melakukan aktivitas rumah tangga seperti biasa. Ajaib Tuhan...saya kuat. Anak-anak pun melewati demam sehari semalam saja. Sesudahnya mereka sudah biasa saja.
Serangan itu mulai datang kira-kira pada hari ke-8 isolasi mandiri. Saya mulai merasa cemas dan gugup karena sesak napas. Rasanya udara tidak bisa masuk ke dalam, saya coba menenangkan diri tapi terus gagal. Saya coba hubungi poli Covid di RS dimana saya mendapat pengobatan jarak jauh, mereka menyarankan saya minum obat asam lambung karena kemungkinan karena masalah di lambung dan meminta saya tetap berpikir positif. Semakin saya mencoba semakin saya gagal. Setiap serangan itu datang, anak sulung saya memberi kekuatan untuk tetap rileks.Â
Tapi saya tetap gagal. Saya coba menghubungi dokter keluarga tapi dokter tersebut tidak diperbolehkan melakukan tindakan atau memberikan resep bagi pasien covid yang masih dalam perawatan poli covid. Aduuuh...tega betul rasanya. Saya pun menghubungi psikiater di sebuah aplikasi kesehatan online. Setelah ditanya-tanya, saya pun diberikan resep obat. Namun, obat ini pun susah sekali diperoleh, semua apotek mengatakan tidak ada. Belakangan saya baru tahu itu obat jenis anti depresan yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter langsung yang ketat walau dosisnya kecil. Semua pintu yang saya harapkan tertutup. Saya berpasrah diri, terus memandang Salib Tuhan, bilur-Mu telah menyembuhkan aku, walau sesak tidak tiba-tiba menghilang.
Hal itu terus terjadi hingga hari ke-14, saya merasa Tuhan turut campur dalam peristiwa tersebut. Dia tak meninggalkan saya, walau saya hanya sanggup memandang Salib yang tergantung di tembok, tak sanggup berucap kata doa, karena sesak yang melanda. Cemas mendera. Tuhan kekuatan saya yang menguatkan saya seperti pinta saya hingga hari ke-14! Tuhan ingin Dirinya tak tergantikan bahkan dengan obat anti-depresan yang disarankan dokter online.
Di hari ke-14, kami bertiga melakukan swab antigen kembali. Rasa sesak semakin sesak mengingat hasil yang akan saya peroleh. Petugas swab bilang hasilnya akan keluar 15 menit. Kami menunggu lebih dari itu, sambil menunggu saya berkata pada anak-anak yang tak sabar untuk pulang. " Waktunya masih lama, masih ada waktu untuk berdoa nak," kata saya. Maka dalam hati saya berdoa, tidak ingin memaksa Tuhan tapi saya memperkatakan hal yang baik " Kami negatif!" dan benar....hasilnya menunjukkan kami bertiga dinyatakam negatif setelah 45 menit menunggu. Puji Tuhan!
Kontan saya menangis tersedu-sedu...anak-anak memandangi saya. " Mama terharu ya? Kita negatif...., " ujar anak saya yang paling kecil. Betapa baiknya Tuhan, kasih Mu menguatkan kami hingga hari ke-14. Kami boleh melalui ini semua, seketika sesak saya berkurang, sepertinya sesak itu akibat psikis saja.
Saya teringat nats terakhir yang saya baca adalah Kitab Keluaran 33 berjudul Musa Meminta Penyertaan Tuhan di Padang Gurun. Ada ayat yang berbunyi : " Aku mengenal namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia-Ku.....Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketentraman kepadamu." Dalam isolasi mandiri, ayat ini terbaca oleh saya. Tuhan sungguh berbicara pada saya. Dia tegas mengatakannya seperti pada Musa. Terpujilah Tuhan, saya beroleh kasih karunia-Nya dan janji untuk menentramkan hati saya hingga kesusahan perjuangan itu terlewati.
Saya ingin berbagi pengalaman ini, bagi saudara-saudaraku yang sedang sakit khususnya Covid-19, penyakit ini dapat disembuhkan. Virus ini tidak hanya menakut-nakuti lebih dari apapun. Sehingga bila kita tidak menyiapkan senjata rohani, entahlah apa jadinya saya waktu itu yang dilanda kecemasan akut hingga susah bernapas. Iblis berbisik berulang-ulang " Kamu akan sesak napas karena covid-19!" Dan itu membuat saya semakin drop dan justru mengalaminya, udara seakan semakin sulit untuk dihirup karena rasa takut berlebihan.
Untuk mengatasinya ternyata saya perlu mengobati tidak hanya fisik namun mental/rohani saya. Benarlah, ini adalah peperangan rohani, yang hanya bisa ditaklukkan oleh senjata rohani yaitu Doa dan Firman Tuhan. Percayalah, Firman Tuhan itu benar-benar menjadi pedang untuk menghalau musuh yang tidak kelihatan, ia memberi kekuatan dan kesegaran dalam kesesakan. Tak lupa terus memandang Salib Tuhan bahkan ketika saya sulit berkata dalam doa. Dia tau pergumulan dan kesakitan saya. Penyakit ini kejam karena kita ditinggalkan seorang diri. Bertemu dokter pun sangat sulit, obat juga tidak sembarangan diberikan sesuai keinginan kita. Praktis, hanya saya dan Tuhan, dan tentu saja musuh utama si iblis yang merongrong iman kita dengan menebarkan ketakutan.
Saya bersyukur jauh hari sebelumnya saya mulai gerakan membaca Alkitab walaupun masih sering jatuh bangun, sering bolong-bolong tapi saya berusaha membacanya kembali. Itu bukanlah sebuah kebetulan. Jika Tuhan ijinkan saya sakit Covid-19, ternyata jauh hari Tuhan telah meminta saya membaca Firman-Nya, senjata rohani saya.Â
Rasa sakit itu pasti dirasakan, namun janji Tuhan jauh lebih pasti. Tiap pagi saya membuka mata, itulah janji Tuhan memberi harapan baru, hidup baru untuk saya. Terpujilah nama Tuhan!