Mohon tunggu...
Dewa Darmayana
Dewa Darmayana Mohon Tunggu... -

Senang mengamati peristiwa dan merangkai kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kembali ke Macao? Kenapa Tidak

27 Desember 2017   19:50 Diperbarui: 27 Desember 2017   19:58 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi beberapa orang liburan adalah sebuah kebutuhan. Entah itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Pilihan tempat liburan pun ada beraneka ragam, bisa di dalam negeri ataupun di luar negeri. Saya cukup beruntung lahir dan bisa tinggal di Bali, salah satu daerah tujuan liburan favorit di Indonesia. Mudah saja mencari tempat-tempat nyaman untuk melepas penat. Ketika yang lain musti merogoh kocek cukup dalam untuk berwisata ke Bali, saya paling habis buat ongkos bensin dan parkir.

Untuk berlibur ke luar negeri, nasib saya masih boleh dibilang cukup beruntung. Kejadiannya kurang lebih dua tahun yang lalu. Berkat prestasi kerja ibu, saya dan adik-adik bisa berkunjung ke Hongkong dan Macao. Bentuknya berupa paket perjalanan bersama dengan dua puluh orang lainnya. Itu untuk kali pertama kami berempat bisa pergi bareng. Maka tidak heran, kalau Macao jadi salah satu tempat yang berkesan.

Dini hari kami sudah berkumpul di bandara Ngurah Rai. Penerbangan langsung directdari Bali ke Hong Kong Internasional Airport. Kalau tidak salah ingat, menghabiskan waktu sekitar empat sampai lima jam di udara. Begitu tiba kami langsung disambut oleh guide. Pendamping kami itu adalah seorang wanita paruh baya. 

Meski sudah berumur, ternyata dia itu sangat energik dan sangat fasih berbahasa Indonesia. Tidak pernah lelah dia bercerita sepanjang ada di bus. Kadang dia malah tertawa-tawa sendiri, yang ikut memancing tawa kami. Padahal tidak sedikit dari kami yang kurang paham, akibat logat dan kecepatan bicaranya.

Di Hong Kong, waktu kami lebih banyak habis untuk persiapan acara anniversary. Memang travellingkali itu dirangkai dengan acara perusahaan. Begitu selesai, waktu yang tersisa hanya cukup untuk berbelanja oleh-oleh. Itu pun agak berkejaran, karena kami harus bergegas menuju Terminal Ferry, untuk lanjut ke Macao. 

Ternyata dari Hong Kong ke Macao bisa ditempuh lewat laut, tidak lebih dari satu jam perjalanan. Meski demikian, prosedur administrasi imigrasi tetap harus kami lakukan. Cuma enaknya kita tetap tidak perlu memakai visa. Agak bikin bingung memang pembagian yurisdiksi di wilayah ini. Hong Kong, Taiwan, dan Macao bukan negara yang berdaulat. Ketiganya masuk daerah administrasi khusus, yang merupakan bagian dari Tiongkok. Namun demikian, masing-masing memiliki kewenangan imigrasi yang terpisah.

Informasi dari guide kami, kalau kedepannya dari Hong Kong ke Macao bisa lewat darat. Itu karena sedang digarap proyek jalan tol di atas laut. Selama berada di atas turbo jet, pemandangan indah nan biru terhampar di sekeliling kami.

Tiba di Macao, kami sudah disambut oleh guidelain. Kali ini laki-laki paruh baya. Pendamping kami yang ini jauh lebih kalem, dan baru menjelaskan kalau ditanya. Mengamati ke sekeliling, ternyata banyak sekali stand kendaraan umum dan hotel di depan terminal. Kalaupun datang backpacker-an tanpa guideke Macao, seperti bakal aman-aman saja. Di Macao inilah kami puas seharian berjalan-jalan, karena tidak ada lagi embel-embel acara tambahan. Itu pun tidak banyak tempat dapat di kunjungi, karena keterbatasan waktu. Selama berkeliling terlihat kalau budaya Macao adalah perpaduan Tiongkok, Kanton, dan Portugis.

Kami sempat mengunjungi Ruins of St. Paul, Senado Square, A-Ma Temple, Wynn Hotel, The Venetian, dan terakhir Lisboa Hotel.

Ruins of St. Paul dan Senado Square ini lokasinya berdekatan. Bisa dibilang keduanya adalah landmarkdari Macao. Kalau belum fotoan disini, belum sah rasanya kunjungan kita ke Macao. Ruins of St. Paul adalah sisa bangunan yang dulunya merupakan sebuah gereja, pada masa penjajahan Portugis.

 Di tahun 1835, gereja ini diserang angin topan, sehingga menyisakan hanya bagian depannya saja. Sedangkan Senado Square ini katanya sih Pasar Baru-nya Macao. Banyak sekali toko-toko yang menjual souvenir dan makanan khas Macao. Cocok buat wisata kuliner ala-ala food street. Sayang, saya tidak sempat mencicipi salah satunya, karena kehabisan waktu berburu souvenirdan makanan kecil untuk oleh-oleh.

A-Ma Temple adalah salah satu kuil tertua yang ada di Macau. Bahkan sebelum Macau terpisah dari Tiongkok, kuil ini sudah digunakan sebagai tempat beribadah. Gapura, ornamen, dan ukiran di dalamnya sangat khas. Kita bebas masuk, tapi ada beberapa lokasi yang tertutup untuk umum. 

Bagi yang ingin ikut sembahyang pun tidak ada yang melarang. Disediakan tempat khusus untuk membeli dupa, sebagai sarana utama untuk bersembahyang. Saya dan beberapa rekan ikut serta dalam ritual. Selain kuil utama, ada pula beberapa kuil yang lain, dimana untuk mengaksesnya musti menaiki rangkaian anak tangga. Saya tidak sempat lagi melihat-lihat, karena guide sudah memanggil untuk naik ke bus.

Di Macao, banyak sekali hotel-hotel yang menyediakan hiburan, yang bisa ditonton secara gratis. Salah satunya di Wynn Hotel. Di hotel ini ada pertunjukan Wynn Water Fountain Show. Dimulai pukul 18.00 sampai 00.00, setiap 15 menit sekali. Model atraksinya seperti air terjun menari, yang dibarengi dengan alunan musik dan tarian modern. Semakin meriah dengan tambahan tata lampu warna-warni.

Sebelum menuju hotel untuk beristirahat, kami diajak mampir ke The Venetian. Disinilah saya baru tahu kenapa Macao dijuluki Las Vegas-nya Asia. Di dalamnya saya mendapati casino yang sangat luas. Benar-benar super luas. Berbagai jenis permainan judi ada di sana. Benar-benar super lengkap. Saya yang hanya berbekal uang pas-pasan, hanya bisa melihat-lihat saja. Namun, tidak hanya casinoyang tersedia di sana.

 Ada pula mall super besar. Sepuluh kali lipat lebih besar dari mall di Bali. Sepertinya semua merek terkenal dunia ada counter-nya di sana. Paling menarik perhatian saya adalah adanya sungai buatan di tengah mall. Sungai itu memutari mall, dan pengunjung bisa menyewa gondola untuk berkeliling. Saya seperti sedang berada di Venice, kota air yang romantis di Italia. Pas sekali buat mereka untuk datang bersama pasangan.Sampai di hotel saya langsung mandi. Ganti pakaian langsung balik ke lobi. Di sana beberapa rekan sudah menunggu. Kami janjian untuk menikmati suasana malam Macao. Rugi dong jauh-jauh ke luar negeri, kalau tidur terlalu awal. Beramai-ramai kami berjalan kaki. Begitu keluar lobi, saya langsung dibuat takjub. Di malam hari, Macao bertransformasi menjadi kota penuh cahaya warna-warni. Hampir semua gedung pencakar langit bercahaya dengan terangnya. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata deh keindahannya.

Seorang rekan yang sudah sering bolak-balik Macau, kami daulat bagai guide dadakan. Dia mengajak kami ke Lisboa Hotel. Di sini ternyata juga ada casino, yang ukurannya tidak kalah besar dengan di The Venetian. Modal pas-pasan kami mampir doang buat foto-foto di lobinya. Banyak sekali ornamen-ornamen keren yang bisa dijadikan latar foto.

 Dan asyiknya, tidak ada satpam yang ngusir padahal kami cekakak-cekikik di sana. Lanjut kemudian, kami jalan kaki lagi ke Wynn Hotel. Di sana kami menyaksikan pertunjukan Dragon of Fortune. Efek audio dan tata cahaya dahyat, diakhiri dengan kemunculan sang naga dari balik asap tebal.

Sampai tengah malam, kami habiskan waktu mencari latar keren untuk foto-foto. Biasalah anak muda. Mengingat besoknya kami harus kembali ke Hong Kong, untuk terbang balik ke Bali.

Kalau saya dapat lagi kesempatan datang ke Macao, tentu akan sangat menyenangkan. Masih banyak sekali tempat yang belum saya kunjungi. Masih ada Benteng Guia, Museum Grand Prix, Macau Tower, Flora Garden, Gereja St. Dominic, Macau Giant Panda Pavilion, Dr. Sun Yat Sen Memorial House, Casa Garden, Museum Wine, Nam Van Lake Cybernetic Fountain, dan lain-lain. Panjang banget nih daftarnya. Jelas penasaran dong, kan diantara tempat-tempat itu ada yang diakui oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), sebagai situs warisan dunia.

Belum lagi wisata kuliner yang tidak bisa dilakukan, kalau kita datang dengan grup. Wisata yang berupa paket membuat kita tidak bebas bergerak. Tempat makan sudah ditentukan dalam paket. Dari beberapa yang sempat saya cicipi, yang mencuri perhatian adalah jenis sayurannya. Sayuran yang disajikan kebanyakan tidak berbumbu. Benar-benar direbus apa adanya. Kata guide kami sih, orang-orang Macao memang senang makanan seperti itu. Baik untuk kesehatan katanya.

Kata teman, kalau ke Macao lagi wajib datang ke Kwun Ya Kai - Taipa. Banyak toko-toko kue dan panganan khas Macao. Belum lagi makanan-makanan khas Macau yang musti dicoba, antara lain: Egg Tart, Roti Daging, Bubur Kepiting, Serradura, Kue Kenari, Bakkwa, Minchi, Bacalhau, dan lainnya. Aduh, dibayangin saja sudah bikin ngiler nih.

 Kapan ya saya bisa ke Macao lagi? Menghayal, dimulai...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun