Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Hari Suci, Cinta Ini Kubagi

18 Maret 2024   06:59 Diperbarui: 18 Maret 2024   07:12 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar poto pixabay gratis

DI HARI SUCI, CINTA INI KU BAGI
DN Sarjana

Centiiing...Suara hp suamiku berdenting. Kebetulan suaminya Fajrul sedang menikmati kopi. Santi bergegas mengambil.
"Fajrul, kau dimana. Kirimi ibu uang 300 ribu saja. Gajih ayahmu belum masuk rekening."

Secepatnya Santi menaruh hp itu ditempat semula. Santi takut ketahuan suaminya, walau dia sering membaca wa dari mertuanya seperti itu.

Fajrul bangun dan bergegas mengambil hp di atas meja tamu. Sesaat ia memandangi. Kemudian jemarinya terlihat menekan-nekan. Dan suara klenting itu terdengar.

Santi pura-pura tidak tahu. Dan memang ia tidak mau tahu urusan detail keuangan. Yang Santi inginkan kebutuhan pokok keluarga bisa terpenuhi.

"Ada apa Pa?" Santi mengalihkan perhatian suaminya sambil membuatkan susu untuk anaknya yang berusia satu tahun.

"Ndak Ma. Hanya kabar biasa."

Dalam hati Santi menyimpan rasa kesal. Entah sudah beberapa kali suaminya berbohong. Tapi Santi tetap bersabar.

*****
Hari-hari terus berlalu. Perjalanan rumah tangga keluarga Fajrul berjalan dengan baik. Namun di bulan ramadan ini, sedikit ada ketidaknyamanan. Santi paling merasakan karena ia yang tahu kebutuhan di dapur. Hingga suatu hari:

"Pa, Mama bukannya menuntut. Tapi mohon uang dapur di bulan ini bisa ditambah karena kebutuhan dapur bertambah." Ucap Santi ditengah suasana santai di meja bawah pohon.

Fajrul menjawab dengan santai. "Ya, boleh saja minta. Tapi aku kan kerja sendiri. Dimana dapat tambahannya?"

Santi sedikit kesel menerima ucapan suaminya seperti itu.
"Bener. Tapi bagaimana aku bisa kerja? Anak kita masih perlu perhatian. Mungkin Papa mengurangi pengeluaran yang tidak perlu."

"Maksud Mama? Apa aku memberikan uang kepada orang lain? Apa yang Aku berikan kepada Ibuku? Atau kepada Adikku?"

"Bukan itu maksudnya Pa. Siapa tahu ada salah penggunaan. Aku kan tidak ada menuduh."

Syukurlah kemudian anak mereka menangis. Santi bergegas meninggalkan suaminya menuju kamar. Didapatinya anaknya terbangun karena pempesnya sangat basah.

Sambil mengganti pempes, Santi berusaha membesarkan hatinya dan menjaga kesabaran."Biarlah di hari suci cinta ini ku bagi," kata hati Sinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun