Mohon tunggu...
dewi sartika
dewi sartika Mohon Tunggu... Wiraswasta - ig : dewisartika8485

penyuka sejarah, travelling, kuliner, film dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berlebaran di Makam Sunan Bonang Tuban

4 Mei 2023   09:19 Diperbarui: 4 Mei 2023   09:37 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompleks Makam Sunan Bonang (dokpri)

Meskipun desa saya masuk Kabupaten Lamongan (Jawa Timur), tetapi jarak ke Kota Tuban lebih dekat daripada Lamongan. Saya pun lebih tahu beberapa tempat di Tuban karena sering datang ke kota ini.

Banyak hal yang bisa ditemui di Tuban terutama tentang sejarah. Bagaimanapun, di masa Majapahit, Tuban termasuk kota pelabuhan besar. Yang saya tahu, di kota ini juga, pasukan tentara Mongol mendarat saat hendak menyerang Kerajaan Singasari.

Salah satu hal yang banyak dijumpai di Tuban adalah keberadaan bangunan-bangunan lawas. Makanya, berkeliling sambil melihat-lihat bangunan tua di Tuban menjadi cita-cita saya cukup lama. Saat kesempatan itu datang, tentu saja, saya tidak ingin menyia-nyiakannya.

Berhubung, hanya keluarga kecil saya yang merayakan Lebaran pada 21 April lalu, keesokan hari

 (22 April), saya mengajak suami pergi ke Tuban. Berdua saja, mumpung si bocil dibawa neneknya Salat Ied.

Jarak desa saya ke Tuban sekitar 1 jam. Kami tiba seusai Salat Ied di Masjid Agung Tuban selesai. Sebelumnya, saya sudah menandai titik-titik mana saja, kami akan berhenti.

Masjid Agung Tuban (dokpri)
Masjid Agung Tuban (dokpri)

Setelah berkeliling dengan motor, akhirnya suami saya nyerah juga. Ia tak bisa lagi menahan kantuk karena semalam ia tidur larut malam. Saya pun meninggalkannya di Masjid Agung lalu berkeliling lagi seorang diri.

Selesai, saya kembali ke masjid. Sesudah memarkir motor, saya tergoda untuk berjalan menuju sebuah gang yang dihiasi gapura putih. Letaknya berada di sebelah masjid. Di gang itulah, Makam Sunan Bonang berada.

suasana gang saat Lebaran (dokpri)
suasana gang saat Lebaran (dokpri)

Seumur-umur, saya belum pernah menginjakkan kaki ke makam tersebut. Kalau sekadar masuk gang saja, pernah, beberapa tahun silam.

Hari itu, keadaan gang cukup ramai.  Banyak orang yang berkunjung untuk silaturahim. Kompleks Makam Sunan Bonang memang sering ramai kecuali di bulan puasa. Satu hal, baya baru tahu, toko-toko yang ada di sepanjang gang ternyata bagian belakangnya dipakai untuk tempat tinggal juga.

Gang Makam Sunan Bonang ini berada di Kelurahan Kutorejo, menghubungkan Jalan Bonang dan Jalan Pemuda.

Saat menyusuri gang, mata saya menangkap beberapa bangunan lawas.

Pintu gapua yang berhias keramik (dokpri)
Pintu gapua yang berhias keramik (dokpri)

Saya lalu masuk ke area makam. Pengunjung harus melewati sebuah gapura khas Jawa. Uniknya, pada kedua sisi gapura tersebut tertempel beberapa benda keramik (mirip piring). Banyak benda tersebut yang tak lagi utuh bahkan hilang.

Begitu melewati gapura, mata saya lalu tertumbuk pada masjid di samping kiri. Sebuah papan kecil terpasang di atas pintu masjid, 'Masdjid Astana'.

Masjid Astana (dokpri)
Masjid Astana (dokpri)

Saya berjalan kembali, melewati gapura dengan bentuk seperti sebelumnya. Tibalah saya di area utama pemakaman. Saat itu, kondisi makam cukup ramai. Beberapa peziarah khusyuk berdoa dekat nisan termasuk di Makam Sunan Bonang.

Makam-makam di kompleks (dokpri)
Makam-makam di kompleks (dokpri)

Melihat bentuk Makam Sunan Bonang, saya jadi teringat Makam Sunan Drajad dan Sunan Sendang Duwur yang pernah saya kunjungi. Hal menarik lainnya adalah keberadaan 3 gentong air dekat makam. Sama seperti yang ada di kedua area makam tersebut.

Saya perhatikan beberapa nisan di area makam bertuliskan nama khas Arab. Bisa jadi orang-orang tersebut juga dimakamkan di sini mengingat, kompleks Makam Sunan Bonang sendiri dekat dengan pemukiman orang- orang Arab.

pengunjung berdoa di Makam Sunan Bonang (dokpri)
pengunjung berdoa di Makam Sunan Bonang (dokpri)

Saat melihat-lihat makam, seorang ibu berhidung mancung menegur saya karena tidak melepas sandal. Saya pun meminta maaf karena tidak tahu. Kami sempat berjalan beriringan sembari ngobrol sebentar menuju pintu keluar.

Saat melewati sebuah pendopo kecil berisi batu-batu besar, ibu itu berujar kepada saya kalau batu-batu tersebut jatuh dari langit. Sejenak, saya tertegun. Pandangan saya beralih lagi ke batu-batu tersebut.

Batu-batu yang diduga jatuh dari langit (dokpri)
Batu-batu yang diduga jatuh dari langit (dokpri)

Jujur saja, ingin rasanya saya tahu lebih banyak tentang batu-batu itu, sayangnya, kami harus berpisah jalan sesampainya di gerbang. Ya, semoga saja, suatu saat nanti, ada yang bisa bercerita kepada saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun