Mohon tunggu...
Dewi Silitonga
Dewi Silitonga Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

http://bit.ly/SehatAlamiKeluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Istri Pemaaf dan Suami yang Ringan Tangan

20 September 2019   21:06 Diperbarui: 20 September 2019   21:14 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mengenal ibu PY sekitar setahun. Karena kami sama sama menunggu jemputan, beliau cerita mengenai kehidupan rumah tangganya. Ibu PY seorang janda beranak dua. Suaminya sudah meninggal tiga tahun lalu karena sakit jantung.

Setahun pertama pernikahan semua terlewati dengan baik seperti keluarga baru pada umumnya. Anak pertama lahir, semua berubah. Suaminya kasar, ringan tangan, kembali lagi minum minuman keras dan main perempuan. Beda pendapat atau perselisihan paham selalu berakhir dengan kekerasan. Jarang pulang, sekalinya pulang cuma untuk ribut saja. Uang belanjapun tidak rutin kadang dikasih kadang tidak. Beruntung ibu PY punya bisa berdagang. 

Tak terhitung berapa kali tamparan, tendangan, dan tonjokan dia terima. Belum lagi kata-kata kasar yang menyertainya. Pernah ibu PY tidak keluar rumah dua hari karena matanya bengkak habis ditonjok suami.. Yang paling parah, suaminya pernah marah dan melemparkan cobek batu tepat mengenai lututnya sehingga dia tidak bisa berjalan hampir seminggu.

Ibu PY berusaha mempertahankan keluarga demi anak-anak. Dan lagi keluarga selalu minta ibu PY bersabar setiap menceritakan masalah rumah tangganya. 

Pernah sekali ibu PY berniat untuk bercerai. Semua dokumen sudah dilengkapi dan sudah didaftarkan ke pengadilan. Tetapi dicabut lagi karena permohonan suaminya. Setiap habis melakukan kekerasan, suaminya akan minta maaf, menangis, dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ibu PY memaafkannya. Dalam pikiran ibu PY, suaminya sudah benar benar berubah. 

Habis minta maaf, suaminya memang berubah menjadi suami idaman, perhatian, melakukan pekerjaan rumah tangga termasuk memasak menu spesial untuk makan di rumah. Setiap hari pulang ke rumah. Tapi itu hanya sesaat. Hanya beberapa hari, paling lama seminggu. 

Setelah itu kembali lagi seperti biasa seperti sebuah siklus berulang. Marah, melakukan kekerasan, minta maaf, berubah sesaat kemudian balik marah-marah lagi.

Saat suaminya masuk rumah sakit, ibu PY dihubungi oleh selingkuhan suaminya lewat telepon. Suaminya pernah memperkenalkan perempuan tersebut padanya. Suaminya bilang, "Ini perempuan yang saya sayangi sekarang".

Ibu PY membesuk suaminya di ICU. Suaminya tidak bisa bicara, hanya air matanya mengalir terus. Dipegangnya tangan suaminya seraya berkata, "Aku memaafkanmu". Kemudian pulang. Belum sampai di rumah Ibu PY dikabari kalau suaminya sudah meninggal.

Saya penasaran dan menanyakan apakah Ibu PY senang saat suaminya meninggal? Lepas dari penderitaan?. Ibu PY senang suaminya meninggal cepat saat sakit. Beliau bersyukur karena tidak ada waktu untuk balas dendam.

Teringat mendiang ayah saya. Ayah saya sangat keras bicara ke anak laki-laki dan menantu laki-lakinya. "Saya tidak pernah memukul istri saya, mengeluarkan kata kasar juga tidak. Kalau kamu sampai kasar hingga lalu tangan, meski di agama kita tidak ada perceraian, saya yang pertama melaporkanmu ke polisi".

Sayangi keluarga. Keluarga bukan sansak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun