Mohon tunggu...
Sridewanto Pinuji
Sridewanto Pinuji Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Blog

Penulis untuk topik kebencanaan dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Mengkomunikasikan Risiko Bencana

7 Oktober 2019   20:27 Diperbarui: 7 Oktober 2019   20:28 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikianlah setidaknya empat kondisi yang menyebabkan komunikasi risiko bencana sulit untuk dilakukan. Sekalinya dilakukan justru bisa membahayakan peran atau posisi ilmuwan itu sendiri. Padahal, tanpa mengetahui risiko bencana, berbagai dampaknya akan sangat merugikan masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana.

Pertama, tanpa memiliki pengetahuan akan risiko bencana, maka pemahaman masyarakat pun akan kurang. Selanjutnya, mengikuti mata rantai empat prioritas aksi SFDRR, maka masyarakat tidak mampu mengelola risiko bencana tersebut dengan baik. 

Jika hal ini terjadi, maka kecil kemungkinannya masyarakat akan melakukan investasi untuk upaya pengurangan risiko bencana. Selanjutnya, upaya kesiapsiagaan pun menjadi diabaikan dan tidak mendapat perhatian.

Kedua, karena pemahaman masyarakat akan risiko bencana berbeda, maka respon mereka terhadap informasi risiko bencana pun berbeda. Negatifnya, masyarakat memandang informasi risiko bencana sebagai ancaman dan melaporkan ilmuwan yang menyampaikan informasi risiko bencana tersebut kepada pihak berwajib. 

Positifnya, masyarakat menyikapi informasi risiko bencana sebagai peluang untuk melakukan investasi dan kesiapsiagaan. Kedua pandangan masyarakat yang bertolak belakang tersebut pada ujungnya tidak akan menjadikan pengetahuan risiko bencana sebagai sikap dan perilaku, karena justru saling melemahkan.

Ketiga, kurangnya dukungan komunikasi risiko bencana dari semua pihak menyebabkan beberapa efek, yaitu, tidak dipertimbangkannya risiko dalam kegiatan rutin. Selain itu, para pihak pun terjebak pada rutinitas tanpa menyadari risiko bencana yang sewaktu-waktu dapat menjadi bencana. Kesadaran itu terbit saat semua sudah terlambat untuk berbuat sesuatu.

Keempat, tanpa ada sarana penyebarluasan informasi risiko bencana yang mudah dipahami masyarakat, maka jangkauan penyebarluasan informasi risiko bencana pun akan terbatas.

Akhirnya, berbagai tantangan dalam komunikasi risiko bencana akan menyebabkan kondisi yang sama (quo vadis), sehingga setiap kali terjadi bencana korban akan terus berjatuhan dan kerugian akibat bencana pun akan terus terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun