Selama ini, pemerintah dan DPR selaku pembuat Undang-undang tidak pernah meletakkan publik sebagai subjek, tapi objek. Publik tidak perlu tahu apa yang sedang dirancang dan dibahas oleh pemerintah. Tapi patuhi dan taati aturan yang nanti disahkan.Â
Soal Tapera, yang katanya rakyat membutuhkan rumah, yang ternyata akan disediakan dengan bantuan rakyat yang lain. Ke mana pemerintah? Eh, malah menjadi operator yang mengelola uang rakyat. Sudah demikian, dibayar pula jasanya dari uang rakyat. Miris.Â
Tidak ada rumah murah, tidak ada lahan untuk membuat rumah, tidak ada rumah yang terjangkau yang letaknya dekat dengan sumber pendapatan mereka.Â
Banyak dari mereka yang bekerja di pusat kota, tapi memiliki rumah di pinggiran, perbatasan kota, bahkan di kota lain, karena itu harga yang terjangkau bagi mereka. Dimana pemerintah?
Ada aturan yang menyebut, pengembang perumahan mewah wajib membangun hunian layak yang murah. Mereka sanggup dari segi finansial. Tapi kemudian muncul pertanyaan, mana lahannya?
Rumah yang murah dan lahan perumahan yang mudah diakses itu solusi untuk perumahan rakyat. Tidak perlu memaksa rakyat untuk menabung biar rumah terbeli. Mereka paham untuk itu. Meski kenyataannya, penghasilan mereka harus tarik-menarik antara satu kebutuhan dengan kebutuhan lain.
Lalu bagaimana agar tidak lagi keliru? Malu bertanya sesat di jalan. Bertanyalah, kemudian pikirkan rancangan kebijakannya berdasarkan jawaban dari orang yang ditanya.Â
Pemerintah dan DPR tidak perlu malu bertanya, karena tidak akan dianggap sebagai orang yang bodoh. Tapi jawaban dari pertanyaan mereka akan memperkaya kebijakan mereka menjadi hal yang bijak bagi semua orang.(*)