Menjelang berakhirnya Bulan Oktober 2024, Nasyiatul Aisyiyah (NA) Kota Malang menyelenggarakan safari dakwah di Masjid Muhammadiyah, Nur Nasrullah, Bakalan Krajan di Kecamatan Sukun. Acara ini di diadakan pada Minggu (27/10).
Sekitar 50 peserta yang terdiri dari remaja putri maupun perwakilan NA dari seluruh cabang Kota Malang mengikuti kegiatan yang dimulai jam 7 pagi tersebut. Acara ini diawali dengan mengaji bersama kemudian dilanjutkan sambutan dari Ketua NA Kota Malang, Annisa Rosyidah.
Menghadirkan Susanti Prasetyaningrum, dosen Psikologi UMM, acara ini membahas tema mengenai generasi strawberry dengan tema Generasi Strawberry-Mengenal dan Menjadi Teman. Sebelum memberikan materi lebih lanjut, Susanti mengajak para peserta untuk berbagi pendapat tentang buah strawberry.
"Istilah generasi strawberry pertama kali muncul di Taiwan sekitar thn 70-an saat para orangtuaku melihat bagaimana daya juang anak-anak sangat berbeda dengan mereka," jelas perempuan dari Blitar tersebut mengawali pembahasan.
Ia lalu mengemukakan ada dua macam mindset manusia yaitu growth dan fixed mindset. Secara umum ia memberi contoh bagaimana orang-orang yang menganut fixed mindset tidak memedulikan nasehat arau saran dari orang lain sehingga menghasilkan generasi strawberry sementara bagi growth mindset justru sebaliknya. Menurut Susanti, mulanya generasi strawberry  dilekatkan kepada orang-orang kelahiran 80-an dan 90an, tetapi seiring perkembangan zaman penyebutan generasi dilekatkan kepada  generasi masa kini.
"Buah strawberry itu kan cantik diluar, tetapi setelah beberapa hari buahnya akan menjadi jelek. Itulah yang menjadi ciri khas generasi strawberry, gampang rapuh," tambahnya.
Meskipun demikian, generasi strawberry memiliki  sejumlah karakteristik positif, antara lain melek teknologi, punya banyak ide kreatif, punya sikap kepercayaan tinggi, menyukai tantangan dan tidak suka hal yang menontonku, berani menyampaikan pendapat tanpa memikirkan konsekuensinya.
Ada karakteristik positif, adapula karakteristik negatif yang dimiliki generasi ini mulai dari banyaknya cita-cita yang diinginkan sehingga tidak fokus dengan apa yang dilakukanya, dan sering terjebak dengan  zona nyaman.
Baca juga : Peringati Milad ke-93, NA Kota Malang Selenggarakan Talkshow
"Dengan karakteristik  negatif tersebut, menurut penelitian, generasi strawbery mengalami kerentanan dalam hal kesehatan mental. Hal ini tak lepas dari pola asuh yang membentuk si anak tidak bisa struggling untuk mencapai tujuannya, pemberian label kepada si anak sehingga melakukan diagnosa sendiri dengan mencari informasi-informasi dari internet," jelas perempuan yang telah menjadi dosen selama empat belas tahun tersebut.
Susanti juga menambahkan bahwa diagnosa sendiri ini tak lepas dari media sosial. Ia juga menekankan kepada para peserta  tingginya angka bunuh diri di kalangan generasi ini serta aktivitas menyakiti diri sendiri (self injuries). Dalam penelitian yang pernah dilakukannya menerangkan bahwa melakukan kegiatan religius bisa menjadi penahan self injuries. Dalam hal ini seperti mengikuti kajian.
Sebagai generasi  yang melek teknologi, keberadaan generasi strawberry tak bisa dilepaskan dari media sosial. Dalam kehidupan generasi ini penggunaan medsos berdampak pada terjadinya cyber bullying dan munculnya FOMO (Fear Of Missing Out) alias rasa taut tertinggal karena tidak emngikuti aktivitas tertentu.
Selain itu dalam penelitian yang pernah ia lakukan bersama kolega-koleganya, Susanti menyoroti gaya hidup generasi  strawbery yang berhubungan dengan fesyen atau mode, liburan, kulineran, dan gadget. Hal ini membuat para pelaku industri membuka usaha yang menyasar generasi ini seperti munculnya tempat-tempat kuliner yang viral begitu juga dengan fesyen sehingga membentuk  identitas generasi strawberry.