Politik Islam merujuk pada prinsip-prinsip politik yang berdasarkan pada agama Islam. Prinsip-prinsip ini berupaya mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam bidang politik dan pemerintahan. Politik Islam menganggap Islam bukan hanya sebagai agama, tetapi juga sebagai sistem yang mencakup aspek politik, sosial serta ekonomi. Tujuannya adalah menciptakan sistem politik yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam, baik dalam negara Islam maupun dalam negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Pendukung politik Islam, yang juga dikenal sebagai Islamis, percaya bahwa hukum Islam atau syariah harus menjadi dasar hukum yang dominan dalam suatu negara. Mereka meyakini bahwa penerapan prinsip-prinsip Islam dalam politik akan menghasilkan masyarakat yang adil, berkeadilan, dan menghormati hak asasi manusia.
Mayoritas umat Islam paham bahwa Nahdlatul Ulama (NU) ialah organisasi yang berbasis agama serta memiliki peran dalam kehidupan politik dan juga sosial, organisasi tersebut hadir sejak masa pra kemerdekaan hingga sampai saat ini. Organisasi NU pada saat itu sempat mendapati dilema, antara memilih bergerak di bidang kehidupan politik atau ikut dalam bidang sosial namun, pada akhirnya NU bergerak pada kebua bidang tersebut. Dalam bagian ini dapat dilihat tonggak-tonggak penting dalam masa perjalanan NU.
Masa NU di Bidang Partai Politik
Di tahun 1952, Nahdlatul Ulama (NU) meninggalkan Masyumi dan setelah melalui perdebatan internal yang sengit, NU menyatakan diri sebagai partai politik pada tahun 1954. "Kondisi sosial politik yang rumit pada saat itu membuat NU terperangkap dalam dinamika politik praktis dengan segala keuntungan dan kerugian yang ada", ujar Profesor Abdul A'la. Setahun setelah itu, pada pemilihan umum tahun 1955, Partai Nahdlatul Ulama berhasil meraih suara terbesar ketiga dari 29 peserta pemilu, berada di bawah PNI dan Masyumi namun di atas PKI dan PSI. Pada pemilihan umum tahun 1971, NU bahkan berhasil menduduki peringkat kedua, di bawah Golkar yang menikmati berbagai fasilitas dan kemudahan dari pemerintah. Namun, menurut Profesor Abdul A'la, keikutsertaan NU dalam partai politik kemudian menimbulkan beberapa masalah. "Realitas menunjukkan bahwa ketika terlibat dalam partai politik resmi, banyak lembaga di NU yang terlihat seperti lembaga dakwah yang terabaikan", tambahnya. Oleh karena itu, di kalangan NU terdapat komitmen bahwa terlibat dalam politik praktis kurang bermanfaat bagi pengembangan visi kebangsaan dan kerakyatan NU.
Peran NU dalam politik Indonesia:
1. Dalam representasi politik.
NU mempunyai afiliasi politik melalui partai politik seperti halnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta partai Persatuan Pembangunan (PPP). Keterlibatan NU dalam politik memungkinkan kepada mereka untuk mengambil bagian dalam proses dalam proses pengambilan keputusan politik serta memperjuangkan kepentingan masyarakat Muslin di Indonesia. (Siregar, 2010)
2. Dalam pendidikan politik.
NU berperan penting dalam pendidikan politik serta kesadaran politik kepada para anggotanya. NU menyelenggarakan seminar, pelatihan serta workshop politik guna pengembangan pemahaman terhadap anggotanya terkait nilai-nilai demokrasi, sistem politik serta pentingnya partisipasi politik. Melalui pendidikan politik, NU berusaha membentuk kader-kader yang sadar akan politik serta siap untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan negara.
3. Dalam daerah.
Jaringan yang dimiliki NU sangat luas di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Melalui pondok pesantren yang menjadi basis utama NU serta mereka mempunyai akses ke masyarakat lokal serta basis massa yang kuat. NU dapat mengelola dukungan politik dari basis massa mereka, yang sering sekali berdampak pada hasil pemilihan di tingkat lokal maupun nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H