Keterbatasan fisik  membuat para disabilitas tidak leluasa mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. Sehingga  mereka membutuhkan  pihak yang dapat menjembatani untuk mengkomunikasikan skill yang dimiliki kepada perusahaan yang menerima tenaga kerja disabilitas.
Adanya ketentuan UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, di pasal 53 Â disebutkan, Â pemerintah memberi jaminan kepada penyandang disabilitas untuk mendapat kesempatan bekerja. Ketentuan ini menjadi angin segar bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Wajib bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mempekerjakan disabilitas dengan prosentase sebanyak 2 persen. Sementara perusahaan swasta juga  diwajibkan mempekerjakan paling sedikit 1 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja normal.
Namun, lantaran  UU tersebut masih terbilang baru  hingga saat  kini masih disosialisasikan secara bertahap. Sosialisasi diperlukan agar ke depan perusahaan- perusahaan dapat mempekerjakan para disabilitas.
Hasnita Taslim, seorang tuna daksa  melihat ini sebagai peluang baginya untuk mendirikan perusahaan rekruitmen kerja dari kalangan penyandang disabilitas.
Melalui bendera perusahaan PT Disabilitas Kerja Indonesia, Hasnita menjembatani perusahaan yang ingin mempekerjakan para disabilitas, seperti dirinya.
"Sampai saat ini  banyak perusahaan yang mau mempekerjakan para disabilitas, tapi mereka bingung mau mulai dari mana. Mereka konsultasikan ke perusahaan kami. Misalnya, ada perusahaan yang mau mempekerjakan disabilitas, mau skill yang bagaimana. Oh, mereka  butuh orang desain grafis atau yang mahir microsoft office. Oke  untuk desain grafis, talentnya tuna rungu, usianya 32 tahun. Perusahaan  kami yang mendesainkan jenis disabilitas yang cocok bekerja di perusahaan tersebut," tutur Hasnita Taslim, Founder PT Disabilitas Kerja Indonesia, pada acara Live IG Nina Nugroho Solution #akuberdaya, bertajuk 'Menjadi Disabilitas Berdaya' baru-baru ini, di Jakarta.
Tak hanya tuna rungu, Â disabilitas yang menggunakan kursi roda pun difasilitasi oleh perusahaan milik Hasnita.
"Awalnya banyak yang bertanya, nanti bagaimana kerjanya kalau pakai kursi roda
Jadi perusahaan kami yang mendesainkan strateginya. Sehingga  yang pakai kursi roda, pakai tongkat  atau tuna rungu bisa kerja di perusahaan-perusahaan, di bank- bank," lanjut wanita yang di usia 22 tahun mengalami kecelakaan  yang berakibat dirinya menjadi disabilitas.
Dikatakan Hasnita, dirinya  terlahir normal, tidak pernah terbetik sedikit pun jika dirinya akan menjadi cacat seumur hidup dan menyandang status sebagai disabilitas.
"Saya menjadi cacat setelah kecelakaan saat berlibur di Bali.
Aku terlindas truk, kakiku patah. Tulangnya ada yang hilang karena hancur, remuk
Sampai harus operasi sebanyak 5 kali untuk transplantasi kulit dan transplantasi tulang. Selama 4 bulan aku hanya  terbaring di tempat tidur di rumah sakit. Tidak sedikit pun kakiku menyentuh lantai,  aktivitasku hanya di tempat tidur," kenang Hasnita.
Ketika dinyatakan sembuh dan kembali ke rumah, Hasnita mulai belajar menerima keadaan dirinya sebagai disabilitas dengan menggunakan alat bantu kursi roda  untuk beraktivitas. Kakinya tak lagi dapat menopang bobot tubuhnya untuk berdiri dan berjalan.
Bersyukur dirinya mendapat dukungan yang begitu besar dari orang tuanya, terutama sang ibunda.
"Mama saya selalu bilang, sekarang ini lakukan saja sesuatu yang membuatmu bahagia. Kebetulan saya  hobi main biola, jadi saya lebih banyak menghabiskan waktu di studio untuk berlatih  biola. Tapi lama kelamaan, saya juga ingin berinteraksi dengan dunia luar. Apalagi setelah saya  bisa berdamai dengan keadaan. Akhirnya saya pergi ke mall, dengan menggunakan 2 tongkat. Tapi ternyata waktu keluar rumah, semua mata memandang. Rasanya saya  ingin bilang, please, jangan pandang saya, saya sama saja dengan kalian," urai Hasnita, lagi.
Sementara itu Desainer Nina Nugroho yang menjadi host untuk acara live IG yang digelar  setiap Jumat mulai jam 16.30-17.30 WIB itu tergelitik menanyakan hal-hal yang menjadi penghambat para disabilitas untuk mencapai keberdayaan diri.
Menurut Hasnita, semua itu tidak terlepas  dari bagaimana para disabilitas membangun mental positif serta besarnya  dukungan dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga.
 Di indonesia ada 20 juta penyandang disabilitas, namun hanya sekitar 19 persen yang bisa kuliah, 18 persen tamat SMA dan  sisanya 63 persen lulusan SMP dan SD. Kebanyakan yang tidak melek pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi berada di kawasan pedesaan.
"Penyandang disabilitas itu yang terpenting adalah  punya pemikiran yang positif. Sehingga dia nggak malu keluar rumah,  cari-cari kerja. Nah pemikiran positif itu pertama-tama didapat dari dalam lingkungan rumah dulu. Kalau itu sudah ada, maka dia akan mudah cari kerja. Karena pemerintah sudah menyediakan lapangan kerja. Kami  sebagai perusahaan rekruitmen juga memfasilitasi. Bahkan penyandang  yang tamatan SMP pun  bisa cari kerja, dengan gaji UMK. Karena klien kami mulai dari tambang, bank, perkantoran  sampai kawasan industri di Cikarang. Jadi untuk lulusan SMP saja yang nggak punya keahlian, nggak bisa computer, dia cuma bisa kerja kasar,  kita tempatkan dia kerja jadi gardener. Gajinya  bisa Rp4,7 juta,  tunjangan savety, asuransi kesehatan dan jamsostek. Jadi yang paling penting itu adalah support positif dari keluarganya dulu. Kalau keluarga sudah mengucilkan, penyandang disabilitas susah punya semangat," pungkas Hasnita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H