Darah tidak cukup membendung amarah.
Kesakitan tidak cukup terbayar kematian.
Adalah kebencian yang mulai tumbuh.
Membangun jiwa, menggenggam logika.
Engkau tidak harus tau tentang semua.
Karena luka tidak terbagi..
Ketenangan adalah kematianmu.
Kedamaian adalah kesengsaraanmu.
Hingga jiwa terbang melayang,
Adalah cerita yang tak kikis oleh masa.
Hilanglah sudah rasa percaya.
Ketika api kau sulut terlalu jauh.
Dan engkau bangga ?
Engkau benar ?
Semua orang menginginkanmu ?
Kau harus bangga, kau benar, semua orang menginginkanmu, menginginkanmu mati !
Rasa penyesalan yang mendalam akan dirasakan.
Kesakitan luar biasa akan kau terima.
Lelah, letih, frustasi.
Semua adalah kenyataan yang harus dihadapi.
Mimpi-mimpi akan mulai mati.
Ilusi hanya bermain dalam imajinasi.
Di alam bawah sadar adalah kehidupan.
Terasing, terpasung, terluka dalam jiwa.
Takan ada kedamaian, takan ada ketenangan..
Hingga penghakiman tiba, bersiaplah untuk tercampakan.
Bersiaplah untuk terasingkan.
Sama seperti diriku yang terhina.
Sama seperti rasaku yang kau sirnakan.
Dendam ini takan hilang dan tenggelam.
Aku adalah kerdil untuk matamu.
Dan aku adalah ancaman nyata untukmu.
Tersenyumlah..
Tertawalah..
Sampai ketika mata terbelalak.
Sampai ketika mulut menganga.
Andai hukum rimba adalah sah dan nyata.
Andai tiada penghakiman penguasa.
Ada dendam yang tak bisa diredam.
Ada darah yang harus terjarah.
Kau adalah kebencian mutlak untuku.
Kau adalah sumber dari segala sakitku.
Satu darah, satu amarah, ada darah yang harus terjarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H