“Loh, kenapa? Kuku kamu kan panjang dan harus dipotong?” tanyamu heran dengan sikapku barusan.
“Maksud aku, kamu yang guntingin.”
Kamu menatap wajahku. Kamu pasti terkejut dengan permintaanku waktu itu. Sebuah permintaan spontan dariku. Untuk beberapa detik mulutmu terkunci rapat. Sepertinya kamu tidak sanggup mengatakan apa pun. Apa lagi menolak permintaan “aneh”ku.
Tanpa menunggu persetujuan darimu, aku langsung menyodorkan tanganku kepadamu.
“Mau ngga?” tanyaku dengan nada takut karena tak ingin disebut cowok yang ngga tau sopan santun.
Namun secara perlahan-lahan kamu meraih tanganku lalu memegangnya. Waktu seolah berjalan dengan lambat. Hatimu berdebar resah. Demikian juga dengan aku. Dengan perlahan dan penuh hati-hati, kamu mulai menggunting kuku milikku. Aku memejamkan kedua bola mataku dan berharap adengan ini jangan cepat berlalu.
"Ah, lembutnya tanganmu," ucapku dalam hati.
Tak ada suara sampai kamu menyelesaikan tugasmu.
“Aku sudah selesai.”
Aku tidak melihat hasil guntinganmu tapi aku memandangmu. Lalu kamu membalas senyumanku. Lama tatapan kita saling bertaut demikian juga hati kita. Aku menggenggam hangat tanganmu dan meremasnya dengan hangat. Tak ada suara dari mulut kita namun hati kita saling berbicara. Bahasa yang hanya bisa kita berdua mengerti. Bahkan malaikat yang melihat kita pun tak mengerti.
Dengan pelan namun pasti, kamu bersenandung. Menyanyikan lagu yang tak akan pernah hilang dari ingatanku.