Mohon tunggu...
Dewi Arimbi
Dewi Arimbi Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations - UPN "Veteran" Yogyakarta

International Relations Issue Culinary Treveling Life Style

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penolakan Pengungsi Rohingya di Aceh : Bagaimana Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Pengungsi Rohingya?

3 Desember 2023   12:31 Diperbarui: 5 Desember 2023   07:12 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif dimana implementasi arah kebijakannya bebas tanpa memihak salah satu blok dan turut aktif dalam perdamaian dunia. Tentunya dengan arah politik luar negeri tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk membentuk kebijakan luar negeri yang konsisten dalam berbagai isu internasional. Contohnya adalah terhadap isu Human Trafficking yang dalam artikel ini dibahas tentang penolakan terhadap pengungsi Rohingya.

Baru baru ini banyak aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh penduduk di Aceh sebagai upaya penolakan terhadap kedatangan pengungsi Rohingya yang semakin meningkat. Pada 16 November yang lalu terdapat kapal pengungsi dengan jumlah sekitar 250 penumpang yang hendak berlabuh di Desa Ule Madon, Aceh dan warga memberikan makanan, minuman serta meminta mereka kembali karena warga memang tidak menerima pengungsi. Aksi ini dilakukan karena keresahan warga Aceh terhadap perilaku pengungsi yang seringkali kabur dari pengungsian hingga tidak mematuhi tata tertib masyarakat setempat dan sering berbuat onar. Sejauh ini United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) masih belum bisa memberikan kepastian terhadap tempat tinggal sementara bagi mereka sehingga sampai saat ini masih ada kapal pengungsi yang berlayar di sekitar perairan Aceh Utara. 

Pemerintah Indonesia sebelumnya telah melihat urgensi terhadap kebijakan luar negeri yang harus segera ditetapkan terkait pengungsi Rohingya karena membludaknya kedatangan pengungsi juga pernah terjadi pada tahun 2015 di Aceh. Di tahun yang sama urgensi ini juga sampaikan oleh pemerintah Malaysia dan Thailand karena bertambahnya pengsungsi di wilayah mereka. Akhirnya Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Thailand mengadakan Joint statement: Ministerial meeting on irregular movement of people in Southeast Asia yang menghasilkan 4 komitmen. Ketiga negara berkomitmen untuk mendorong penyelesaian akar masalah dari perpindahan etnis Rohingya ini, memberikan asistensi kemanusiaan untuk etnis Rohingya, mendorong terbentuknya kerjasama internasional untuk menyelesaikan permasalahan ini, dan mendorong mekanisme penyelesaian masalah dari ASEAN. Akhirnya, sejak tahun 2015 Indonesia membuka wilayahnya untuk menjadi tempat tinggal sementara bagi pengungsi Rohingya. 

Dalam perkembangannya hingga 2016, Indonesia turut memberikan bantuan untuk para pengungsi melalui Peraturan Presiden (PerPres) no 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri. Bantuan terhadap pengungsi Rohingya juga turut diberikan oleh Indonesia di tengah pandemi Covid - 19 dan masih membuka suaka sementara bagi para pengungsi yang datang. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang membuka diri terhadap kedatangan para pengungsi karena melihat kondisi tekanan, dan berlayar ke berbagai wilayah tanpa kepastian keamanan yang dialami oleh pengungsi. 

Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia terkait Pengungsi Rohingnya juga turut didorong oleh beberapa faktor eksternal yaitu tekanan dari internasional karena posisi Indonesia yang cukup dominan dari ASEAN dan di Dewan Keamanan PBB yang diharapkan turut mampu memberikan kontribusinya terhadap perdamaian dunia, selayaknya arah politik luar Indonesia yang bebas dan aktif.

Selain dari faktor eksternal, arah kebijakan luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor internal antara lain kultur dan sejarah, opini publik dan media dan sistem politik.  Indonesia dan etnis Rohingya memiliki kesamaan, mereka menganut agama Islam. Agama dapat dikatakan sebagai faktor dari kultur karena merupakan bagian dari identitas seseorang. Oleh karena kesamaan identitas politik ini meningkatkan solidaritas antar keduanya. Hal ini terbukti dengan keterlibatan organisasi Muslim seperti Dompet Dhuafa, Aksi Cepat Tanggap, Al-Imdaad, dan PKPU (Pos Kemanusiaan Peduli Umat) sebagai organisasi pertama yang mengirimkan bantuan ke Myanmar.

Meskipun dari latar belakang arah kebijakan luar negeri tersebut, pemerintah Indonesia harus tetap memperhatikan keamanan dan stabilitas nasional karena kedatangan pengungsi Rohingya yang kian lama semakin membludak dan menimbulkan isu isu keamanan terhadap masyarakat lokal di Wilayah Aceh khususnya. Melonjaknya pengungsi yang datang ke Aceh ini didorong oleh kondisi di tempat pengungsian sebelumnya yaitu du Cox's Bazaar, Bangladesh yang semakin memburuk. Tercatat pada 14 November, ada 194 pengungsi yang datang dan terdiri dari 40 pria dewasa dan 49 wanita dewasa serta 105 anak-anak, tiba di Kabupaten Pidie, Aceh.

Dan rombongan pengungsi kembali datang pada 15 November  yaitu 147 orang dengan rincian 30 pria dewasa, 38 wanita dewasa serta 79 anak-anak, datang ke Pidie. Hingga 19 November 2023, kabupaten itu kembali didatangi 232 etnis Rohingya dengan rincian 67 pria dewasa, 87 wanita dewasa dan 78 anak-anak. Pada hari yang sama, pengungsi Rohingya juga mendarat di Kabupaten Bireuen sebanyak 256 orang, di antaranya 62 pria dewasa, 69 wanita dewasa serta 125 anak-anak. Tak hanya itu, sebanyak 36 imigran Rohingya dengan rincian 7 pria dewasa, 7 wanita dewasa serta 22 anak-anak juga ditemukan di Aceh Timur dalam sebuah truk kuning.

Terakhir, pada Selasa 21 November 2023, etnis Rohingya kembali mendarat di Aceh, kali ini di wilayah Ujong Kareung, Kota Sabang sebanyak 219 orang. Terdiri dari 72 pria dewasa, 91 wanita dewasa dan 57 anak-anak. Secara keseluruhan 1.084 pengungsi Rohingya itu terdiri dari pria dewasa 278, perempuan 341 dan 465 anak-anak. Tentunya semakin bertanbahnya jumlah pengungsi Rohingya akan berdampak terhadap kehidupan sosial hingga ekonomi masyarakat lokal yang ada di wilayah pesisir Aceh karena tidak langsung masyarakat juga turut membagikan wilayah, pangan dan hidup berdampingan dengan para pengungsi.

Sebagaimana mestinya arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, namun pemerintah Indonesia juga harus bersikap tegas terhadap penolakan pengungsi Rohingya yang semakin membludak. Kondisi ini juga mendorong masyarakat lokal khususnya di wilayah Aceh mendorong pemerintah untuk kembali menimbang kebijakan luar negeri Indonesia agar dapat diperketat kembali terhadap kedatangan pengungsi Rohingya melihat kondisi yang ada di wilayah pengungsian di Aceh yang semakin terancam dengan kedatangan mereka karena mengganggu kenyamanan warga lokal. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun