Sebab Suara Azan, Cinta Kian Terpaut
DN Sarjana
Suara azan yang lembut mengalun merdu, membelah pagi. Suasana alam pedesaan dengan hawa pagi masih menyelimuti, tak mampu menahan tidur penghuni rumah. Â Kepergian penduduk utamanya kaum lelaki ke masjid atau mushola untuk sembahyang terlihat ramai.
Tidak ketinggalan Rizal setiap hampir setiap hari pergi ke mesjid yang letaknya kurang lebih 50 meter. Ia terbiasa berjalan kaki. Ada kisaran 10 rumah yang dilintasi, termasuk rumah Fitri.
Pagi itu samar  mentari mulai menembus celah-celah bebukitan. Rizal merasa langkahnya harus dipercepat biar tidak terlambat sembahyang. Tak dinyana Ia berpapasan dengan Fitri yang juga bergegas pergi ke pasar untuk membeli segala sesuatu persiapan buka puasa.
Rizal sepintas menatap Fitri. Hati Rizal seakan berucap syukur dua kali. Tidak saja suara azan itu membawa kedamaian di hati Rizal, tapi kehadiran senyum Fitri ketika ia berpapasan. "Duuh, cantiknya." Gumam hati Rizal.
Mereka terdiam sejenak, menikmati keheningan pagi, tapi hanya kepentingan yang berbeda mengharuskan mereka berpisah.
Semenjak pertemuan pertama itu, dua sejoli Rizal dan Fitri, sama-sama mencuri kesempatan untuk bisa bertemu. Sebagai lelaki, tentu Rizal lebih agresip mencari-cari waktu biar bisa saja bertemu Fitri.
Hingga suatu hari, Rizal mencegat Fitri bersama Dewi pergi kepermandian di desa.
"Fitri, boleh aku ikut?"
Fitri tersenyum. Sebelum menjawab, ternyata Dewi sudah duluan mencegat.
"Malu-maluin aja. Memangnya kak Rizal tidak tahu itu permandian perempuan. Tuuh, di jalan ke timur kan tempat permandian laki-laki." Sahut Dewi terlihat ketus.
"Dewi..., Dewi...Pelan-pelan. Maksudku, Aku berjalan bersama. Kan 15 meter nanti kita ketemu dipersimpangan. Kita masing-masing menuju tempat mandi."
"Ooo, gitu maksudnya. Baru aku paham. Rasanya tidak masalah kan Fitri kalau Rizal ikut?"
Fitri tersenyum sambil menatap Rizal. Keduanya pasti merasakan getar aliran asmara.
Mereka melanjutkan perjalanan. Gemulai dedaunan diterpa desiran angin, seakan menyertai sayup-sayup pembicaraan Rizal dengan Fitri.
"Boleh Aku memanggil mu Fit?" Pertanyaan lugu Rizal memecah keheningan.
"Memang kenapa? Aku di rumah oleh teman-teman sering dipanggil Fit."
Sesungguhnya Rizal hanya sulit memulia harus bilang apa. Tumben dia merasa grogi berhadapan dengan perempuan. Padahal dia sering merapatkan karang taruna di desanya.
"Fit, entah mengapa di bulan ramadhan ini perasaanku berbeda tentang dirimu." Rizal lama terdiam.
"Itu hanya perasaan kang. Perasaan itu boleh dibawa kemana saja. Udah ya, kita pisah dulu. Aku kepermandian perempuan."
Ada perasaan berat Rizal berpisah dengan Fitri. Ia ingin ucapan yang lama terpendam ia sampaikan kepada Fitri.
Yaa..., ucapan cinta. Akankah akan terwujud?
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H