*tulisan ini telah dimuat di telusur.id  pada Bulan Maret 2024
Saya masih ingat betul. Beberapa tahun lalu saat Jalan Tol Karanglo dan Tol Lawang belum ada, setiap kali saya menaiki bus hendak pulang ke kampung halaman atau balik ke Malang, perhatian saya pasti akan tertuju ke sebuah bangunan bertingkat sewaktu melewati Kecamatan Lawang di Kabupaten Malang.
Ketika itu saya hanya tahu bahwa bangunan bertingkat tersebut bernama Hotel Niagara. Â Hotel ini merupakan bangunan tua yang sudah ada sejak era kolonial Belanda. Apakah saya penasaran? Tentu saja. Sayangnya, bertahun-tahun saya hanya mampu menyimpan perasaan itu sembari membayangkan bagaimana isi Hotel Niagara.
Baca juga : Zine Amor 25, Memahami Rumah Tua Kolonial
Begitu Indonesia Colonial Heritage (ICH), sebuah komunitas pencinta bangunan era kolonial mengadakan acara menginap di hotel tersebut, saya pun tak ingin melewatkannya.
Berawal dari Villa Liem Sian Joe
Perasaan saya campur aduk begitu motor yang saya kendarai memasuki halaman Hotel Niagara. Seorang pekerja hotel mengarahkan saya untuk memarkir kendaraan di teras rumah tua bergaya kolonial yang berada tepat di samping hotel.
Ibarat orang yang sudah lama tak bertemu dengan pujaan hati, mungkin itulah yang bisa mewakili hati saya ketika itu.  Dengan hati berdebar, saya memasuki lobi hotel.  Tulisan Niagara  dari kayu tergantung di dinding dekat meja resepsionis. Suasana jadul menjadi hal pertama yang saya rasakan begitu tiba.
Baca juga :Berkunjung ke Kuburan Sukun Kota Malang
Seorang perempuan berjilbab di bagian resepsionis melempar senyum ketika saya menghampirinya. Saya memberitahunya bahwa saya peserta tur ICH. Ia kemudian mempersilakan saya untuk duduk. Beberapa peserta telah tiba terlebih dahulu termasuk seorang pria yang duduk di samping saya.
Setelah menunggu agak lama, acara tur Hotel Niagara pun dimulai. Ada sekitar lima puluh peserta  yang ikut. Tepat jam empat sore, kami pun mulai mengelilingi kompleks hotel dipandu pemandu tur. Kami mulai mengelilingi bagian luar luar Hotel Niagara.
Semua berawal saat Liem Sian Joe pergi ke Amerika Serikat di awal abad ke-20. Tentu bisa dibayangkan berapa kayanya Tuan Liem saat itu. Mungkin karena terkesima dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi sewaktu mengunjungi negeri tersebut, ia pun menghendaki bangunan villa yang akan ia dirikan bentuknya diluar pakem alias berbentuk vertikal.
Liem Sian Joe sendiri seorang pengusaha karet dan kayu yang tinggal di Malang. Sementara daerah Lawang dikenal sebagai pintu masuk menuju Malang serta kawasan perkebunan semisal Perkebunan Teh Wonosari yang sudah ada sejak tahun 1910.
Baca juga : Cerita sejarah 3 Periode dari Rumah Amor 25
Villa Liem Sian Joe mulai dibangun 1914 kemudian selesai empat tahun berikutnya tepatnya tahun 1918. Pembangunannya diarsiteki Fritz Joseph Pinedo, arsitek Belanda berdarah Portugis. Sekilas mengenai Fritz Joseph Pinedo, pada tahun 1911, ia mendapat surat izin praktek di Semarang. Beberapa karyanya yang masih berdiri seperti Restoran 1914 Â dan Gedung PTPN. Kedua bangunan tersebut berada di Surabaya.
Sementara itu, gaya bangunan Hotel Niagara sendiri mengadopsi gaya neo-klasik yang sepenuhnya meniru bangunan Eropa. Meskipun begitu, sebenarnya bangunan ini juga menggunakan unsur China melalui ornamen yang tidak terlalu diperlihatkan berupa garis-garis yang menghiasi bagian depan hotel.
Dahulu, bangunan asli Villa Liem Sian Joe ini sebenarnya dilengkapi air mancur yang saat itu menjadi simbol status sosial seseorang. Sampai saat ini, air mancur tersebut masih ada dan terletak di halaman depan. Tak hanya air mancur saja, di halaman yang sama juga terdapat  tiang bendera yang masih berdiri tegak sejak tahun 1914.
Baca juga : Sepenggal Kisah dari Kompleks Sendang Duwur
Pada bagian depan hotel terdapat pintu utama dan pintu samping. Pintu utama  sebagai akses menuju lobi sementara pintu samping, dulunya digunakan untuk menuju ke taman villa yang terletak di selatan bangunan.
Selesai mendengar penjelasan bagian depan dan sisi kiri Hotel Niagara, saya beserta peserta lainnya kemudian bergerak menuju belakang bangunan. Di sini, terdapat sebuah bangunan tua yang digunakan sebagai sarang walet. Â Beberapa bagiannya sudah menghitam dan kusam.
Selanjutnya, terdapat juga bangunan tua lainnya yang berada tepat di samping bangunan hotel. Oleh pengelola, tempat ini dimanfaatkan untuk area pelayanan hotel termasuk difungsikan sebagai dapur. Kemudian, Antara hotel dan bangunan ini dihubungkan dengan selasar yang langsung menuju ruang makan. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H