Mohon tunggu...
dewi sartika
dewi sartika Mohon Tunggu... Wiraswasta - ig : dewisartika8485

penyuka sejarah, travelling, kuliner, film dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Puput Sekar Kustanti: Lestarikan Seni Wayang Melalui Tulisan Fiksi

14 November 2023   08:40 Diperbarui: 14 November 2023   09:21 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puput Sekar Kustanti  (dokpri)

Raut muka Puput Sekar Kustanti seketika berseri mendengar pujian yang keluar dari bibir Yuditeha, seorang penulis kenamaan saat sedang mengisi kelas menulis yang juga diikutinya. Tak hanya Yuditeha saja, beberapa pembaca yang membeli novelnya Joko Klobot & Nyi Kemretek juga mengirim pesan kepada perempuan yang akrab disapa Puput ini. Mereka mengakui kepiawaiannya dalam meracik cerita komedi bertema seni wayang.

Dunia menulis sebetulnya sudah digeluti Puput sejak di bangku SMP. Dulu, ia suka menulis cerpen dan novelet meski hanya sebatas iseng saja. Keseriusannya menekuni tulisan fiksi baru dimulai tahun 2010-an lalu sewaktu mengikuti pelatihan menulis dengan pemateri seorang penulis tingkat nasional.

Pada tahun 2011, ia mengikuti kompetisi menulis tingkat nasional yang diadakan sebuah surat kabar besar di Jakarta. Novelnya yang bergenre romance dengan latar Korea Selatan masuk 10 besar. Setahun kemudian, karyanya berjudul Elang dan Bidadari, terbit. Setidaknya hingga kini, ia telah menelurkan empat novel termasuk Joko Klobot & Nyi Kemretek yang terbit tahun ini.

"Novel ini sendiri mengisahkan tentang rumah tangga Petruk dan istrinya, Prantawati. Karena rumah tangganya sedang kisruh, Prantawati pergi ke bumi (manusia) yang kemudian disusul Petruk. Setingnya sendiri berada di perkebunan tembakau di Temanggung," jelas putri Bambang Kustanto dan Sri Dhanu Hastuti ini mengenai novelnya tersebut.

Selain memiliki minat terhadap budaya Jawa, ketertarikan Puput sendiri terhadap dunia wayang berawal ketika ia masih kecil. Istri dari Adi Tri Purnanto ini masih mengingat betul bagaimana perkenalannya dengan seni wayang. Sosok sang kakeklah yang menjadi pemicunya. Perempuan kelahiran 1984 ini pun menceritakan bagaimana kakek dari pihak ibunya, 'meracuni' anak-anaknya termasuk Sri Dhanu Hastuti dengan mengajak mereka menonton acara pagelaran wayang. Nillai-nilai filosofis yang tekandung dalam seni wayang inilah yang kemudian diajarkan sang kakek kepada ibu Puput yang kemudian mengajarkannya kembali kepada Puput.

Masih terekam jelas juga di ingatan Puput terkait sosok ibunya yang sering mendongeng wayang ketika ia kecil. Ibunya dengan telaten menjelaskan tokoh-tokoh wayang. Kenangan inilah yang kemudian mengendap dalam otaknya. Puput juga mengakui bahwa ibunya sangat andal saat menjelaskan tentang wayang.

"Dulu sewaktu kecil, kadang-kadang saya susah tidur kalau malam. Nah, saat itu ada tayangan wayang di radio semalam suntuk, saya enggak tahu. Akhirnya sama mama diceritain. Kalau tokoh ini suaranya kayak gini, kalau tokoh ini kayak gini. Penjelasan dari mama ini yang akhirnya  membuat saya mengingat terus tentang tokoh-tokoh pewayangan apalagi apa yang dijelaskan mama itu kayak nyata bagi saya," kata Puput.

Sejak tahun 2020 lalu, Puput mulai menulis fiksi dengan tema wayang. Beberapa cerpen dengan tema tersebut sudah pernah ia tulis. Kemudian, di tahun 2022 saat mengikuti kompetisi menulis yang diadakan sebuah komunitas literasi ia masuk  lima besar pemenang melalui tulisan fiksinya tentang dunia perwayangan. Selain memperoleh hadiah, ibu dua anak ini juga terpilih sebagai peserta kelas menulis novel yang dibimbing sejumlah nama beken di dunia literasi seperti sastrawan nasional Kurnia Effendi maupun penulis dan editor terkenal, Hermawan Aksan serta Anggraini Rani Aditya Sari, seorang editor. Dari sinilah lahir novel Joko Klobot & Nyi Kemretek.

Untuk riset novel maupun cerpen-cerpennya, selain mengandalkan pengetahuan yang ia miliki sejak kecil, Puput juga menonton wayang di youtube. Tak cukup itu saja, ia juga membaca buku karya Nano Riantiarno dan Sujiwo Tejo. Terkhusus untuk novelnya, ia juga berdiskusi dengan orang-orang yang kompeten mulai dari sastrawan hingga dosen. Sementara kesulitan yang ia hadapi sewaktu mengerjakan novel, Puput mengaku sempat menemui kesulitan ketika mengatur plot cerita. Ia berusaha membuat cerita yang beda yang tak sama dengan cerita aslinya.

"Sepanjang membuat fiksi dengan tokoh pewayangan, saya paling sering menggunakan Petruk sama Semar. Selain itu saya juga pakai tokoh Wisanggeni dan Antasena, alasannya karena kedua tokoh ini adalah tokoh pemuda yang sakti. Walaupun mereka enggak ikut Perang Bharatayudha, tetapi sumbangsihnya banyak untuk Pandawa. Alasannya lainnya, karena mereka berdua unik dan kocak karena tulisanku ini ada unsur komedinya," ungkap Puput saat ditanya tentang tokoh-tokoh wayang yang ia pakai dalam ceritanya.

Melalui tulisan-tulisan fiksinya tentang tokoh-tokoh wayang, Puput pun berharap seni wayang dapat diterima anak muda. Mengingat selama ini, seni wayang identik dengan orang-orang tua. Dengan adanya karyanya ini, Puput berharap bisa menarik pembaca dari kalangan muda sebagai pelestari kebudayaan seni wayang. "Makanya saya sengaja menyelipkan humor, agar karya saya ini tidak dianggap berat sehingga mampu diterima oleh mereka," ujarnya di akhir pembicaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun