Mohon tunggu...
Dewi Arimbi
Dewi Arimbi Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations - UPN "Veteran" Yogyakarta

International Relations Issue Culinary Treveling Life Style

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal: ASEAN's Ambiguous Role in Resolving South China Sea Disputes

4 Juni 2023   12:37 Diperbarui: 4 Juni 2023   12:43 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnal Asean's Ambiguous Role In Resolving South China Sea Disputes  ditulis oleh Michael York, dan merupakan Indonesian Journal of international Law. Dalam jurnal ini akan fokus pada pembahasan sengketa Laut Cina Selatan dan peran ASEAN di dalamnya.

Wilayah Asia merupakan kawasan yang memiliki potensi dalam pertumbuhan ekonomi, politik, dan sosial. Namun dalam perkembangannya, pasti setiap Negara memiliki kepentingannya sendiri dan selalu berupaya memenuhi hal tersebut. Peristiwa tersebut dapat dilihat dari munculnya sengketa teritorial Laut Cina Selatan yang dalam penyelesaiannya tentu memiliki keterkaitan dengan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Asosiasi ini terbentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan tujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi, menjaga keamanan  regional dan mendorong kerjasama antar Negara di Asia, dalam bidang Politik Keamanan ASEAN berkomitmen membangun komunitas kohesif, terintegrasi, bertanggung jawab dan berorientasi pada rakyat. Oleh sebab itu melalui ASEAN terdapat kontribusi perkembangan atas norma Internasional, maka ASEAN memiliki peran dalam proses ketegangan dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan.

Dalam kerjasama penyelesaian konflik tentunya tidak dapat berjalan mulus sepenuhnya, hal ini ditunjukkan ketika Al Jazeera melaporkan pada 13 Juli 2012, Menteri Luar Negeri Filipina keluar dari KTT ASEAN di Phnom Penh karena perselisihan antara Scarborough, pulau-pulau lepas pantai Filipina yang diakui dan diklaim oleh China dan Taiwan. Hal tersebut berpotensi menghambat dalam proses kerjasama negara ASEAN dan proses mediasi penyelesaian konflik. Untuk menjaga keamanan di wilayah Asia maka berjalanlah forum ASEAN +3, namun tuntutan terkait sengketa Laut Cina Selatan tidak ditanggapi dan tidak ada pernyataan yang dikeluarkan untuk mengklarifikasi kebijakan yang diadopsi oleh ASEAN untuk menangani sengketa tersebut.

Oleh pemerintah China terdapat kebijakan mengenai klaim atas wilayah yang luas di Laut China Selatan dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Pemerintah China pada tahun 1947. Dalam kondisi ini, Negara kawasan selalu berupaya untuk menjaga perdamaian dan keamanan melalui mekanisme hukum internasional yang terdapat dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), pasal 3. Seiring berjalannya waktu, ASEAn cukup berperan baik dan mampu menjaga perdamaian antar negara meskipun tidak ada organisasi formal untuk kerja sama keamanan dan militer di kawasan Asia Tenggara dan Asia Utara. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi oleh negara negara berdaulat yang bersangkutan secara langsung juga merupakan kesepakatan antara China dan negara-negara ASEAN sebagaimana diatur dalam Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea

Selama terjadinya sengketa, China berkomitmen bekerja dengan ASEAN dalam semua aspek hubungan negara, namun kembali terjadi kendala ketika  oleh China yang bertindak untuk mengeksploitasi secara ekonomi wilayah yang diklaim oleh Vietnam melalui upaya pembangunan anjungan minyak China oleh Perusahaan China HYSY 981 Drilling. Dan peristiwa  penolakan China terhadap  Rencana Tiga Langkah Pemerintah Filipina untuk mengurangi ketegangan yang sedang berlangsung di kawasan menyusul sejumlah perselisihan antara kapal Penjaga Pantai China dan Filipina.

Sebagai penerapan Kode etik dalam penyelesaian sengketa, ditetapkan  pada 20 Juli 2012, ASEAN merilis Prinsip Enam Poin ASEAN di Laut Cina Selatan. Ini mencakup enam poin berikut:

1) Implementasi penuh Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (2002);

2) Pedoman Pelaksanaan Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (2011);

3) Kesimpulan awal dari Kode Etik Daerah di Selatan Laut Cina;

4) Penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip Hukum Internasional yang diakui secara universal, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS);

5) Latihan pengendalian diri yang berkelanjutan dan tidak menggunakan kekuatan oleh semua Para Pihak; dan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun