Mohon tunggu...
Dewa Anjar Wahyudi
Dewa Anjar Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Orang aneh yang masih belajar menulis dengan keren.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sampah Jangan Dibalas dengan Sampah

15 Desember 2022   09:32 Diperbarui: 15 Desember 2022   09:36 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Depok, Jawa Barat -- Khalayak akhir-akhir ini dihebohkan oleh berita main hakim sendiri pada terduga pelaku kekerasan seksual di Universitas Gunadarma, Depok. Menutip dari Tempo.co, salah satu mahasiswa Universitas Gunadarma berinisial M menyatakan kejadian ini bermula atas laporan korban pada akun Instagram @anakgundardotco. Kekerasan seksual ini diawali ajakan pelaku bertemu dengan korban di depan kelas di kampus E Universitas Gunadarma, tak lama, pelaku berjalan ke toilet, berusaha memojokkan korban dan menciumnya di toilet.

Sontak berita ini memicu amarah mahasiswa Universitas Gunadarma yang lain. Pelaku yang awalnya hanya diketahui inisialnya saja, lama kelamaan terungkap nama lengkap, fakultas, program studi, hingga wajahnya tersebar luas di media sosial Twitter. Selain itu, mereka juga mencari pelaku untuk 'memberi pelajaran' secara langsung.

Benar saja, pelaku langsung 'dirujak' habis-habisan oleh beberapa oknum mahasiswa Gunadarma. Ia diikat di pohon dengan kondisi basah kuyup, disulut rokok, hingga ditelajangi tanpa sehelai benang 'pun dan dipaksa minum air kencing.

Aksi persekusi ini sangat disayangkan. Karena hal ini terjadi di lingkungan kampus yang harusnya orang-orangnya mengutamakan ilmu dan rasionalitas dalam setiap pengambilan keputusan. Terlebih lagi, tahun lalu sudah diresmikan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai payung hukum pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.

Persekusi yang dilakukan beberapa oknum mahasiswa Gunadarma ini juga menggeser fokus masyarakat. Seharusnya masyarakat fokus pada pelecehan seksual yang dilakukan oleh terduga pelaku dan membantu korban mendapat keadilan, justru sekarang perhatian tertuju pada terduga pelaku yang juga menjadi korban kekerasan seksual oleh beberapa oknum mahasiswa tersebut. Kejadian ini juga memungkinkan terduga pelaku yang seharusnya merasa malu akibat tindakan kurang ajar yang ia lakukan, mendapat peluang untuk 'memelas' dan bertindak sebagai korban.

Ketika sebuah tindakan negatif dibalas oleh tindak negatif pula, niscaya seluruh dunia ini akan dipenuhi oleh tindak negatif.

Sesuai dengan pernyataan melegenda Mahatma Gandhi
"Jika sebuah mata harus dibalas dengan sebuah mata, hanya akan membuat seluruh dunia ini buta."

Sudah sepatutnya mahasiswa yang merupakan insan terpelajar "mengutuk" pelaku dengan cara-cara elegan seperti mendukung dan mengawal proses hukum pada pelaku. Seperti pendapat Lawrence M. Friedman, bahwa hukum merupakan social control untuk membatasi perlaku masyarakat serta menjaga setiap hak-hak masyarakat. Meskipun dalam praktiknya, hukum di Indonesia masih sering melenceng dari keadilan, bukan berarti kelakuan persekusi atau main hakim sendiri diperbolehkan. Jika proses hukum dianggap masih belum adil, masyarakat masih bisa mengambil opsi lebih aman dengan cancel-culture, yaitu dengan menandai identitas terduga pelaku, sehingga kelak ia kesulitan dalam mencari kerja karena riwayat buruk yang melekat padanya.

Alih-alih mengharumkan nama kampus, aksi persekusi yang dilakukan beberapa oknum mahasiswa berdasarkan emosi sesaat ini justru mencoreng nama kampus dan ternacam membuat lulusan Universitas Gunadarma kesulitan mendapatkan kerja di kemudian hari. Hal ini ditunjukkan dalam salah satu cuitan akun menfess @collegemenfess di laman Twitter berisi status WhatsApp dari salah satu kolega pengirim cuitan yang diketahui berprofesi sebagai HRD sebuah instansi, bertuliskan "Terima kasih atas informasinya kawan kawan, kedepan kami akan pertimbangkan lagi untuk rekrut lulusan gundar." Meskipun hal ini terkesan tidak adil dengan menyamaratakan seluruh lulusan Universitas Gunadarma. Namun perusahaan juga memiliki kewajiban dan hak untuk menjaga reputasi mereka dengan tidak menerima pelamar yang berasal dari universitas yang memiliki riwayat tidak baik.

Sederet prestasi yang didapat civitas akademika Universitas Gunadarma, seketika ditutup oleh persekusi ini. Pr besar bagi jajaran kampus berupa 'bersih-bersih' nama baik untuk menjaga reputasi sebagai salah satu universitas swasta terbaik di Jawa Barat.

Terkait perkembangan kasus kekerasan seksual ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Sulpan, pada Tirto (14/12/2022), menyatakan kasus ini sudah berakhir damai dan diselesaikan dengan kekeluargaan karena korban tidak melaporkan pada polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun