Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Malu Bertanya Sesat di Jalan, Kebanyakan Nanya Tanda Orang Malas Berpikir

12 Juni 2024   12:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   12:06 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sering kali salah menilai akar masalah yang terjadi terhadap warganya. Setidaknya ada dua kasus yang jelas-jelas dikomentari dengan penjelasan yang keliru oleh pemerintah.

Kasus pertama berkaitan dengan kasus pembakaran suami oleh istri yang sama-sama berprofesi sebagai polisi. Akar masalahnya, berasal dari sang suami yang menurut penyidik terjerat judi online sehingga merusak rumah tangga.

Wajar sang istri marah karena uang yang seyogyanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, malah hampir habis digunakan untuk judi online. 

Masalah semakin kompleks karena si istri baru saja melahirkan anak kembar. Ditambah lagi ada satu anak sebelumnya. 

Di saat si istri sibuk memulihkan kondisi fisik dan mentalnya, malah diserang secara bertubi-tubi dengan kelakuan suaminya. Tidak heran bila nanti ada diagnosa si istri ini terkena baby blues.

Yang mengesalkan, ketika Mentri Komunikasi dan Informasi yang diminta komentarnya oleh DPR tentang kasus itu, sambil cengengesan malah menyebutkan kengeriannya terhadap istri yang sedang marah.

Akar masalahnya yang berkaitan dengan kementerian dia bukan seperti itu. Ada masalah yang berkaitan dengan tupoksinya yang seharusnya segera diselesaikan, yakni soal judi online. 

Mereka, pasangan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi penegak hukum memberantas judi online malah terlibat judi online. Apalagi sekelas rakyat menengah ke bawah yang menyambung hidup dari pendapatan pas-pasan. 

Berhenti berkomentar layaknya juru bicara istana. Buatlah kebijakan yang menyulitkan warga mengakses judi online.

Kedua, perkara Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang buat saya, masih belum tuntas. Ditunda, bukan berarti dihentikan. Dipatok tahun 2027, bukan tidak mungkin tiba-tiba diberlakukan dalam waktu dekat dengan alasan sudah dilakukan sosialisasi massif. 

Selama ini, pemerintah dan DPR selaku pembuat Undang-undang tidak pernah meletakkan publik sebagai subjek, tapi objek. Publik tidak perlu tahu apa yang sedang dirancang dan dibahas oleh pemerintah. Tapi patuhi dan taati aturan yang nanti disahkan. 

Soal Tapera, yang katanya rakyat membutuhkan rumah, yang ternyata akan disediakan dengan bantuan rakyat yang lain. Ke mana pemerintah? Eh, malah menjadi operator yang mengelola uang rakyat. Sudah demikian, dibayar pula jasanya dari uang rakyat. Miris. 

Tidak ada rumah murah, tidak ada lahan untuk membuat rumah, tidak ada rumah yang terjangkau yang letaknya dekat dengan sumber pendapatan mereka. 

Banyak dari mereka yang bekerja di pusat kota, tapi memiliki rumah di pinggiran, perbatasan kota, bahkan di kota lain, karena itu harga yang terjangkau bagi mereka. Dimana pemerintah?

Ada aturan yang menyebut, pengembang perumahan mewah wajib membangun hunian layak yang murah. Mereka sanggup dari segi finansial. Tapi kemudian muncul pertanyaan, mana lahannya?

Rumah yang murah dan lahan perumahan yang mudah diakses itu solusi untuk perumahan rakyat. Tidak perlu memaksa rakyat untuk menabung biar rumah terbeli. Mereka paham untuk itu. Meski kenyataannya, penghasilan mereka harus tarik-menarik antara satu kebutuhan dengan kebutuhan lain.

Lalu bagaimana agar tidak lagi keliru? Malu bertanya sesat di jalan. Bertanyalah, kemudian pikirkan rancangan kebijakannya berdasarkan jawaban dari orang yang ditanya. 

Pemerintah dan DPR tidak perlu malu bertanya, karena tidak akan dianggap sebagai orang yang bodoh. Tapi jawaban dari pertanyaan mereka akan memperkaya kebijakan mereka menjadi hal yang bijak bagi semua orang.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun