Mohon tunggu...
Dewa Klasik Alexander
Dewa Klasik Alexander Mohon Tunggu... profesional -

The Official Page of Dewa Klasik Alexander. \r\n\r\nSocial Activist, Entrepreneur, Creative Thinker, Branding & Digital Marketing Consultant.\r\n\r\nPray, Plan and Play the best. \r\n\r\nLive by miracle, favor and grace of Jesus Christ. \r\n\r\nLiving to know Jesus Christ, dying to make Him known.\r\n\r\nMy main projects : Innovate nothing to be something, develop nobody to be somebody! \r\n\r\nCP: bumidinasti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ombak Rindu

27 November 2012   17:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:35 29326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan miliki apa pun jika takut kehilangan. Tak akan ada yang hilang jika tak ada yang dimiliki.”

Dewa Klasik Alexander

@Dewa_Klasik

Terkadang Tuhan mempertemukan dirimu dengan seseorang bukan untuk dimiliki tapi untuk mengajarkan arti perpisahan.

Dewa Klasik Alexander

@MotivatorSuper

(Sebaiknya membaca kisahnya sambil mendengarkan lagu "Ombak Rindu" : http://youtu.be/vuX4bKS_9MY )

Mengenang Gabriella Amanda Tanujaya (18 Februari 1988 - 28 November 2011)

Aku menatap ombak yang saling berkejaran tanpa hentinya.  Seperti rindu yang tak pernah berhenti menghadirkan bayangmu dipikiranku.

Di ujung sana mentari tersipu-sipu malu menghadirkan senja yang indah.  Seindah senyumanmu yang selalu tersipu malu ketika aku menggengam tanganmu.

“Kamu jangan bergerak!” ucapmu setengah marah ketika aku sibuk bermain pasir saat kamu menggunting kuku panjangku.

Aku menatap wajahmu yang tersenyum dan memamerkan lesung pipimu. Aku menemukan ketenangan disana. Itu alasan kenapa aku selalu ingin bersamamu. Aku  menikmati wajahmu dibalik senja.

“Maafkan aku!” ucapmu setelah memotong kuku di kesepuluh jariku.

“Maaf? Maaf untuk apa?” tanyaku penasaran.

Diam. Bisu.

Aku mengusap air matamu yang mendadak jatuh. Detik berikutnya aku memelukmu. Aku membelai lembut kepalamu. Selembut angin yang menyapa senja.

“Saat aku pergi nanti, ingatlah aku dalam doamu…”

Laksana sebuah busur anak panah tertancap tajam di dadaku, seperti itulah sakit yang kurasakan ketika mendengarkan ucapanmu.

Semakin erat aku memelukmu. Tak ada satu kata pun yang mampu terucap. Tak ada pertemuan yang abadi, namun perpisahan ini akan sangat menyakitkan.

#####

1354000612682894639
1354000612682894639

Tak pernah diriku bosan untuk menemanimu melihat senja di pantai. Bahkan ketika kamu tak kuat berjalan, aku tak pernah mengeluh untuk mendorong kursi rodamu. Agar kita bisa bersama menikmati indahnya ombak yang senantiasa bergemuruh. Segemuruh hati ini yang masih merindukanmu. Rindu yang tak bertepi dan tak bertapi.

Aku masih ingat saat di minggu pertama menjadi kekasihmu. Waktu itu kita masih memakai seragam abu-abu putih. “Dewa, orang-orang itu pada ngapain sih kalau pacaran?” tanyamu dengan polos dan lugu. Tampangku yang ceria berubah drastis menjadi bingung tanpa ekspresi. “Dewa, sayang! Jawab dong! Jangan bengong!” “Hah! Apa ya? Hmmm… Jalan bareng terus shoping bareng, ke Gereja bareng, dan banyak lagi. Termasuk apa yang kita lakukan saat ini, berdua-duaan juga hal yang dilakukan orang yang pacaran. Bagaimana? Sudah puas, sayang?” Kamu menatapku dengan tajam lalu berkata, “Kamu kan sudah pernah pacaran, makanya aku nanya. Dulu kenapa kamu pacaran?” “Yah karena aku suka sama tuh cewek dan kita jadian. Teman-temanku juga gitu,” jawab ku sambil memainkan jemarimu yang lembut. Kamu tertawa kecil mendengar jawabanku. “Iiih… Lucu banget deh.” “Apanya yang lucu?” “Eh, Dewa sayang! Kamu latah ya? Ikut-ikutan sama teman kamu?” “Aku ngga latah tau!” “Oke sekarang… Menurut kamu manfaat pacaran itu apa?” Aku terkesiap. Sebal, kamu waktu itu tak pernah berhenti bertanya. Kamu menunggu jawaban dariku, tapi sampai beberapa menit aku masih belum bisa menjawab. “Ayo… Katanya mau kasih tau?” “Dengar ya! Dengan pacaran nilai kita jadi lebih bagus.”“Kamu yakin nilai kamu naik terus dan makin bagus kalau pacaran?” “Ya ngga juga sih.” “Oke, terus manfaat lainnya?” “Punya teman curhat, ada yang menemani kita kemana-mana dan selalu mengingatkan kita.” “Seorang teman juga bisa melakukan hal itu.” Mulutku spontan jadi manyun. Itu hal lain yang aku suka darimu. Kamu selalu bisa melihat banyak hal dari sudut lain. Membuatku menjadi lebih dewasa dalam berpikir. Bertahun-tahun kita menjalani hubungan tersebut tak ada jenuh dan ragu sedikitpun.

#####

135400065489050952
135400065489050952

“Kamu layak untuk mendapatkan wanita yang lebih baik dariku…”

Aku terdiam. Aku menggengam kedua tanganmu yang dingin. Aku menatap indahnya matamu diantara sinar rembulan. “Tak ada wanita lain yang mampu mencintaiku seperti caramu. Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kamu melebihi mereka semua.” “Tapi…” “Aku akan setia hingga maut memisahkan kita. Percayalah, hatiku telah memilih dirimu.” Ucapku memotong katamu untuk meyakinkan dirimu. Kamu mencium bunga mawar yang aku berikan. Bunga kesukaanmu. “Ayo dong… Pianonya jangan dianggurin.” “Gaby, kamu mau lagu apa?” “Ombak rindu.” Aku menatapmu sejenak. Tanpa berpikir panjang, aku mulai memainkan piano yang ada didepanku. Kepalamu bersandar dibahuku. Pelan dan lembut suaramu mengikuti nada yang ada.

Tuhan tolong lembutkan hati dia Untuk terima ku seadanya Karena ku tak sanggup Karena ku tak mampu Hidup tanpa dia di sisiku

Tuhan aku tahu, banyak dosaku Hanya ingat Kamu, kala dukaku Namun hanya Kamu yang mampu membuka Pintu hatinya ‘tuk cintaku Malam kau bawalah rinduku Untuk dirinya yang jauh dariku Agar dia tidak kesepian Selalu rasa ada cinta agung

Hujan bawa air mataku Yang mengalir membasuh lukaku Agar dia tahu ku tersiksa Tanpa cinta dia di hatiku

Hanya mampu berserah Moga cahaya tiba nanti

Tuhan tolong lembutkan hati dia Untuk terimaku seadanya Karena ku tak sanggup Karena ku tak mampu Hidup tanpa dia di sisiku

#####

13540006931363812087
13540006931363812087

Aku menatapmu yang terbaring lemah dengan infus. Andaikan bisa, ingin rasanya aku menggantikan dirimu. Namun apa daya, aku tak mampu melakukannya. Terkadang dalam hidup ini, sekeras apa pun kita berdoa namun itu tak akan terwujud. Bertukar tempat denganmu, misalnya.

Sudah sebelas hari, dirimu tak sadarkan diri. Selama itu juga aku menemanimu bersama kedua orang tua dan adik semata wayangmu, Agnes. Belasan kali kamu melewati terapi hingga rambutmu yang selalu kubelai lenyap, namun tak pernah sekali pun aku mendengar keluhmu. Yang ada hanya keluhku pada Tuhan sepanjang malam. Sekuat apa pun manusia untuk mempertahankan sesuatu, tak akan pernah mampu melawan kuasa Tuhan. Sebesar apa pun aku mencintaimu, Tuhan lebih mencintaimu. Sedalam apa pun rasa sakit di jiwa ini, kenyataan tak akan bisa berubah jika Tuhan yang berkehendak. “Sesungguhnya hanya Tuhanlah tempat kembali kita. Kuatkanlah kakimu untuk mencari Kehendaknya-Nya. Kuatkanlah tanganmu untuk selalu bersyukur pada-Nya. Sehingga keyakinan itu akan datang dan mulutmu mampu berkata…” Kamu menghentikan kalimatmu dengan sebuah hembusan nafas lemah. “‘Sesungguhnya, aku hidup untuk yang menghidupkanku, dan aku mati untuk yang mematikanku.” “Sayang… Mujizat itu pasti ada. Tuhan pasti akan memberikanmu kesembuhan,” ucapku diantara air mata membasahi pipiku. Sungguh perpisahan mampu membuat luka dan menghancurkan ego agar air mata mencair dan mengalir dengan penuh ketulusan. “Bukannya aku tak percaya mujizat. Terkadang menerima kenyataan adalah yang terbaik daripada mengharapkan mujizat yang sebenarnya tak akan menghampiri. Semua itu karena Tuhan ingin kita belajar untuk ikhlas.” “Aku sayang kamu…” “Waktu telah membuktikannya. Aku tak pernah meragukannya, Dewa. Namun ketika saatnya tiba, bukalah hatimu untuk wanita lain.” Itulah ucapan yang mampu terucap sebelum kamu koma. Pembicaraan terakhir kita sebelum kamu pergi selama-lamanya karena kanker otak.

#####

13540007191796419190
13540007191796419190

Rindu yang kembali ini membawaku ke pemakamanmu. Ditinggalkan itu berbeda dengan diputuskan. Namun aku menyadari satu hal, jangan pernah menggengam sesuatu dengan sangat erat. Karena rasanya akan jauh lebih sakit ketika Tuhan menggambilnya kembali. Mengenal dan mencintaimu adalah anugerah. Kehilanganmu adalah pelajaran berharga bagiku.

TAMAT

Berpisah itu tidaklah menyakitkan kecuali jika kamu tak bisa menyapanya lagi.

Dewa Klasik Alexander

@MotivatorSuper

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.

Mazmur 116:15

Terima kasih untuk semua sahabat yang membaca kisahnya dan yang telah share link kisahnya di Twitter, Facebook dan via bb  :) Silahkan follow Twitter saya : @Dewa_Klasik  dan @MotivatorSuper Sahabat dapat menghubungi saya di : MotivatorSuper@rocketmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun