Memimpin diri sendiri berdasarkan kebatinan Mangkunegara IV merujuk pada upaya seseorang untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakannya sendiri berdasarkan prinsip-prinsip kebatinan yang diajarkan oleh Mangkunegara IV. Konsep ini menekankan pada pentingnya kesadaran diri, pengendalian diri, dan pengembangan diri secara holistik. Serat Pramayoga adalah salah satu karya sastra Jawa yang memuat ajaran-ajaran kebatinan. Dalam konteks kepemimpinan, Serat Pramayoga menjabarkan delapan kategori kepemimpinan yang dapat menjadi pedoman bagi seseorang dalam memimpin dirinya sendiri maupun orang lain.
Delapan kategori kepemimpinan dalam Serat Pramayoga yang relevan dengan kepemimpinan diri sendiri adalah:
- Hang uripi: Artinya menciptakan kehidupan yang baik. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti menjaga kesehatan fisik dan mental, serta menciptakan lingkungan hidup yang positif.
- Hang rungkepi: Artinya berani berkorban. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti rela berkorban untuk mencapai tujuan yang lebih besar, seperti pengembangan diri atau kesejahteraan orang lain.
- Hang ruwat: Artinya menyelesaikan masalah. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti mampu mengatasi masalah-masalah pribadi dengan bijaksana.
- Hang ayomi: Artinya melindungi. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti melindungi diri sendiri dari pengaruh negatif dan menjaga kesehatan mental.
- Hang uribi: Artinya memotivasi. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti memotivasi diri sendiri untuk terus belajar dan berkembang.
- Hang mayu: Artinya menciptakan harmoni, keindahan, dan kerukunan. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti menciptakan kedamaian batin dan hubungan yang harmonis dengan orang lain.
- Hang mengkoni: Artinya membuat persatuan. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti menyatukan pikiran, perasaan, dan tindakan untuk mencapai tujuan yang sama.
- Hang nata: Artinya mengatur atau menata. Dalam konteks kepemimpinan diri, ini berarti mengatur hidup dengan baik dan terencana.
Why ?
Mengapa Kebatinan Mangkunegaran IV Dipilih sebagai Pendekatan yang Relevan untuk Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri ?
Kebatinan Mangkunegara IV adalah sebuah filsafat Jawa yang menekankan pada pentingnya keseimbangan antara dunia material dan spiritual, serta pengembangan diri secara holistik. Ajaran ini mengajarkan tentang kepemimpinan yang bijaksana, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.
Transformasi audit pajak menuntut adanya perubahan paradigma dalam pelaksanaan audit, dari yang sebelumnya bersifat compliance-based menjadi risk-based. Hal ini membutuhkan sosok auditor yang tidak hanya memiliki kompetensi teknis, tetapi juga memiliki integritas, etika, dan kemampuan kepemimpinan yang tinggi. Beberapa prinsip dalam Serat Wedhatama yang relevan dengan transformasi audit pajak antara lain:
- Eling lan waspada: Auditor harus selalu waspada terhadap potensi risiko dan perubahan regulasi. Mereka perlu memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya menjaga integritas dan objektivitas dalam menjalankan tugas.
- Awya mematuh nalutuh: Auditor harus menghindari sifat angkara murka dan selalu bertindak berdasarkan etika dan moral yang benar.
- Nggugu karepe priyangga: Auditor harus dapat menempatkan diri dan memahami konteks yang lebih luas, termasuk peraturan perpajakan yang berlaku dan kepentingan wajib pajak.
- Bangkit ajur ajer: Auditor harus mampu berinteraksi dengan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal, dengan sikap yang terbuka dan profesional.
- Mung Ngenaki Tyasing Lyan: Auditor harus menghargai perbedaan pendapat dan mampu bekerja sama dengan orang lain.Â
Prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Serat Wedhatama juga sangat relevan untuk pengembangan diri seorang individu, terutama dalam konteks kepemimpinan. Beberapa prinsip yang relevan antara lain:
- Atetambo yen wus bucik: Mencegah masalah lebih baik daripada mengobati. Prinsip ini mengajarkan pentingnya proaktif dan antisipatif dalam menghadapi tantangan.
- Kareme anguwus-uwus owose tan ana: Menghindari perilaku yang tidak sopan dan menjaga komunikasi yang efektif.
- Traping angganira: Mampu menempatkan diri dalam berbagai situasi dan mengambil keputusan yang tepat.
- Bangkit ajur ajer: Mampu beradaptasi dengan perubahan dan membangun relasi yang baik dengan orang lain.
How?
Bagaimana  Kebatinan Mangkunegaran IV Diterapkan dalam Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri ?
Pentingnya spiritualitas merujuk pada pentingnya memiliki nilai-nilai luhur dan tujuan hidup yang lebih tinggi. Terdapat tiga martabat manusia: wiryo (keluhuran), arto (kekayaan), dan winasis (ilmu pengetahuan). Hal ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara spiritualitas, materi, dan intelektualitas. Praktik spiritual adalah puasa, tirakat, olah batin, dan berdoa.
Pentingnya Spiritualitas
Kebatinan Mangkunegaran IV mengajarkan  pentingnya memiliki tujuan hidup yang lebih tinggi dan nilai-nilai luhur. Dalam konteks audit pajak, hal ini berarti auditor harus memiliki integritas yang tinggi, tidak mudah tergoda oleh suap atau tindakan korupsi. Dengan fokus pada spiritualitas, auditor diharapkan dapat menjaga jarak antara kepentingan pribadi dan profesional, sehingga dapat mengambil keputusan yang objektif.
Contoh: Seorang auditor menolak suap dari wajib pajak meskipun tergoda dengan iming-iming keuntungan pribadi.
Martabat Manusia
- Wiryo (keluhuran): Auditor harus memiliki jiwa kepemimpinan dan mampu mengambil keputusan yang tepat.
- Arto (kekayaan): Auditor harus memiliki pengetahuan yang luas tentang peraturan perpajakan dan mampu mengelola keuangan negara dengan baik.
- Winasis (ilmu pengetahuan): Auditor harus terus belajar dan mengembangkan diri untuk mengikuti perkembangan peraturan perpajakan.