Terkait masalah UN yang terjadi selama ini, mungkin sistemnya yang perlu peningkatan perbaikan atau penyempurnaan, bukan justru meniadakan UN. Kalau cuma karena ketidaklulusan yang disebabkan makin meningkatkan standar kelulusan, menjadi alasan untuk menghapus atau meniadakan UN, rasanya kurang rasional. Apakah kita tidak malu dengan Malaysia yang dulu pernah berguru ke Indonesia, yang tetap mempertahankan sistem ujian nasional mereka dengan standar angka kelulusan jauh lebih tinggi, sementara kita baru nilai 5,5. Begitu pula dengan negara Thailand yang dulu pendidikannya tertinggal dari Indonesia, mereka menggunakan standar kelulusan dengan angka 6. Sementara di Indonesia seakan ramai-ramai mau menghapus UN, yang justru akan melemahkan SDM Indonesia. Dengan lemahnya SDM Indonesia, maka bisa menjadi ladang subur bagi kelompok masyarakat tertentu itu, untuk menguasai dan membelokan arah dari ideologi Pancasila ke ideologi lain. Kita harus waspadai gerakan-gerakan secara sistimatis yang ingin menghancurkan negara dan bangsa Indonesia serta masuk ke dalam cengkaraman baru yang bertentangan dengan Pancasila.
Ditinjau dari sudut pandang di atas, untuk mengatasi pro dan kontra yang ada maka Ujian Nasional harus tetap dilaksanakan, hanya dalam “rumus” pelulusan tidak harus seragam, tiap sekolah bisa memilih kriteria pelulusan yang tepat. Kriteria “rumus” pelulusan tersebut ditentukan oleh pemerintah (hal ini pernah dilakukan ketika Ebtanas terakhir diberlalukan). UN harus tetap ada, tapi kelulusan tidak bisa ditentukan dengan nilai hasil UN saja, karena banyak sekali terjadi sesungguhnya anaknya cerdas tapi dia tidak lulus, mungkin karena saat UN dia sakit atau jawabannya tidak bisa dibaca oleh komputer sehingga nilainya kurang dari standar. Nah disinilah kemudian guru mempertimbangkan hasil ujiannya, apakah dia lulus atau tidak. Jadi kelulusan tidak hanya ditentukan oleh hasil UN, Guru pun bisa menentukan kelulusan, karena sejatinya Gurulah yang mengetahui karakter para siswanya.
Artikel Terkait: Penundaan UN dalam perspektif pengadaan barang/jasa pemerintah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H