Mohon tunggu...
Dewi Wulandari Octaviani
Dewi Wulandari Octaviani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110053 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB1 Pemeriksaan Pajak Dialektika Harmeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak

16 Oktober 2024   19:56 Diperbarui: 16 Oktober 2024   20:05 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo

TB1_Pemeriksaan Pajak_ Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak _Dosen Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak

What ?

Apakah yang Dimaksud dengan Makna Meta Harmeneutika Aksara Jawa ?

Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo
Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo

Dialektika Hermeneutis Hanacaraka adalah sebuah konsep yang menarik yang menggabungkan beberapa elemen penting, yaitu:

  • Dialektika

 Metode berpikir yang melibatkan perdebatan antara dua ide yang berlawanan untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam. Dalam konteks ini, dialektika mungkin digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan teks atau konsep.

  • Hermeneutika

Teori dan metode interpretasi, terutama teks. Hermeneutika berusaha memahami makna yang mendalam dari suatu teks dengan mempertimbangkan konteks sejarah, budaya, dan Bahasa.

  • Hanacaraka

Abjad atau aksara Jawa kuno. Dalam konteks ini, Hanacaraka mungkin digunakan sebagai titik awal atau objek studi dalam proses interpretasi.

Jadi, secara sederhana, Dialektika Hermeneutis Hanacaraka adalah upaya untuk memahami makna yang lebih dalam dari teks atau konsep Jawa kuno (yang menggunakan aksara Hanacaraka) melalui proses dialog dan interpretasi yang mendalam. Contoh penerapannya yaitu :

  • Mempelajari kitab-kitab Jawa kuno dengan menggunakan pendekatan dialektika hermeneutika, kita dapat menggali makna simbol-simbol, cerita, dan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab-kitab tersebut.
  • Menganalisis karya sastra Jawa, dimana kita dapat memahami makna yang lebih dalam dari puisi, tembang, atau cerita rakyat Jawa dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan budaya.
  • Mempelajari filosofi Jawa dengan konsep ini dapat membantu kita memahami pemikiran para filsuf Jawa seperti Ki Hajar Dewantara atau Raden Ngabehi Ranggawarsita.

Dialektika Hegelian adalah sebuah metode berpikir yang dikembangkan oleh filsuf Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Metode ini memandang dunia sebagai proses yang terus-menerus berubah dan berkembang melalui konflik dan penyatuan ide-ide yang bertentangan. Hegel percaya bahwa kebenaran bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang terus berkembang melalui dialektika ini.Proses dialektika Hegelian dapat divisualisasikan sebagai sebuah spiral yang terus berputar. Setelah sintesis tercapai, sintesis ini kemudian menjadi tesis baru yang akan melahirkan antitesis baru, dan seterusnya. Proses ini terus berulang, menghasilkan pemahaman yang semakin mendalam dan kompleks tentang dunia. Misalnya, tesis adalah semua manusia sama. Antitesisnya adalah semua manusia berbeda. Sintesis dari kedua pernyataan ini bisa menjadi semua manusia pada dasarnya sama, tetapi memiliki perbedaan individu yang unik. Sintesis ini kemudian menjadi tesis baru yang dapat melahirkan antitesis dan sintesis baru lagi. Dialektika Hegelian memiliki pengaruh yang luas dalam berbagai bidang, seperti filsafat, sejarah, sosiologi, dan bahkan ilmu alam. Konsep ini sering digunakan untuk menganalisis perubahan sosial, perkembangan sejarah, dan evolusi ide-ide.

Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo
Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo

Apa yang Membedakan Hermeneutika Hanacaraka?

Konsep hermeneutika Hanacaraka merupakan sebuah pendekatan interpretasi yang unik, khususnya dalam konteks kajian teks-teks Jawa Kuno. Hanacaraka sendiri merujuk pada abjad atau aksara Jawa Kuno, sementara hermeneutika adalah teori dan metode interpretasi teks.

  • Konteks Budaya yang Kuat

Teks-teks Jawa Kuno sarat dengan simbolisme, kiasan, dan konteks budaya yang spesifik. Hermeneutika Hanacaraka berusaha memahami makna teks-teks ini dalam konteks budaya aslinya, bukan hanya secara literal.

  • Pentingnya Bahasa Kuno

Pemahaman mendalam terhadap bahasa Jawa Kuno, termasuk nuansa makna kata, tata bahasa, dan gaya bahasa, sangat krusial dalam interpretasi.

  • Peran Nilai-Nilai Lokal

Nilai-nilai, kepercayaan, dan filosofi Jawa Kuno memainkan peran penting dalam memahami makna teks. Interpretasi harus mempertimbangkan bagaimana nilai-nilai ini tercermin dalam teks.

  • Dialektika dalam Interpretasi

Sama seperti dialektika Hegelian, hermeneutika Hanacaraka melibatkan proses dialog antara teks, pembaca, dan konteks. Makna teks tidak statis, melainkan terus berkembang seiring dengan perubahan pemahaman pembaca.

Dalam menginterpretasi sebuah kakawin (puisi Jawa Kuno), seorang peneliti tidak hanya akan melihat makna kata per kata, tetapi juga akan memperhatikan simbol-simbol alam yang digunakan, seperti gunung, laut, atau bunga. Simbol-simbol ini seringkali memiliki makna yang lebih dalam dan terkait dengan konsep-konsep filosofis Jawa.

Apakah yang Dimaksud dengan Prosedur Audit Pajak?

Audit pajak perlu dilakukan dalam rangka mengetahui Tingkat kepatuhan wajib pajak. Sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP No. 7 Tahun 2021, audit atau pemeriksaan pajak dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak atas kewajiban perpajakannya seperti penyetoran pajak, pelaporan dan pemenuhan kawajiban perpajakan lainnya. Berdasarkan PER-23/PJ/2013 tentang standar pemeriksaan yang engatur bagaimana pemeriksaan pajak harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan pajak dilakukan secara objektif, profesional, dan konsisten dengan standar yang telah ditetapkan. Pemeriksaan pajak didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan perpajakan. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti menguji kepatuhan, mengumpulkan data, atau tujuan lain yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan perpajakan. Peraturan ini menetapkan standar umum dan standar pelaksanaan pemeriksaan. Standar umum meliputi independensi, objektivitas, dan profesionalisme pemeriksa, sedangkan standar pelaksanaan mengatur bagaimana pemeriksaan harus dilakukan, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaporan. Peraturan ini memberikan ruang bagi petugas pajak untuk menggunakan berbagai metode dan teknik pemeriksaan, seperti pengujian dokumen, wawancara, dan analisis data. Hasil pemeriksaan harus dituangkan dalam laporan pemeriksaan yang berisi temuan-temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.

Why ?

Mengapa Dialektika Hermeneutis Hanacaraka Diperlukan dalam  Prosedur Audit Pajak ?

Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo
Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo

Dialektika hermeneutik Hanacaraka mengajak kita untuk melihat proses audit pajak sebagai sebuah dialog antara pemeriksa dan data yang kompleks. Pemeriksa tidak hanya mengumpulkan data, tetapi juga menginterpretasikan, menganalisis, dan menyusun makna dari data tersebut. Data pajak seringkali tidak lengkap, ambigu, atau bahkan kontradiktif. Dialektika hermeneutik membantu pemeriksa untuk menggali makna di balik data yang kompleks ini. Tidak ada satu interpretasi yang benar mutlak terhadap data pajak. Pemeriksa perlu mempertimbangkan berbagai perspektif dan konteks untuk mencapai pemahaman yang komprehensif. udit pajak adalah proses yang dinamis. Pemeriksa perlu terus menyesuaikan interpretasi mereka seiring dengan munculnya informasi baru. Dalam konteks Indonesia, budaya Jawa dengan filosofi Hanacaraka memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cara pandang dan perilaku masyarakat, termasuk dalam konteks bisnis dan perpajakan.

Hanacaraka dalam Prosedur Audit Pajak 

Konsep Hanacaraka, huruf pertama dalam abjad Jawa yang mengandung makna mendalam tentang proses penciptaan dan pengetahuan, dapat diaplikasikan dalam konteks audit pajak.  Filsuf Jawa melihat Hanacaraka sebagai simbol dari proses penemuan kebenaran melalui dialog, perenungan, dan pemahaman yang mendalam.

  • Proses Penemuan Kebenaran

Audit pajak adalah sebuah dialog antara pemeriksa pajak dan wajib pajak. Melalui dialog ini, diharapkan dapat ditemukan kebenaran mengenai kewajiban pajak yang sebenarnya. Pemeriksa pajak harus merenungkan data-data yang diperoleh, menganalisisnya, dan mencari makna di balik angka-angka. Pemeriksa tidak hanya mencari kesalahan atau ketidaksesuaian, tetapi juga berusaha memahami latar belakang dan alasan di balik setiap transaksi.

  • Kesatuan dan Keragaman

Semua data pajak yang diperoleh harus dilihat sebagai bagian dari suatu kesatuan yang saling terkait. Di balik kesatuan tersebut, terdapat keragaman data yang perlu diidentifikasi dan dianalisis secara cermat.

  • Proses Dinamis

Audit pajak adalah proses yang terus berkembang. Pemeriksa harus siap untuk menyesuaikan pemahamannya seiring dengan munculnya informasi baru.

Misalnya, seorang pemeriksa menemukan perbedaan yang signifikan antara laporan keuangan wajib pajak dengan data transaksi bank. Pemeriksa kemudian akan berusaha untuk memahami penyebab perbedaan tersebut dengan menggali lebih dalam informasi terkait, seperti dokumen pendukung, wawancara dengan pihak manajemen, atau bahkan melakukan pemeriksaan fisik.

Data Sawala dalam Prosedur Audit Pajak

Dalam konteks audit pajak, data sawala dapat diartikan sebagai seluruh informasi, baik formal maupun informal, yang diperoleh melalui interaksi langsung antara pemeriksa pajak dan wajib pajak. Informasi ini bisa berupa data tertulis (dokumen, laporan), data lisan (wawancara, diskusi), ataupun observasi langsung terhadap kegiatan operasional wajib pajak. Data sawala memiliki peran yang sangat krusial dalam audit pajak karena beberapa alasan, yaitu :

  • Mendapatkan Pemahaman yang Lebih Mendalam

Melalui interaksi langsung, pemeriksa dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang bisnis wajib pajak, termasuk struktur organisasi, proses bisnis, dan sistem pengendalian internal. Pemahaman yang komprehensif ini akan membantu pemeriksa dalam mengidentifikasi area-area yang berpotensi menimbulkan risiko pajak.

  • Mengkonfirmasi Informasi

Data sawala dapat digunakan untuk mengkonfirmasi informasi yang diperoleh dari sumber lain, seperti laporan keuangan atau dokumen pendukung.

  • Mengidentifikasi Isu yang Tidak Terdokumentasi

informasi penting terkait dengan kewajiban pajak tidak terdokumentasi secara formal. Melalui data sawala, pemeriksa dapat mengidentifikasi isu-isu yang mungkin terlewatkan jika hanya berfokus pada data tertulis.

  • Membangun Hubungan yang Baik

Interaksi yang baik dengan wajib pajak dapat membangun hubungan yang saling percaya, sehingga proses audit dapat berjalan lebih lancar dan efektif.

Misalnya, dalam melakukan audit terhadap sebuah perusahaan manufaktur, pemeriksa pajak dapat melakukan wawancara dengan kepala produksi untuk memahami proses produksi dan identifikasi biaya produksi. Informasi ini kemudian dapat digunakan untuk memverifikasi akurasi data yang tercantum dalam laporan keuangan.

Padha Jayanya dalam Prosedur Audit Pajak

Konsep padha jayanya yang dalam bahasa Jawa berarti sama-sama menang atau sama-sama kuat memiliki implikasi yang sangat menarik dalam konteks audit pajak. Jika kita melihat audit pajak tidak semata-mata sebagai proses pengawasan dan penindakan, melainkan sebagai upaya bersama antara pemerintah (dalam hal ini, petugas pajak) dan wajib pajak untuk mencapai kepatuhan perpajakan yang optimal, maka konsep padha jayanya menjadi sangat relevan. Audit pajak seharusnya dilihat sebagai sebuah kemitraan, bukan permusuhan. Ketika kedua belah pihak bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu kepatuhan pajak, maka hasil yang diperoleh akan lebih baik. Dengan saling bekerja sama, pemerintah dan wajib pajak dapat memanfaatkan sumber daya dan keahlian masing-masing secara lebih efektif. Proses audit akan menjadi lebih efisien jika kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama dan saling terbuka. Jika wajib pajak merasa diperlakukan secara adil dan transparan, mereka akan lebih termotivasi untuk memenuhi kewajiban pajaknya secara sukarela. Implementasi Konsep Padha Jayanya dalam Praktik Audit, yaitu :

  • Komunikasi yang terbuka, baik pemeriksa pajak maupun wajib pajak perlu berkomunikasi secara terbuka dan jujur.
  • Kedua belah pihak harus saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing.
  • Alih-alih mencari kesalahan, fokuslah pada solusi untuk memperbaiki ketidaksesuaian yang ditemukan.
  • Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada prinsip keadilan dan objektivitas.
  • Proses audit harus dilakukan secara transparan, sehingga wajib pajak dapat memahami alasan di balik setiap temuan.

Misalnya, dalam kasus ditemukannya perbedaan antara laporan keuangan wajib pajak dengan data transaksi bank, pemeriksa pajak dapat mengajak wajib pajak untuk bersama-sama mencari penyebab perbedaan tersebut. Dengan bekerja sama, mereka dapat menemukan solusi yang terbaik untuk memperbaiki kesalahan yang ada.

Maga Bathanga dalam Prosedur Audit Pajak

Maga Bathanga adalah istilah Jawa yang secara harfiah berarti mati bersama. Dalam konteks yang lebih luas, istilah ini mengacu pada situasi di mana dua pihak atau lebih mengalami nasib yang sama, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Dalam konteks audit pajak, konsep ini bisa diinterpretasikan sebagai situasi di mana baik pemeriksa pajak maupun wajib pajak mengalami konsekuensi atas tindakan atau kelalaian masing-masing. Maga bathanga relevan dalam audit pajak, karena :

  • Baik pemeriksa pajak maupun wajib pajak memiliki tanggung jawab dalam memastikan kebenaran dan keakuratan data pajak. Jika terjadi kesalahan atau ketidaksesuaian, keduanya dapat terkena dampaknya.
  • Audit pajak seharusnya dilihat sebagai sebuah kemitraan, bukan permusuhan. Ketika kedua belah pihak bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu kepatuhan pajak, maka konsep "padha jayanya" (sama-sama menang) lebih relevan.
  • Jika kedua belah pihak saling menyalahkan dan tidak mau bekerja sama, maka proses audit akan menjadi tidak efisien dan berlarut-larut.

Implikasi negatif dari maga bathanga dalam audit pajak

Jika wajib pajak merasa bahwa mereka akan selalu disalahkan, mereka mungkin akan kurang proaktif dalam memberikan informasi yang benar dan lengkap. Suasana yang penuh saling curiga akan menghambat komunikasi yang efektif antara pemeriksa pajak dan wajib pajak. Konflik dan ketidaksepakatan dapat memperpanjang proses audit dan meningkatkan biaya.

Cara menghindari maga bathanga dalam audit pajak, yaitu :

  • Baik pemeriksa pajak maupun wajib pajak harus fokus pada solusi untuk memperbaiki masalah yang ada, bukan pada saling menyalahkan.
  • Proses audit harus dilakukan secara transparan, sehingga kedua belah pihak dapat memahami alasan di balik setiap keputusan.
  • Komunikasi yang terbuka dan jujur adalah kunci untuk membangun hubungan yang baik antara pemeriksa pajak dan wajib pajak.
  • Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada prinsip keadilan dan objektivitas.

Maga bathanga dalam konteks audit pajak menggambarkan sebuah situasi yang tidak ideal. Untuk mencapai tujuan audit pajak yang optimal, yaitu kepatuhan pajak yang tinggi, diperlukan pendekatan yang lebih kolaboratif dan saling menguntungkan. Dengan fokus pada solusi, transparansi, dan komunikasi yang efektif, kita dapat menghindari situasi maga bathanga dan membangun hubungan yang lebih baik antara pemerintah dan wajib pajak.

How ?

Bagaimana Penerapan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak?

Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo
Sumber : Hakekat Aksara Jawa, dokpri_Prof Apollo

Berdasarkan SE-65/PJ/2013 tentang pedoman penggunaan metode dan teknik pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Surat edaran ini memberikan pedoman bagi petugas pajak dalam melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak. Prosedur umum audit pajak, yaitu :

  • Tahap Persiapan 

Pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa berdasarkan analisis risiko dan program pemeriksaan.Melakukan pengumpulan informasi awal mengenai wajib pajak, seperti data SPT, laporan keuangan, dan informasi lainnya yang relevan. Menetapkan tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam pemeriksaan.

  • Tahap Pelaksaaan Pemeriksaan

Pemberitahuan Pemeriksaan kepada wajib pajak secara resmi tentang pelaksanaan pemeriksaan. Melakukan pengujian terhadap dokumen-dokumen yang relevan, seperti faktur pajak, nota, bukti pembayaran, dan lain-lain. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, seperti pengurus perusahaan, akuntan, atau karyawan. Mengunakan aplikasi atau sistem informasi untuk membantu dalam proses pemeriksaan. Menerapkan berbagai metode dan teknik pemeriksaan yang sesuai dengan SE-65/PJ/2013, seperti:

Pemanfaatan informasi internal dan/atau eksterna yang meliputi penggunaan data dari Ditjen Pajak sendiri atau dari pihak ketiga, pengujian keabsahan dokumen dengan emeriksa keaslian dan kebenaran dokumen, melakukan evaluasi dengan menilai kewajaran transaksi dan angka-angka dalam laporan keuangan, menganalisis hubungan antara berbagai angka dalam laporan keuangan, melacak asal-usul suatu angka dalam laporan keuangan, mencari bukti tambahan untuk mendukung temuan pemeriksaan, menguji hubungan antara transaksi yang satu dengan yang lain, dan menyesuaikan angka-angka yang tidak sesuai.

  • Tahap Penyusunan Laporan Pemeriksaan

Laporan pemeriksaan yang berisi temuan-temuan, perhitungan pajak yang kurang bayar, dan rekomendasi. Pembahasan dengan wajib pajak atas aporan pemeriksaan dibahas dengan wajib pajak untuk mendapatkan tanggapan.

  • Tahap Penagihan

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), jika ditemukan kekurangan pembayaran pajak, selanjutnya dilakukan penagihan pajak yang terutang sesuai dengan SKP.

Penerapan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka dalam Praktik Audit Pajak :

  • Tesis: Hipotesis Awal Pemeriksa

Pemeriksa memulai dengan membangun hipotesis awal tentang kondisi keuangan wajib pajak berdasarkan profil bisnis, industri, dan riwayat kepatuhan pajak sebelumnya. Misalnya, wajib pajak adalah perusahaan startup di bidang teknologi, hipotesis awal mungkin adalah adanya potensi pengurangan pajak atas penelitian dan pengembangan.

  • Antitesis: Temuan yang Bertentangan

Selama pemeriksaan, pemeriksa mungkin menemukan data yang tidak konsisten dengan hipotesis awal, seperti selisih yang signifikan antara laporan keuangan dan data transaksi bank. Wawancara dengan pihak-pihak terkait dapat menghasilkan informasi yang bertentangan dengan dokumen yang ada. Kondisi bisnis yang berubah secara signifikan dapat menyebabkan data yang sebelumnya konsisten menjadi tidak relevan. Misalnya, selama pemeriksaan ditemukan bahwa sebagian besar biaya penelitian dan pengembangan digunakan untuk kegiatan pemasaran.

  • Sintesis: Pemahaman yang Lebih Utuh

Pemeriksa menganalisis secara kritis baik tesis maupun antitesis untuk menemukan akar penyebab dari perbedaan tersebut. Pemeriksa melakukan konfirmasi dengan wajib pajak untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam. Berdasarkan hasil analisis, pemeriksa dapat menyesuaikan hipotesis awal atau bahkan membentuk hipotesis baru. Misalnya, emeriksa menyimpulkan bahwa hanya sebagian kecil dari biaya yang memenuhi syarat sebagai biaya penelitian dan pengembangan.

  • Iterasi: Proses yang Berkelanjutan

Pemeriksa dapat mengumpulkan data tambahan untuk mendukung analisis. Pemeriksa secara terus-menerus mengevaluasi temuan-temuan baru dan menyesuaikan pendekatannya. Proses audit bersifat dinamis, sehingga pemeriksa harus siap untuk mengubah arah jika ada informasi baru yang signifikan. Misalnya, Pemeriksa melakukan analisis lebih lanjut untuk mengidentifikasi jenis biaya penelitian dan pengembangan yang memenuhi syarat dan meminta dokumentasi tambahan dari wajib pajak.

Langkah-Langkah dalam Interpretasi Hermeneutika Hanacaraka:

  • Analisis Teks secara Literal

Tidak hanya memahami kata per kata, tetapi juga mendalami istilah-istilah teknis akuntansi dan perpajakan yang digunakan dalam laporan keuangan dan dokumen pajak. Menganalisis struktur laporan keuangan dengan memahami bagaimana laporan keuangan disusun dan hubungan antar komponennya.

  • Identifikasi Konteks

Memahami jenis bisnis, model bisnis, dan siklus bisnis wajib pajak. Memahami peraturan perpajakan yang berlaku, perubahan peraturan, dan interpretasi terbaru. Memahami kondisi ekonomi makro yang mempengaruhi kinerja bisnis wajib pajak.

  • Analisis Simbolisme dan Kiasan

Angka dan data dalam laporan keuangan seringkali memiliki makna simbolis, misalnya rasio keuangan tertentu dapat mengindikasikan adanya masalah. Transaksi yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan pola bisnis normal dapat menjadi indikasi adanya penyimpangan.

  • Memahami Nilai-Nilai yang Terkandung

Memahami nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan, seperti etika bisnis dan tata kelola perusahaan yang baik. Memahami nilai-nilai budaya yang mempengaruhi perilaku bisnis, misalnya budaya yang lebih mementingkan hubungan daripada aturan.

  • Membandingkan dengan Sumber Lain

Membandingkan kinerja keuangan wajib pajak dengan perusahaan sejenis di industri yang sama. Membandingkan data keuangan saat ini dengan data periode sebelumnya untuk melihat adanya tren atau perubahan yang signifikan. Membandingkan kesimpulan audit dengan opini yang diberikan oleh auditor independen.

  • Menarik Kesimpulan

Merumuskan temuan audit secara jelas dan didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Memberikan rekomendasi perbaikan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Menilai tingkat risiko yang terkait dengan setiap temuan.

Contoh penerapan misalnya, dalam melakukan audit pada UMKM di pedesaan, pemeriksa pajak dapat menggunakan bahasa lokal (bahasa Jawa) yang mudah dipahami oleh wajib pajak. Menyesuaikan jadwal audit agar tidak mengganggu musim tanam. Memberikan contoh kasus yang relevan dengan kondisi lokal untuk mempermudah pemahaman. Mengakui pengetahuan tradisional wajib pajak dalam pengelolaan keuangan. Dengan menerapkan pendekatan ini wajib pajak akan lebih kooperatif jika merasa dihargai dan dihormati, terjalin hubungan yang lebih baik antara petugas pajak dan wajib pajak, proses audit menjadi lebih lancar karena adanya kerjasama yang baik dan proses audit menjadi lebih transparan dan akuntabel.

Pemeriksa pajak menemukan perbedaan yang signifikan antara laporan keuangan wajib pajak dengan data transaksi bank. Pemeriksa kemudian akan berusaha untuk memahami penyebab perbedaan tersebut dengan menggali lebih dalam informasi terkait, seperti dokumen pendukung, wawancara dengan pihak manajemen, atau bahkan melakukan pemeriksaan fisik. Tafsir hermeneutik dalam konteks ini berarti bahwa pemeriksa tidak hanya mencari jawaban yang benar atau salah, tetapi juga berusaha untuk memahami makna di balik angka-angka dan dokumen. Pemeriksa harus mampu menempatkan diri pada posisi wajib pajak untuk memahami alasan di balik tindakan-tindakan yang dilakukan. Penerapan dialektika hermeneutik Hanacaraka dalam audit pajak dapat meningkatkan kualitas dan kedalaman analisis. Dengan memahami kompleksitas data pajak dan melibatkan aspek budaya dalam proses interpretasi, pemeriksa dapat menghasilkan laporan audit yang lebih akurat dan relevan.

Penerapan Dialektika Hermeneutik Hanacaraka dengan mengedepankan nilai pangkon dalam prosedur audit pajak merupakan pendekatan yang holistik dan berorientasi pada manusia. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada aspek teknis audit, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan budaya. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta iklim perpajakan yang lebih kondusif dan berkeadilan.

 

Refrerensi

Modul TB 1 : Hakekat Aksara Jawa, oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Hegel, G. W. F. (2007). Georg Wilhelm Friedrich Hegel: Lectures on the philosophy of spirit 1827-8 (Vol. 5). Oxford University Press, USA.

Susilo, C. D. I., & Indira, D. (2021). Filosofi Hanacaraka Bahasa Jawa Suatu Kajian Etnolinguistik. Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia, 30-34.

UU HPP No. 7 Tahun 2021, Hermonisasi Peraturan Perpajakan

SE-65/PJ/2013 Tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan

PER-23/PJ/2013 Tentang Standar Pemeriksaan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun