Mohon tunggu...
Dewa Made Agus Surya Putra
Dewa Made Agus Surya Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tak Hanya Bermakna Kemenangan Dharma, Galungan Mengandung Nilai Kebersamaan

9 November 2021   19:35 Diperbarui: 9 November 2021   19:43 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Water photo created by tawatchai07 - www.freepik.com

Galungan merupakan salah satu hari raya suci yang dilaksanakan secara Naimitika atau berkala bagi umat beragama Hindu yang datang setiap 210 hari sekali dalam hitungan hari dan 6 (enam) bulan sekali dalam hitungan bulan. Berdasarkan perhitungan pawukon Bali, hari raya suci Galungan diperingati setiap Budha Kliwon wuku Dungulan dan saat ini hari raya suci Galungan jatuh pada Rabu, 10 November 2021 yang sekaligus bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional. Hari raya suci galungan identik dengan penjor yakni bambu melengkung dihiasi dengan berbagai rupa dan makna yang diletakkan di depan bangunan rumah atau toko masing-masing umat

Secara harfiah, Galungan memiliki makna sebagai kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan). Bila dilihat secara kasat mata, galungan sesungguhnya tidak hanya bermakna sebagai kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan), namun Galungan dapat bermakna lebih dari pada itu. Galungan yang seperti dan dapat kita lihat sesungguhnya mengandung nilai- nilai kebersamaan di dalamnya, nilai- nilai gotong royong, dan nilai- nilai musyawarah di dalam hari raya suci Galungan. Galungan juga dapat dikatakan sebagai hari nya untuk melaksanakan silaturahmi bagi umat beragama Hindu.

Hal tersebut dapat tercermin melalui beberapa peristiwa yang dilakukan oleh umat beragama Hindu menjelang hari raya suci galungan. Kita ambil saja salah satu contoh yakni pulang ke kampung halaman. Sudah menjadi hal yang sangat umum bagi umat beragama Hindu yang merantau jauh dari rumah asalnya dan dimana rumah yang ia tinggal merantau tersebut merupakan rumah pokoknya, tempat dimana kegiatan upacara keagamaannya akan terlaksana, serta merajan tempat ia bersembahyang dan para leluhurnya bersemayam menjadi Dewa Hyang. 

Pulang ke kampung halaman bukan berarti hanya sebagai pemenuhan kewajiban spiritual di hari raya Galungan saja, namun pada saat itu bagaimana kita membangun rasa kekeluargaan yang terhalang jarak cukup lama, kemudian bersilaturahmi dengan segenap keluarga, bergotong royong dan memupuk rasa kebersamaan melalui kegiatan persiapan menjelang hari raya Galungan maupun pada saat hari raya suci Galungan.

Kemudian, Adapun beberapa kegiatan yang mencerminkan bahwa Galungan bermakna hari yang penuh dengan nilai- nilai kebersamaan ataupun gotong royong khususnya pada anggota keluarga.  Kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Memasang Wastra di Merajan

Memasang wastra merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada hari-hari suci tertentu sebelum menyambut sebuah upacara keagamaan di merajan atau pura rumah. Wastra adalah sebuah kain sukla (suci) yang umumnya berwarna putih dan kuning, serta memiliki simbol tersendiri. Memasang wastra berarti menghiasi setiap pelinggih di merajan rumah dengan kain wastra yang dilengkapi dengan tedung (payung) dan umbul- umbul (kain tinggi mengerucut) sebagai persiapan dalam menyambut upacara keagamaan. Memasang wastra biasanya dilaksanakan bersama- sama di dalam merajan rumah bagi kaum laki- laki di rumah tersebut. Namun bukan berarti kaum laki- laki saja yang dapat bergotong royong memasang wastra, bagi kaum perempuan juga dapat membantu bergotong- royong untuk memasang wastra.

2. Membuat dan Memasang Penjor

Penjor merupakan sebuah bambu tinggi melengkung yang dihiasi dengan berbagai hiasan yang memiliki maknanya tersendiri. Penjor merupakan simbol dari Naga Basuki yang memiliki arti kesejahteraan dan kemakmuran. Selain itu, penjor juga memiliki arti sebagai simbol gunung yang dianggap suci oleh umat beragama Hindu. Penjor pada umumnya di pasang tepat pada hari penampahan galungan sebagai makna bahwa umat manusia berperang melawan keburukan yang ada dalam diri manusia, melawan pikiran yang kotor, sifat- sifat negatif, dan sifat ego yang merajai manusia. 

Membuat penjor membutuhkan keterampilan dan kerja sama serta gotong royong antar keluarga. Biasanya kaum perempuan akan menyiapkan bahan untuk membuat penjor seperti gelang- gelangan, sampian penjor, canang, maupun paku pipid. Kemudian para kaum laki- laki akan menyusun bahan- bahan tersebut menjadi sebuah penjor, setelah penjor jadi maka penjor tersebut akan diletakkan dan didirikan di depan rumah secara bersama- sama serta bahu membahu mendirikan sebuah penjor yang tinggi menjulang dan dapat dikatakan memiliki beban yang berat.

3. Metanding Canang dan Banten

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun