Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Panggil Daku Guru

27 Februari 2024   20:21 Diperbarui: 27 Februari 2024   20:31 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bu..., mau nanya. Bu Yunita ada di kamar ya,?

"Rupanya tidak nak. Tadi ibu lihat ada ambulan membawa keluar. Pasti ibunya diajak berobat."

Mendengar ucapan tersebut, jantung Widia terasa berdegup. Badannya terasa bergetar karena sedih mendalam menyelimuti.

"Terimakasih buk. Saya mohon ijin menaruh titipan teman di depan kamar Bu Yunita."

Widia melangkah menuju kamar Bu Yunita. Dia melihat sekelilingnya, sambil melihat tempat menaruh titipan teman-temannya. Widia curiga ada selembar kertas warna putih di samping pintu. Widia mengamati dengan seksama. Winda yakin itu surat. Setelah ia buka benar saja surat dari Bu Yunita.

Widia bergegas membuka lalu membaca.
"Buat Anakku Widia."
'Ibu yakin nanda akan datang hari ini. Ibu tidak ingin mengecewakanmu. Maka ibu menyuruh ibu Mirzan menuliskan surat ini."
"Maafkan ibu akan lama tidak bertemu dengan nanda dan teman-teman karena ibu harus berobat ke Makasar. Ibu harus mencari rumah sakit yang besar agar pengobatan ibu maksimal."
"Percayalah, ibu pasti sembuh dan bisa bermain bersama dengan Winda dan teman-teman."
"Sampaikan salam Ibu kepada teman-teman semua."
"Dari Ibumu, YUNITA."

Sampai disitu Winda tak tahan lagi. Ia menjerit histeris. Tangisnya membuat Ibu Mirzan berlari mendekati. Bu Mirzan memapah Winda dan memberinya minum.

Panggil Aku Guru, itu pesan terakhir yang terngiang di pikiran Winda. Malam itu, mata Winda lama tiada terpejam. Dia tak henti-henti lantunkan doa untuk kesembuhan Bu Yunita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun