Mohon tunggu...
I Dewa Ayu Puspadewi
I Dewa Ayu Puspadewi Mohon Tunggu... Lainnya - Puspadewi

Denpasar, Bali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dekadensi dan Hiperrealitas dalam Media Sosial

23 Mei 2021   13:01 Diperbarui: 24 Mei 2021   16:00 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menggunakan media sosial(Sumber: galeri foto pribadi)

Tidak unggah kekinian seperti tidak eksis, tidak membalas komentar dikatakan sombong, atau tidak pernah ke tempat mewah dianggap kuno inilah yang memunculkan penampilan unggahan yang ingin tidak pernah ketinggalan. Padahal mungkin saja, seseorang tidak mengunggah seratus persen dari kehidupannya di media sosial. 

Sayangnya lagi, sebagian orang menjadikan tolak ukur keberadaan nyata seseorang melalui tampilan di dunia maya. Tidak perlu membandingkan diri kalau kita paham inilah dunia nyatanya media sosial dengan setiap orang menetapkan apa yang baik dan tidak baik berdasarkan dengan yang dilihatnya pada media sosial.

Sesungguhnya sesuatu yang tampak dalam interaksi manusia kini perlu diikuti dengan kesadaran. Mengetahui tujuan dari penggunaan media sangat penting. Karena jika belum memahami dari tujuan penggunaan media, justru akan menjadikan media yang memanfaatkan kita bukan kita yang memanfaatkan media. 

Hanya karena menghilangkan rasa bosan membuat kita didalam dunia maya dan hanya kesal pada seseorang membuat individu menuliskannya dalam akun media sosialnya. 

Dahulu, orang berinteraksi dengan saling bertemu dan saling mengungkapkan masalahnya. Namun sebagian memilih melampiaskannya pada media sosial yang digunakan sekarang. Akhirnya salah tafsir, berujung semakin rumit.

Kendali atau tombol untuk mengatur dari penggunaan media sosial berada pada diri sendiri. Berdasarkan beberapa penelitian bahwa tidak jarang seseorang depresi akibat selalu melihat konten yang menampilkan kebahagiaan di media sosial, kemudian membandingkan dengan kehidupan pribadi. Menghabiskan waktu yang ternyata semua adalah semu. 

Hal ini akan lain terlihat ketika kita yang mampu memanfaatkan media sosial dengan menjadikannya sebagai media penunjang karier dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan seperti hal positif tergantung kebutuhan masing-masing. 

Ketika justru teknologi yang memanfaatkan kita, ini yang cukup menyedihkan untuk introspeksi. Karena membuat kita menghabiskan waktu terlalu lama dengan hidup di dunia maya, sedangkan waktu kita perlu produktif untuk melakukan hal nyata. 

Selanjutnya, jika hal nyata tersebut dipublikasikan tentu itu akan menjadi informasi bagi setiap orang mengenai diri kita. Sehingga, penting untuk bijak menggunakan media sosial karena ruang privasi seseorang sudah menyatu dalam ruang publik yang dapat diakses siapapun, bahkan dimanipulasi. 

Sebaiknya penggunaan teknologi dengan situasi sekarang ini menjadikan kalimat "menjauhkan yang dekat, dan mendekatkan yang jauh" dimaknai secara positif sebagai cara untuk kita tetap terhubung dengan orang sekeliling di tengah kondisi pandemi. Tanpa justru menjadikan kita lupa dengan dunia nyata dengan hanya sibuk berselancar di dunia maya dan kemungkinan terburuk adalah kondisi hiperrealitas. 

Berada dalam kehidupan serba ramai informasi, kurangnya nalar kritis ini menjadi semakin miris. Penyebaran hoax yang meningkat dan kepercayaan individu terhadap penilaian yang tampil di dunia maya mengubah pandangan yang terjadi sebenarnya. 

Yuk, kita hadirkan sesuatu yang nyata bukan sekadar dunia fantasi semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun