Makanan mempersatukan tiap individu, begitu kata orang bijak. Â Bagaimana makanan mempersatukannya? Salah satunya dengan menikmati makanan favorite bersama.
Inilah yang terjadi saat saya  menghadiri arisan bulanan ande-ande Kotolaweh (mande, dalam bahasa Minang, artinya: Ibu. Sedangkan  Kotolaweh merupakan sebuah desa di kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok,  Sumatera Barat). Arisan ini  digelar tiap 3 bulan sekali.
Pada Minggu, 15 Januari 2023, di rumah salah satu peserta arisan, sebanyak 30 orang disuguhi menu special, berupa lontong dengan sayur gulai tauco kacang buncis, tak lupa taburan kerupuk udangnya (lazimnya masyarakat Minang memakai kerupuk merah-red).
Bicara lontong atau ketupat sayur Padang, tentulah  orang se-Indonesia telah mengakui  kelezatannya. Namun  kali ini beda, lebih spesial, setidaknya  bagi kami kaum perantauan yang berasal dari Kotolaweh.Â
Dikatakan  spesial, karena lontong sayur ini seolah membawa semua orang kembali kemasa kecil saat di kampung halaman dulu.  Saya, meski  bisa  dihitung jari pulang kampung, ikut larut  dalam  kenangan dengan lontong sayur  yang dibuat oleh Uni Emi, sang empunya rumah.
Apa bedanya lontong sayur Uni Emi dan uni-uni  di grup arisan kami? Karena lontong sayur Uni Emi seketika mengingatkan  kami pada sang penjual lontong sayur semasa kecil dulu, yang tak lain adalah ibunda dari Uni Emi sendiri.
Ibu Maradi, kami memanggilnya. Seperti nama laki-laki dalam pendengaran telinga saya. Saya sendiri karena tidak lahir dan besar disana, sehingga  tidak tahu nama sebenarnya dari  wanita paruh baya berkaca mata dan  kerap mengenakan takuluak (penutup kepala khas perempuan Minang-red).
Hari ini, Uni Emi sengaja menyajikan menu lontong sayur  seperti buatan  sang bunda. Kekhasannya ada pada  lontong yang dibuat dengan cara yang unik.  Dimana mengubah beras menjadi bubur, lalu ditambahkan sedikit air kapur sirih untuk memberi sensasi rasa seperti telur rebus. Â
Setelah  beras hancur menjadi bubur, dituang pada wadah baskom untuk mempercepat proses pendinginan.  Setelah dingin  dengan sendirinya bubur akan membeku. Pada tahapan ini,  lontong  bisa  dipotong  menyerupai kotak kecil. Untuk penyajiannya, cukup ditata  di piring, kemudian dinikmati dengan  aneka  gulai berisikan irisan nangka, buncis, kacang panjang dll.
Kenikmatan lontong sayur Ibu Maradi kala itu memang  sangat tersohor. Saya sendiri  pada kesempatan diajak orang tua untuk pulang kampung saat  lebaran, tidak pernah melewatkannya.  Beberapa kali  selalu request pada nenek untuk dibelikan  lontong sayur Ibu Maradi.
Hari ini, semua orang seolah bernostalgia dengan lontong  sayur Ibu Maradi yang legend itu.
Tidak terkecuali saya, setiba di kediaman Uni Emi seketika mencari lontong sayurnya. Meski di meja makan juga  tersedia aneka makanan khas Minang , mulai dari rendang daging, kalio jariang (jengkol-red),  balado udang dll.Â
Saya lebih tertarik menikmati  sepiring lontong dengan  gulai tauco sayur buncis.  Perlahan, suapan demi suapan saya nikmati agar tidak  segera terlepas dari lontong  sayur nostalgic itu.
Tidak peduli kata orang ; 'resep boleh  sama, tapi kalau yang memasak berbeda orang, maka akan mempengaruhi rasa' (tidak akan sama  seratus persen sama).  Tidak ada yang salah dengan ungkapan tersebut. Namun, sekali lagi,  pada hari itu, semua orang larut dalam kenangannya sendiri-sendiri.
 "Tadi saya sengaja tidak  makan nasi, sudah merasa kenyang makan lontong. Lontong buatan Uni  Emi sama persis seperti buatan  Ibu Maradi. Lontongnya enak,  serasa makan  telur. Bana-bana lapeh taragak ( benar-benar lepas rasa kangen-red)," puji salah satu peserta arisan dalam Bahasa Minang khas Kotolaweh.
Maka tidaklah salah, apabila dikatakan  lontong sayur  Ibu Maradi adalah kenangan masa kecil yang indah bagi para perantau urang Kotolaweh.  Dimana, masa menikmatinya, kita  belum didera oleh persoalan hidup yang dialami oleh orang dewasa.
Sehingga  ketika beberapa bulan lalu, Uni Emi menawarkan  rumahnya untuk menggelar arisan,  semua warga  di WA Grup  menyetujuinya.
"Jika tidak keberatan bolehkah arisan pada awal tahun 2023 diadakan di rumah Uni? Â Beko (nanti) uni siapkan lontong sayur Ibu Maradi," begitu Uni Emi memberi iming-iming, Â kala itu.
Uni Emi pun menepati janjinya, senyum kebahagiaan  terus terkembang  menyambut tamu arisan yang datang ke kediamannya.
Tentu seperti yang lainnya, Uni Emi juga tengah mengenang sang bunda yang telah lama tutup usia.
Sebagai anak,  Uni Emi boleh berbangga karena sebagaimana kata orang bijak ;  gajah mati meninggalkan gading, manusia mati  meninggalkan nama baik. Seperti  nama Ibu Maradi yang selalu bernilai kebaikan. Karena  lontong sayur buatan beliau telah mempersatukan para ande  Kotolaweh, hari ini.  Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H