Kepariwisataan khususnya di Bali menyebabkan timbulnya isu hukum di masyarakat. Salah satu isu hukum yang tengah terjadi di Bali adalah oknum WNA (Warga Negara Asing) yang menggunakan visa liburan tetapi dipergunakan untuk bekerja secara ilegal dan tidak membayar pajak. Umumnya, WNA yang bekerja secara ilegal berprofesi sebagai fotografer, rental motor, hingga bekerja secara WFH (Work From Home) dari kantor luar negeri. WNA yang bekerja secara WFH mendapat penghasilan dengan mata uang luar negeri dan pajak penghasilannya masuk ke luar negeri. Terdapat dua subjek pajak yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Salah satu subjek pajak dalam negeri adalah Warga Negara Asing (WNA) yang :
Perkembangan- bertempat tinggal di Indonesia;
- berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
- dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2011, orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi PTKP. Namun, banyak oknum WNA yang "curang" dan mengakali hal ini. Saat batas waktu 183 hari akan berakhir, beberapa hari sebelumnya WNA akan pergi ke negara lain atau negara asalnya seperti Singapura, Kuala Lumpur, atau negara lainnya sehingga ketentuan 183 hari tidak berlaku lagi.Â
Kemudian setelah menetap selama 12 bulan atau 1 tahun di negara lain, para oknum WNA akan kembali lagi ke Bali sehingga pengaturan batas waktu 183 hari ini otomatis tidak berlaku. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 "Jangka waktu 183 (seratus delapan puluh tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dengan menghitung lamanya subjek pajak orang pribadi berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari dihitung penuh sebagai 1 (satu) hari." jadi batas waktu 183 hari akan "reset" setiap 12 bulan sekali. Hal ini mengakibatkan banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh WNA di Bali.Â
Banyak oknum WNA yang memanfaatkan celah tersebut agar mendapat penghasilan tinggi dengan pengeluaran yang kecil. Perilaku ini sudah termasuk Tax Evasion yaitu penghindaran pajak yang dapat merugikan negara. Penghindaran pajak merupakan pelanggaran hukum yang berusaha meminimalkan tagihan pajak dengan cara memanfaatkan celah atau pengecualian terhadap peraturan ataupun mengadopsi interpretasi yang tidak disengaja terhadap kode pajak. Biasanya hal ini mengacu pada praktek upaya menghindari pembayaran pajak dengan mematuhi ketentuan undang-undang, namun bertentangan dengan tujuan undang-undang. Jika hal ini terus-menerus terjadi, maka oknum WNA akan semena-mena terhadap peraturan di Indonesia dan dapat merugikan masyarakat lokal karena mata pencaharian semakin banyak dikuasai oleh WNA.
Dengan semakin maraknya kejadian penyalahgunaan visa, sudah sepatutnya pemerintah bertindak tegas dengan memperketat proses keimigrasiannya. Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Imigrasi, telah meningkatkan pengawasan terhadap WNA yang berada di Bali. Mereka bekerja sama dengan instansi terkait, seperti Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Ketenagakerjaan, untuk memastikan WNA mematuhi peraturan visa dan ketentuan perpajakan yang berlaku.Â
Pemeriksaan visa lebih ketat dan operasi penegakan hukum terhadap WNA yang melanggar peraturan semakin sering dilakukan. Namun, tak ada gading yang tak retak, "bule-bule nakal" di Bali tetap saja memiliki kelicikan dalam memanfaatkan celah-celah hukum yang ada di sistem birokrasi kita. Meskipun instansi-instansi terkait telah berusaha meningkatkan pengawasannya, tetapi kadang kalanya justru "duri" yang muncul dari dalam instansi tersebut. Munculnya oknum-oknum "nakal" yang sengaja bersekongkol dalam memuluskan para WNA-WNA yang mengelabui imigrasi, semakin memperburuk keadaan yang terjadi. Sehingga, perlu adanya reformasi birokrasi demi menghindari adanya oknum yang membantu WNA-WNA untuk mengelabui imigrasi itu sendiri.
Perkembangan pariwisata di Bali telah memicu isu hukum terkait Warga Negara Asing (WNA) yang menyalahgunakan visa liburan untuk bekerja secara ilegal dan menghindari pajak. Meskipun aturan pajak mengharuskan WNA yang tinggal lebih dari 183 hari untuk menjadi subjek pajak dalam negeri, banyak WNA yang mengakali aturan ini dengan meninggalkan Indonesia sebelum batas waktu dan kembali setelah 12 bulan.Â
Praktik ini, yang termasuk dalam penghindaran pajak, merugikan negara dan masyarakat lokal. Pemerintah Indonesia telah memperketat pengawasan melalui kerjasama berbagai instansi terkait, tetapi upaya ini sering terhambat oleh oknum dalam birokrasi yang membantu WNA mengelabui aturan. Oleh karena itu, reformasi birokrasi yang lebih menyeluruh dan penegakan hukum yang lebih ketat diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan melindungi kepentingan negara serta masyarakat lokal.
Opini ini dibuat oleh:
I Dewa Putu Pradika Budi Saputra, Kadek Canca Ananda A.W., I Gusti Ngurah Agung Dwika Bayu Premana, I Gusti Ayu Ratih Nareswari, Sagung Mirah Pradnya Putri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H