Mohon tunggu...
Dewanto Ekakurniawan
Dewanto Ekakurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Kebhinekaan

Seorang Pemikir yang sedang Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Si Kecil Marhaen Harus Menjadi Korea agar Melenting

24 Juli 2024   14:50 Diperbarui: 2 Agustus 2024   14:16 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Korea - korea melentinglah." kalimat tersebut sering kali di utarakan oleh Bambang Pacul. Ya, benar Komandan bagi orang - orang yang menjadi santapan jaman, tergerus keadaan, dan mereka yang berusaha melawan. Komandan Pacul sapaan akrab dari bapak Bambang Wuryanto merupakan salah satu kader terbaik dari Partai PDIP. Partai yang mengusung semangat akar rumput ini sudah lama menjadi sebuah patron ataupun wadah untuk berkeluh kesahnya bagi mereka kaum yang tertinggal keadaan. Pada sejarahnya partai PDIP sendiri memang merupakan partai dengan basis suara kaum buruh, nelayah, dan rakyat miskin kota. Komandan Pacul sendiri merupakan presentasi dari dia yang bukan siapa - siapa dan menjadi apa - apa melalui partai PDIP. Dilansir dari buku "Mentalitet Korea Jalan Ksatria", kita dapat mengetahui bahwa masa lalu Komandan Pacul bukan berasal dari keluarga yang bergelimang harta dan memiliki tahta terpandang dari masyarakat. Semua bisa diraih Komandan Pacul dengan susah payah bahkan beliau sendiri pernah tidur di Kandang Monyet (Pos Penjagaan) hanya untuk bertemu dengan salah satu Menteri pada jaman masih kuliah.

              Konsep Korea sendiri sejatinya mirip sekali dengan konsep Marhaen yang di usung oleh Founding Father kita yaitu Ir. Soekarno. Marhaen merupakan istilah bagi mereka kaum yang tertindas oleh jaman bukan hanya karena tidak hanya memiliki modal tetapi juga karea terhimpit oleh system. Menelisik Marhaen kita bisa melihat kisah Ir. Soekarno pada buku biografinya yaitu penyambung lidah rakyat. Pada bab Marhaen kita di sajikan cerita pertemuan Ir. Soekarno dengan bapak Marhaen. Kalimat pak marhaen kepada Bung Karno yang mengugah pemikiran tentang bangsa Indonesia yang sedang tidak baik - baik saja adalah "Hasilnya sekedar cukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual". Dari dialog tersebut lahirlah suatu pemikiran mendasar bangsa ini yaitu Marhaenisme (diambil dari nama pak Marhaen). Dengan kata lain potret masyarakat yang belum memiliki kemampuan untuk keluar dari masa sulit masih cukup nyata dan ada.

              Korea dan Marhaen merupakan suatu dwitunggal dimana jika kita gabungkan secara arti Korea adalah masa setelah Marhaen dan Marhaen merupakan masa setelah Korea. Dua frasa tersebut merupakan suatu kausalitas dan jika digabungkan dapat menjadi seperti ini "bagi kaum Marhaen untuk lepas dari jurang kemiskinan haruslah bermental Korea dan melenting". Ini merupakan sintesis yang penulis kaji untuk mengartikan bahwa sejatinya Korea dan Marhaen saling berhubungan. 

              Secara teknis masyarakat harusalah sadar apakah dirinya merupakan kaum Marhaen atau tidak. Ini dapat di identifikasi melalui kesadaran diri apakah mempunyai ekonomi yang berlebih ? apakah terlahir dari keluarga yang dipandang ? atau apakah memiliki jabatan tinggi di masyarakat ? jika jawabannya tidak maka masih tergolong kaum Marhaen. Setelah melakukan identifikasi diri maka selanjutnya dilakukan lah identifikasi keinginan apakah yang di inginkan mendapatkan harta, Jabatan, atau ilmu. Ini semua dijelaskan pada buku Mentalitet Korea. Kesadaran ini sangat lah diperlukan karena selain mengerti kelemahan harus juga mengerti tentang kelebihan. Jika memiliki kecerdasan yang pas - pasan maka disarankan untuk berorientasi pada hasil jabatan atau harta. Sebaliknya jika memiliki bakat kecerdasan yang mumpuni dapat berorientasi pada ilmu begitu juga untuk pemahaman lainnya.

              Setelah memiliki pemahaman diri yang kuat maka Langkah selanjutnya adalah mengikuti instruksi yang di tuangkan Komandan Pacul pada bukunya. Di antaranya seperti harus memiliki support system yang cocok (istri), memiliki mental yang kuat walaupun di injak, mencari galah yang tepat dan lain sebagainya. Dengan kata lain sesungguhnya Komandan Pacul mengartikan dengan lantang bahwa dia juga merupakan bagian dari kaum Marhaen yang telah melenting. Dan buku yang di terbitkan sendiri merupakan panduan cara bagi kaum Marhaen untuk lepas dari jurang kemiskinan. Marhaen pun dapat menjelma menjadi Korea yang besar, memiliki pengaruh, dan kaya raya asal dia paham tentang siapa dirinya dan memiliki mentalitet yang kuat.

              Dua buku  Penyambung Lidah Rakyat dan Mentalitet Korea Jalan Ksatria merupakan buku yang wajib dibaca oleh kaum Marhaen atau bahkan pemerintah yang ingin menyelesaikan permasalah tentang jurang kemiskinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun