyak ragamnya.
Ada yang berumur panjang, tak sedikit yang hanya sekejap. Itu dari segi kuantitas. Segi kualitas pun tak jauh beda, banyak yang sekadar kenal atau saling 'hai' hanya sebagai formalitas, dan cukup secuil yang benar-benar mendefinisikan dirinya sebagai teman---tempat yang nyaman, atau mungkin tempat pengaduan? Hahaha.
Sementara waktu terus berjalan, manusia terus berevolusi. Tidak akan tetap sama, baik dalam hal cara berpikir, kesibukan, lingkungan sosial, dsb. Sejalan dengan hal ini, naluri manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan manusia lain (red: sebagai teman) yang---biasanya---sesuai dengan dirinya atau biasa disebut sefrekuensi.
Itulah mengapa, yang dulunya sedekat jari manis dan jari kelingking menjadi sejauh ubun-ubun dan jempol kaki. Yaa, karena kepentingan masing-masing individu tak lagi sama. Atau bisa juga, yang dulunya betah berlama-lama chatting an bahkan sampai lupa waktu, sekarang hanya sebagai penonton story, itupun kalau nomornya belum ganti. Memang tidak semua orang tapi mayoritas mengalami hal serupa, dan akan kembali lagi dan lagi mengalaminya.
Termasuk saya sendiri. Huhu.
Pada mulanya hubungan pertemanan saya dengannya berjalan baik-baik saja. Tapi semenjak saya memutuskan untuk pindah sekolah, lama kelamaan hubungan kami semakin merenggang, mulai jarang berkirim pesan, dan akhirnya sama sekali tidak pernah saling menghubungi bahkan untuk sekadar bertukar sapa.
Ini yang menjadi perhatian saya, bahwa kalimat "Kita harus selalu bersama-sama. Jangan lupakan aku. Tetap kirim kabar, ya!" tidak bisa selalu dipertahankan eksistensinya. Nyatanya kami sudah mulai tidak memiliki minat untuk sekadar memulai pembicaraan bahkan sebelum tepat 1 tahun berpisah.
Adakah yang sama?
Tetapi tidak bisa dipungkiri, saya memang menyadari bahwa minimnya kuantitas pertemuan kami sedikit banyak telah mempengaruhi sikap masing-masing. Kami mulai memiliki kesibukan sendiri-sendiri, ditambah adanya teman baru yang kemungkinan besar lebih sefrekuensi juga merupakan salah satu penyebab utama renggangnya hubungan kami.
Lagi-lagi, apakah Kamu juga mengalaminya?
It's ok, tidak ada yang salah untuk itu. Wajar jika kita merasa tidak sedekat dulu dengan teman lama, karena setiap masa dalam hidup kita memiliki prioritasnya masing-masing, begitupun dengannya. Akan tetapi, sepatutnya hal itu tidak lantas dijadikan alasan bagi kita untuk tidak lagi berusaha menyambung tali silaturahmi dengan teman-teman kita, baik teman lama maupun 'calon' teman lama. Karena mau bagaimanapun, setiap teman punya porsi kenangannya sendiri.
Pada akhirnya, mari kita sampaikan terima kasih untuk seluruh teman atau siapapun yang pernah singgah di hidup kita atas kesediaannya telah mengisi hari-hari kita menjadi lebih berwarna.
Terima kasih dan selamat berproses dimanapun dirimu berada, Teman^_^.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H