Mari kita perlakukan tulisan ini hanya sebagai memori saya tentang tulisan-tulisan yang pernah saya baca, atau tentang drama yang pernah saya tonton.
cerita emosional tentang seseorang yang harus bertahan dalam pengkhianatan. Pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai keadaan sentimental yang tidak pernah terungkapkan.
Bagaimana merawat orang yang selalu mencari perhatian seakan kurang kasih sayang?
Bagaimana memperlakukan orang yang berkata dia adalah pendamping namun selalu bersikap menyerong, bukankah dia layak dibilang penyerong bukan pendamping? karena selayaknya pendamping adalah berada di samping, berjalan beriring.
Bagaimana seseorang harus memaklumi dan diam pada situasi sama yang berulang, entah untuk apa dan untuk siapa sebenarnya kita harus bertahan.
Bagaimana seseorang diperlakukan seperti penjahat dan bagaimana penjahat aslinya berkeliaran dengan bebas ...
Bagaimana seorang berkhianat yang harusnya jahat jadi terlihat seperti penyelamat ...
Saya tidak ingin berbicara kaum wanita karena akan dianggap itu bagian dari hormon kewanitaan, hormon kehamilan. Bisa jadi sebagian para pria itu berkata wanita hanya mendramatisir. Jika ada pria seperti itu mungkin dia sedang berperan menjadai sutradara yang menyunting film-film nya.
Ketika kaum pria berada di keadaan sama dengan pertanyaan batin para wanita yang mungkin sedang teraniaya, apakah akan mampu menahan dengan cara yang sama ? saya rasa belum tentu demikian . Jadi secara umum saya berbicara tentang korban buka tentang gender.
Jika anda bingung tulisan ini mengarah kemana ... sepertinya kita serupa ..
Maaf, tapi sejujurnya saya tidak tahu ingin menulis apa pada intinya ... ?
jika tadi hanya bagaimana ,,, sekarang saya ingin menulis "benarkah"
Benarkah hukum Undang undang dan ratusan pasal itu ada untuk melindungi korban ?
Benarkah mereka yang mngerti akan kebal dengan pengetahuannya ?
Benarkah logika hukum itu dijalankan sesuai peran dan keyakinan ??
Benarkah kebenaran itu benar adanya ?
Benarkah keadilan itu adil yang benar?
jika melihat pertannyaan-pertanyaan di atas, sepertinya Benar, tapi mungkin juga tidak. Karena hukum hanyalah hukum. Efesiensi hukum akan bekerja bagaimana logika pemerannya. Bagaimana yang menjalankannya.
Melihat kasus-kasus pernikahan, yang katanya Undang undang pernikahan dibuat sebagai hukum untuk menjaga stabilisasi pernikahan kadang disalahgunakan untuk menutupmata pada kesalahan dan pengkhianatan. Bagaimana pernikahan yang dibentuk karena cinta yang mungkin hanya indah pada 0-18 bulan pertama dapat diikat dengan hukum yang terikat pada logika bukan pada rasa? Tentusaja semua kembali pada keyakinan yang menjalankan.
Membaca kasus-kasus pidana atau perdata di artikel-artikel internet,ternyata hukum tidak bisa melindungi para korban dan tidak menjamin tidak akan muncul korban dengan kasus serupa. Ambil kasus KDRT atau Pemerkosaan, apakah setelah vonis dijatuhkan penderitaan korban akan berakhir ? tidak ,, apakah hidup korban akan kembali seperti sebelum tersakiti ? tidak ... kebanyakan tapi tidak semua para korban memilih hancur karena tenggelam dengan rasa sakitnya. Begitulah Hukum hanya tentang pembuktian, bukan tentang para korban. Pada akhirnya sebagian orang yang menjadi korban lebih percaya hukum karma daripada hukum negara.
Ini hanya sebuah tulisan, tidak untuk ditanggapi serius. Tentu Kita harus menghormati dan menghargai para pencipta dan penegak Hukum. Terimakasih banyak untuk usaha nya melindungi sesama manusia.
Terimakasih kepada para oknum dan penjahat yang sudah mau bertaubat
Terimakasih untuk para korban yang mampu bertahan
Terimakasih untuk pembaca yang sudi membaca tulisan saya yang abstrak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H