Manusia sebagai makhluk hidup memiliki tujuan hidup serta kebutuhannya tersendiri untuk mencapai sebuah kepuasan dan kebahagiaan. Namun sebagian besar manusia salah mengartikan bahwa kebahagiaan hanya diperoleh apabila kebutuhan duniawi telah terpenuhi. Manusia terkadang lupa bahwa kebahagiaan duniawi hanya bersifat semu dan sementara. Manusia berbondong- bondong ingin membahagiakan dirinya dengan bekerja membanting tulang, mencari berbagai cara untuk melimpahkan dirinya dengan kekayaan meskipun kadang kala mereka melupakan ajaran dharma untuk mencapai semua itu seperti tindakan korupsi yang telah menjadi penyakit kronis hingga saat ini.
Korupsi merupakan tindakan memperkaya diri dengan cara merugikan orang lain demi kepentingan pribadi yang dilakukan secara sadar dan dengan rasa tamak, serakah, mabuk kekayaan, serta sifat buruk lainnya. Korupsi menurut Agama Hindu adalah sebuah tindakan yang sangat melanggar hukum, baik itu hukum negara maupun hukum alam atau hukum rta. Korupsi sangat dilarang oleh semua agama khususnya Agama Hindu dikarenakan korupsi merupakan tindakan adharma yang bertentangan dengan ajaran dharma atau kebenaran dalam Agama Hindu.
Sarasamuscaya sloka 263 menyatakan bahwa "jika harta didapatkan atas jalan dharma, hal tersebut dianggap sebagai keberuntungan, orang yang memperoleh harta tersebut sungguh akan mengalami kesenangan. Akan tetapi, jika harta tersebut didapatkan melalui jalan adharma maka harta tersebut bagaikan sebuah noda, dihindari orang-orang yang memiliki budi mulia; oleh sebab itu janganlah bertindak menyalahi dharma dalam menuntut sesuatu"
Bagi Agama Hindu, tindakan korupsi diakibatkan karena manusia tidak dapat mengendalikan enam musuh yang memabukkan dalam diri manusia yang disebut sebagai Sad Ripu. Sad Ripu terdiri dari enam musuh dalam diri manusia, yakni Kama (hawa nafsu), Lobha (rakus), Kroda (marah), Mada (mabuk), Matsarya (dengki, iri hati) dan yang terakhir Moha (bingung). Meski menurut pandangan Agama Hindu bahwa sifat- sifat Sad Ripu dapat dikalahkan atau dihilangkan dalam diri manusia melalui upacara Manusa Yadnya Mepandes, namun tetap saja manusia masih dapat memiliki sifat- sifat tersebut karena telah menjadi hakikat diri dari manusia bawasannya memang manusia  sendiri memiliki sifat tersebut walaupun hanya sedikit kuantitasnya.
Kama atau hawa nafsu yang berlebih pada kekayaan dapat menimbulkan korupsi, lobha atau rakus akan kekayaan yang tidak terkendali akan dapat berujung pada tindakan korupsi, begitu pun dengan kemarahan untuk membalas dendam, iri hati akan milik orang lain dan kebingungan untuk memperoleh kenikmatan duniawi dapat mengakibatkan korupsi apabila manusia tidak dapat mengendalikan sifat- sifat dari Sad Ripu.
Bagian dasar dari ajaran Agama Hindu yang telah dilanggar dalam tindakan korupsi adalah konsep dari Tri Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha merupakan tiga perilaku manusia yang baik dan mulia, perilaku ini mencakup aspek manusia dalam Manacika (berpikir), Wacika (berbicara), dan Kayika (berbuat) yang benar. Konsep dari Tri Kaya Parisudha ini dapat ditemui pada bait keenam dalam Puja Tri Sandya yang menyebutkan 'Kayiko' Vaciko' dan 'Manaso' ini dalam bait mantranya.
Bagaimanapun  juga koruptor (sebutan bagi orang yang melakukan tindak korupsi) adalah manusia yang beradab dan memiliki pikiran, umat Hindu percaya bahwa manusia merupakan makhluk Tri Premana. Makhluk Tri Premana merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk bernapas (bayu), berbicara (sabda), dan berpikir (idep). Sehingga menjadi manusia dikatakan sebagai makhluk ciptaan tuhan yang paling utama atau yang memiliki derajat paling tinggi dibandingkan makhluk ciptaan tuhan yang lainnya.
Semua tindakan yang dilakukan manusia, selalu pikiran yang menjadi akar dan kuncinya. Sebelum melakukan sebuah tindakan, tentunya manusia akan berpikir terlebih dahulu. Apa yang dipikirkan oleh manusia, pasti itulah yang akan ia lakukan dan terjadi. Memberikan stimulus yang baik pada pikiran akan memberikan respons yang baik pada tindak perilaku. Perbuatan nyata yang bersifat konkret masih bisa ditangkap mata oleh orang lain dan norma- norma yang berlaku. Tidak seperti pikiran yang bersifat abstrak dan liar, hanya diketahui oleh orang itu sendiri serta tidak diketahui oleh orang lain.
Manusia dilahirkan dengan pikiran agar manusia memiliki wiweka, yaitu penggunaan nalar atau kebijaksanaan untuk mengambil sebuah keputusan untuk bertindak, memilah benar dan salah, baik dan buruk, sejati dan yang palsu, amal dan dosa. Wiweka sangatlah berperan penting dalam menentukan keputusan hati nurani, yang kemudian segala bentuk ucapan dan tindakan akan dipengaruhi oleh pikiran karena pikiran merupakan raja indriya dalam diri manusia yang menentukan arah tujuan berwacana dan berbuat dari semua indra dalam tubuh.
Menilik dari hal tersebut, bila dihubungkan antara korupsi dengan sifat kepasrahan manusia, tidaklah ada hubungan antara kedua hal tersebut. Korupsi bukanlah tindakan yang dapat dianggap sebagai sebuah kepasrahan, korupsi merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar yang digolongkan pada kegiatan yang di sengaja dan bersifat direncanakan. Kepasrahan biasanya menuju kepada orang ketika ia merasa bahwa dirinya telah mencapai titik maksimal dalam hidup yang tidak dapat diubah serta menyerahkan segala kepercayaannya kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas penentu jalan kehidupan. Namun pada para koruptor, korupsi yang mereka lakukan adalah karena pikiran mereka yang telah teracuni, pikiran yang menjadi raja indriya mereka telah melenceng dari jalur nya sehingga segala indra tubuh mereka akan menangkap hal- hal yang salah pada pikirannya.