Mohon tunggu...
Dewi Wardah
Dewi Wardah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya adalah pribadi penyuka seni dan hiburan. Saya juga suka mempelajari hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

PDA dalam Pernikahan, Tabu kah?

23 Oktober 2023   11:00 Diperbarui: 23 Oktober 2023   11:16 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktivitas menunjukkan kasih sayang pada pasangan di depan umum, yang dikenal sebagai Public Displays of Affection (PDA), mencakup tindakan-tindakan yang dapat berupa gestur sederhana seperti berpegangan tangan atau pelukan, hingga tindakan yang lebih intim seperti mencium atau memeluk erat (Miller, 2013). 

Penilaian terhadap apa yang dianggap pantas dalam PDA dapat berubah bergantung pada konteks sebuah budaya, dan berubah pula seiring dengan perubahan zaman. Di Indonesia, menunjukkan kasih sayang kepada pasangan di tempat umum masih dianggap tabu bagi banyak orang. Bagi saya, membahas PDA pada pasangan menikah dalam konteks di Indonesia, sangat penting untuk dibahas.

Saat ini, konten tentang pernikahan yang harmonis semakin diminati, begitu juga dengan informasi tentang bagaimana suami memperlakukan istrinya dengan baik. Konten yang melibatkan PDA pada hubungan suami istri menjadi semakin lumrah. 

Hal ini membuktikan bahwa melihat konten dimana para perempuan dicintai, diinginkan, dan dilindungi membuat para wanita baik yang menikah maupun single merasa nyaman. Bahkan para laki-laki kini juga banyak yang menyukai konten romantis tersebut.

Namun kadang saya bertanya-tanya, mengapa jika seorang influencer membagikan konten semacam itu, maka akan menerima banyak pujian, namun jika orang biasa melakukannya, seringkali dianggap lebay? Saya rasa kita dapat melihat fenomena ini dari berbagai sudut pandang. Sebagai seorang istri, saya sendiri merasa senang ketika suami mampu mengekspresikan rasa sayangnya dalam berbagai situasi. 

Misalnya, ketika berjalan di trotoar, suami memastikan saya berada di sisi jalan yang jauh dari lalu lintas kendaraan dan menggandeng saya, maka saya merasa dilindungi. Momen-momen kecil membahagiakan dimana pasangan menunjukkan PDA yang wajar kini banyak dibuat sebagai konten pada media sosial. 

Bagi beberapa orang, mengunggah momen ketika menikmati liburan bersama pasangan, sekedar bergandengan tangan dan berpelukan, adalah hal yang lumrah. Namun bagi beberapa orang lain, perilaku seperti ini dianggap tabu.

Dari kacamata budaya, Indonesia memang masih sangat menghormati sentuhan kasih sayang yang dilakukan hanya pada situasi privat. Secara personal, saya pikir ketika semakin banyak laki-laki yang tidak sungkan menunjukkan rasa kasih sayang pada istrinya di depan publik perlu sangat diapresiasi. 

Bagi saya, ini adalah sebuah bukti bahwa budaya kita mulai menjauh dari sistem patriarki di mana laki-laki memegang kendali dan dianggap tidak pantas untuk menunjukkan emosi cinta kasih pada pasangan mereka. Kini, laki-laki juga akhirnya diberi kesempatan untuk mampu menunjukkan emosinya tanpa takut dihakimi kehilangan ke "lelakiannya". 

Jika orang tua mampu menunjukkan PDA dihadapan anak, selama itu masih dalam ranah wajar, saya rasa ini menjadi momen penting bagi anak untuk belajar tentang memberi dan menerima kasih sayang dalam sebuah hubungan. Karena menurut saya, sangat penting bagi para orang tua untuk mengajari anak laki-laki bagaimana bersikap kepada perempuan dengan cara memberikan contoh langsung. Sangat penting pula untuk mengajari anak perempuan bahwa menerima cinta dan kasih sayang itu normal.

Oleh sebab itu, PDA yang ditunjukkan oleh pasangan suami istri yang kini marak kita temui di media sosial, saya pikir perlu ditanggapi secara positif. Saya percaya, ketika melumrahkan para pasangan menikah untuk lebih bisa menunjukkan emosinya di depan publik secara proporsional, maka akan lebih banyak pasangan yang bahagia. Ini karena menunjukkan kasih sayang dan menerimanya akan dirasa sebagai hal yang wajar, bukan lagi tabu. 

Dampaknya, anak-anak yang orang tuanya bahagia dengan hubungan pernikahannya, akan lebih stabil secara emosi. Sehingga harapannya adalah generasi mendatang dapat menjadi pribadi yang memiliki empati dan kasih sayang pada dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Referensi:
Miller, R. L. (2013). Public displays of affection. The Encyclopedia of cross‐cultural psychology, 3, 1063-1065.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun