Pernah melakukan loncat tinggi? Meskipun bukan seorang atlet, minimal Anda pasti pernah melakukannya pada saat pelajaran olahraga semasa sekolah Anda. Bagaimana cara yang benar dalam melakukan loncat tinggi ini?
Guru Anda pasti mengajari beberapa gaya dalam melakukan loncat tinggi. Dan salah satu gaya yang paling populer dalam melakukan loncatan ini adalah dengan cara melesat kemudian saat hendak mendekati palang kita membalikkan tubuh, lalu mengangkat kaki ke atas dan mendorong tubuh kita ke belakang untuk melewati palang. Namun tahukah Anda bahwa dulu ini adalah cara yang keliru untuk melakukan lontat tinggi?
Sebelum Olimpiade Meksiko 1968, cara yang biasa dilakukan oleh atlet lompat tinggi untuk melewati palang adalah dengan menyejajarkan tubuhnya pada palang dengan muka menghadap pada palang. Teknik ini dikenal dengan nama Western Roll. Dan sampai pada seri sebelum Olimpiade 1968 ini, rekor dunia yang tercatat untuk lompatan tertinggi adalah 1,73 meter.
Namun semua berubah saat seorang atlet yang tidak begitu dikenal bernama Dick Fosburry melakukan sesuatu yang berkebalikan dengan yang dilakukan atlet loncat tinggi lainnya. Alih-alih maju ke palang dan meloncat dengan muka menghadap ke arah palang, Dick malah melewati mistar dengan posisi punggung di bawah membelakangi mistar. Dan Anda tahu yang terjadi? Dick berhasil mencatatakan rekor loncatan 2,35 meter. Sebuah rekor dunia baru dengan lonjakan lebih dari setengah meter. Sampai sekarang metode melompat ala Dick Fosburry ini menjadi populer di kalangan olahraga loncat tinggi dan dikenal dengan nama Fosburry Flop.
Dick melompat lebih tinggi dai siapa pun sebelumnya karena berpikir secara berlawanan dari pikiran semua orang. Ini adalah contoh memiliki cara keliru untuk berpikir, namun cara yang benar untuk menang.
Pada perhelatan kompetisi antar negara, para jawaranya selalu memiliki ciri khas dalam menyuguhkan taktik permainannya di atas lapangan hijau. Beberapa yang paling ikonik adalah Catenaccio yang dimiliki oleh Timnas Italia pada Piala Dunia 2006. Taktik ini menitikberatkan kekuatan pada pertahanan terorganisir dan efektif agar lawan kesulitan menyerang atau mencetak gol. Dan Catenaccio ini pun sukses membawa Italia membungkam Perancis pada laga final melalui drama adu penalti (Selain drama tandukan Zidane pada Marco Materazzi).
Timnas Spanyol pada gelaran Piala Eropa 2012 juga memiliki strategi yang tak kalah jitu dalam merajai kompetisi ini. Sang juru taktik La Furia Roja, Vicente Del Bosque, memasang Cesc Fabregas pada barisan penyerang Spanyol dengan disokong oleh barisan gelandang kreatif milik Spanyol. Tampil tanpa satu pun striker murni, tentu masih lekat dalam ingatan bagaimana Spanyol dengan Fabregas dan barisan pemain tengahnya mampu membuat Italia bak mengejar bayangan di lapangan, dan akhirnya tertunduk 0-4. Sampai membuat Iker Casillas "memaksa" wasit untuk menghentikan pertandingan tanpa ada tambahan waktu sebagai bentuk respek Spanyol terhadap Italia. Taktik ini dikenal dengan istilah False Nine.
Namun bagi saya yang paling menarik dari semua taktik "anti-mainstream" yang pernah ditawarkan para pelatih top dunia adalah taktik Perancis saat menjadi kampiun pada Piala Dunia 2018. Perancis tampil trengginas di sepanjang kompetisi. Mengandalkan kecepatan dalam melakukan serangan balik, terlihat bagaimana Perancis begitu ingin memberikan suguhan sepak bola atraktif dengan total 14 gol di turnamen yang memiliki total 169 gol ini. Baik Kylian Mbappe, Antoine Giezmann, Paul Pogba, hingga Benjamin Pavard tanpa ampun membombardir gawang lawan-lawan mereka dengan lesatan gol-gol yang fantastis. Namun, ada satu nama yang memiliki andil cukup besar dalam kesuksesan Perancis di tahun 2018 ini. Dia adalah satu-satunya striker murni yang dibawa oleh Didier Deschamps untuk menjadi ujung tombak Les Bleus, Olivier Giroud.
Giroud merupakan sosok sentral dalam ritme permainan Tim Ayam Jantan. Terbukti dari tambahan caps untuk Giroud bagi Timnas Perancis yang selalu dimainkan Deschamps dalam ketujuh pertandingan Perancis, termasuk dalam partai final melawan Kroasia. Namun sayangnya, banyak pandit sepak bola yang mengkritik keras permainan Giroud. Hal ini tentu tak lepas dari statistik "mencengangkan" Giroud sepanjang Piala Dunia 2018. Tampil selama total 546 menit, Giroud harus mengakhiri kampanyenya di Piala Dunia ini tanpa menghasilkan sekali pun tembakan tepat sasaran ke gawang lawan.
Namun, benarkah Giroud benar-benar suatu noda di tengah menterengnya penampilan Perancis saat itu?
Jumlah gol Perancis memang tidak menjadi masalah karena lini serang kedua Perancis tidak henti-hentinya membuka keran gol mereka. Jika Anda mempertanyakan kredibilitas seorang Giroud, mari kita simak beberapa heroic moment Giroud bersama Perancis.
Saat partai melawan Australia, dan skor masih bertahan imbang 1-1, Giroud yang masuk sebagai pemain pengganti melakukan pergerakan yang brilian untuk membuka ruang bagi Paul Pogba sehingga gelandang Manchester United tersebut memiliki kesempatan untuk menembak. Tembakan kaki kiri Pogba membentur Aziz Behich sebelum masuk ke gawang Australia.Â
Pada pertandingan selanjutnya melawan Peru, Giroud yang menerima umpan tarik Antoine Griezmann melakukan tembakan yang membentur pemain lawan, namun telah mengecoh kiper Peru yang sudah terlanjur maju. Kylian Mbappe pun dapat dengan mudah menceploskan si kulit bundar ke gawang yang sudah kosong untuk mebghasilkan satu-satunya gol dalam pertandingan tersebut.
Dan pada pertandingan melawan Argentina, Giroud-lah yang memimpin serangan balik Perancis sebelum memberi umpan matang bagi Mbappe untuk mencetak gol keempat Perancis pada pertandingan tersebut.
Nyatanya, sumbangsih Giroud bagi kejayaan Perancis tidak dapat diukur sebagaimana kita mengukur impak dari seorang striker, jumlah golnya. Tidak seperti kebanyakan striker pada umumnya, peran Giroud bukanlah seperti itu. Giroud ditugaskan untuk menahan bola, membuat pergerakan dan membagi bola pada Griezmann dan Mbappe agar mereka dapat memaksimalkan peran mereka masing-masing untuk mencetak gol.Â
Fisik menjulang dan kemampuan duel udara yang mumpuni milik mantan striker Arsenal ini dapat berguna saat dia bekerja memantulkan bola udara bagi Griezmann dan Mbappe, pun juga saat membantu pertahanan pada situasi bola mati.
Kehadiran Giroud menawarkan ruang lebih di sisi pertahanan lawan bagi Griezmann dan Mbappe karena bek-bek lawan telah ditarik oleh Giroud. "Ketika dia (Giroud) tidak bermain, kami baru sadar betapa pentingnya dia bagi tim ini, " ujar Didier Deschamps sebelum pertandingan melawan Peru. "Dia melakukan banyak hal untuk keseimbangan permainan tim. Dan merupakan suatu keuntungan pagi pemain lain di sekitar Giroud karena dia sangat lihai menarik perhatian para pemain bertahan lawan." tambah Deschamps membela Giroud yang dikritik media karena kegagalannya mencetak gol pada pertandingan melawan Uruguay.
Nampaknya Giroud sendiri tidak terlalu menggubris kritikan media tentang performanya di depan gawang lawan. Dia membandingkan dirinya dengan performa duo ujung tombak Perancis, Stephane Guivarc'h dan Christophe Dugarry, yang total menyumbang 1 gol saja bagi negaranya sepanjang Piala Dunia 1998, namun pulang dengan membawa trofi Piala Dunia. "Jika kami menjadi juara dunia tanpa aku yang berhasil mencetak satu pun gol, bagiku itu tidak masalah. Jika aku bermain di atas lapangan, itu artinya pelatih masih mempercayai bahwa aku dapat membantu tim. Aku memiliki peranku sendiri dalam permainan Perancis." pungkas Giroud.
Bahkan setelah membuktikan peran pentingnya bersama Timnas Perancis, Giroud pun masih mendapatkan kritikan. Kali ini kritikan datang dari penyerang andalan Real Madrid yang sejak tahun 2015 namanya dibekukan dari skuad Timnas Perancis dan posisinya digantikan Olivier Giroud: Karim Benzema.Â
Dalam sebuah siaran langsung di media sosialnya, Benzema menjawab pertanyaan menggelitik tentang komparasinya dengan Olivier Giroud. Tanpa ragu, Benzema menegaskan bahwa dirinya jauh lebih baik dari Giroud dengan menjawab, "Tidak perlu bingung, Anda seperti membandingkan F1 dengan gokar. Saya F1."
Kini, dalam sebuah komentar singkat, Olivier Giroud pun membalas sindiran Karim Benzema. "Apa saya gokar? Mungkin, tetapi saya adalah juara dunia gokar," ucapnya kepada BeFoot via Football Espana.
Jika dilihat dengan standar pada umumnya, Benzema jelas lebih superior daripada Giroud dalam hal torehan gol. Namun Giroud memiliki sesuatu yang membuat Deschamps tidak ragu untuk kembali tidak memanggil Benzema dan menjadikan Giroud sebagai ujung tombak Les Bleus. Pola pikir yang tidak seperti striker murni kebanyakan. Dan saya rasa keputusan yang diambil oleh Deschamps cukup tepat.
Bagi saya, apa yang dilakukan oleh Giroud serupa dengan apa yang dilakukan oleh Dick Fosburry. Mereka adalah sosok yang berpikir anti-mainstream pada bidangnya masing-masing.Â
Kita hidup dengan masyarakat yang memiliki standarnya sendiri untuk menilai kesuksesan seseorang. Contohnya adalah seseorang dinilai sukses oleh pandangan masyarakat jika di usia 25 tahun dia sudah mapan, menikah, memiliki sebuah rumah dan mobil, serta selalu berangkat bekerja dengan setelan kemeja necis. Namun kita lupa satu hal, terkadang tak peduli seberapa "sempurnanya" kehidupan kita, akan selalu ada komentar-komentar miring di sekitar kita.Â
Contoh paling nyata adalah di momen bertemu keluarga besar. Saat kita masih bersekolah, kita akan selalu diberi pertanyaan, "Nilai-nilainya di sekolah bagus tidak?" Saat kita kuliah akan ada pertanyaan, "Kapan lulus?" Saat kita sudah lulus kuliah akan ada pertanyaan, "Kapan bisa bekerja di perusahaan X?" Saat kita sudah bekerja di perusahaan X akan ada pertanyaan, "Kapan nikah?" Saat kita sudah menikah akan ada pertanyaan, "Kapan punya anak?" Saat kita sudah punya anak akan ada pertanyaan, "Kapan anaknya diberi adik?" dan seterusnya. Intinya jika kita selalu ingin melakukan sesuatu untuk bisa sesuai dengan yang "baik" dan "benar" menurut standar masyarakat, tidak akan ada habisnya.
Perlu kita ingat bahwa setiap orang memiliki jalan hidup dan cara hidupnya sendiri-sendiri. Tidak masalah jika kita menikah pada usia 18 tahun atau 40 tahun. Tidak masalah jika kita hanya lulusan SMA atau mendapatkan gelar Guru Besar. Tidak masalah jika kita memiliki 5 anak atau belum dikaruniai anak oleh Tuhan. Tidak masalah jika kita membuka warung kecil-kecilan di rumah atau menjadi CEO dari perusahaan multinasional. Jangan pernah bandingkan diri Anda dengan orang lain. Karena satu-satunya sosok yang perlu Anda bandingkan dengan diri Anda sekarang adalah diri Anda di masa lalu.
Sekali lagi, apa yang menurut masyarakat benar, belum tentu sesuai dengan ritme kehidupan Anda.Â
Janganlah ragu untuk terus berpikir anti-mainstream.
Bayangkan jika saat itu Dick Fosburry hanya memakai cara meloncat tinggi yang sesuai dengan standar atlet pada era tersebut, mungkin rekor dunia untuk loncat tinggi hanya berkutat di kisaran 1,8 meteran saja. Atau bagaimana jika Giroud memaksakan permainannya menjadi seperti seorang striker egois dan ganas macam Robert Lewandowski, bukan tidak mungkin kalau yang menjadi juara pada Piala Dunia 2018 adalah negara lain, dan Perancis tersisih di fase-fase awal.
Karena itu selalu milikilah cara keliru untuk berpikir, namun cara yang benar untuk menang. Jadilah pemenang dengan pola pikir anti-mainstream.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H