Sebenarnya pengalaman ini sudah lama berlalu, Januari 2021. Lama terpendam, hati ini tak mungkin memungkiri dan berat untuk tidak menuliskan kebaikan Tuhan dalam pertempuran melawan COVID-19 saat itu. Saya merasa saat ini saat yang tepat untuk membagikannya. Tentu dari sudut pandang iman saya. Namun saya berharap bermanfaat pula bagi pembaca lain lintas iman.Â
Saya menaruh hormat dan simpati pada setiap keluarga yang kehilangan anggota keluarganya karena COVID-19 dan turut berduka bersama mereka, saya tahu yang dialami sangatlah berat. Semoga Tuhan senantiasa memberikan kekuatan. Tulisan ini saya sampaikan sebagai sharing semata seorang penyintas COVID-19 untuk saling menguatka selama pandemi ini karena setiap orang mengalami pergulatannya tersendiri, tidak selalu sama pada akhirnya, untuk itu saya mohon maaf jika ada isi yang kurang berkenan.Â
Hidup di masa Pandemi Covid-19 dipenuhi dengan rasa was-was. Namun kewajiban untuk tetap mengemban tugas dan tanggung jawab membuat saya harus mengesampingkan rasa was-was itu dan sebisa mungkin mengalihkannya menjadi semangat mengingat di luar sana ada banyak sekali orang yang kehilangan pekerjaan akibat efek yang ditimbulkan Covid-19 ini dan saya yang masih bisa bekerja harus bersyukur untuk itu.
Saya bekerja sebaik mungkin, menjaga protokol kesehatan sebisa mungkin, namun selebihnya kehendak Tuhan lah yang berbicara.
Tanggal 7 Januari 2021, pembuka hari awal saya bekerja setelah libur tahun baru, saya demam. Saya merasa ini demam biasa, meski dalam hati saya menganalisa di musim pandemi saya demam, jangan-jangan... Saya lalu teringat, 3 hari sebelumnya saya bertemu seorang kawan yang lebih dulu mengalami demam. Detak jantung berdegup kencang seketika, rasa gelisah menyeruak. Tapi saya coba redamkan dengan terus mengecek gejala-gejala yang mungkin timbul. Demam saya hanya semalam dan semua kembali membaik hanya badan lemas, nafsu makan jauh berkurang.
Pada hari ke-5 tepatnya 12 Januari 2021, ketika bangun pagi, saya mencoba mengecek penciuman saya. Saya semprotkan parfum di pergelangan tangan, tidaaak! Saya tidak bisa menciumnya. Saya sekali lagi menyemprotkan parfum ke depan hidung persis, dan tak ada bau sama sekali. Hari itu lah saya putuskan memeriksakan diri.
Saya mendatangi sebuah rumah sakit swasta, menjalani pemeriksaan rapid antigen. Prosesnya sangat cepat dan hasilnya hari itu juga saya peroleh. Tidak menyenangkan mendengarnya, karena saya dinyatakan Positif Covid-19!
Reaksi awal ketika menerima hasil itu, shock tentu saja walaupun dalam hati saya merasa gejala itu telah mengarah ke sana. Tapi tetap saja kaget dan sulit untuk menerima kenyataan ini. Beberapa jam seperti orang tak berdaya, tidak bisa berpikir dan hanya melayang rasanya. Tak tahu harus bagaimana. Saya lalu mencoba berdoa, walau kata-kata yang keluar terasa hampa. Semua sudah terjadi. " Ya Tuhan kuatkan saya..." hanya itu yang terucap. Saya tidak terpikir untuk berdoa agar Tuhan membuat hasilnya menjadi negatif dan salah. Terlalu berlebihan rasanya permintaan itu, saya tau Tuhan pasti mengetahui apa yang saya rasakan dan saya cuma minta kekuatan.
Hari berjalan tidak biasa, saya harus diisolasi sendirian di kamar, anak-anak dan suami berada di kamar berbeda. Saya sama sekali tak bisa menjumpai mereka, hanya lewat video call walau hanya berbatas tembok. Semua keperluan makan minum dilayani suami saya dari luar. Di sinilah selama dua hari saya isolasi sendirian. Saya mulai membuka Alkitab lagi meneruskan rutinitas dengan Grup Gemar Membaca Alkitab dan baru bisa membacanya dengan lebih tenang. Saya juga mulai berdoa dengan lebih jernih.
Dua hari kemudian, dua anak saya dinyatakan positif juga setelah menjalani pemeriksaan. Namun Puji Tuhan, suami saya negatif. Saya menangis terharu, betapa baiknya Tuhan. Dia masih menyisakan satu orang yang sehat sehingga kami masih bisa isolasi mandiri di rumah dan suami memisahkan diri di rumah ipar yang kebetulan kosong, hanya berseberangan saja. Ini pun saya anggap jawaban doa, Tuhan memberi kemudahan bagi kami.
Dalam kondisi masih lemas, saya harus bangkit merawat anak-anak juga. Ketika saya bangun dan tak sanggup berdoa, saya selalu ucapkan, " Tuhan Yesus, Allah-ku yang hidup, kekuatanku," sambil terhuyung-huyung