Awal Cinta di Ubud
DN Sarjana
Siapa yang tidak pernah mendengar nama Ubud. Suasana alam pedesaan ditata asri. Tidak heran disetiap tempat dibangun rumah hunian untuk tamu baik berupa home stay, villa, resort dan hotel. tidak salah Ubud dijuluki kampung tourism. Ubud terkenal di manca negara dan sering menjadi daerah tujuan wisata nomer satu di dunia. Bicara soal seni, di Ubud lah tempat dan lahirnya seniman kelas dunia.
"Ya, begitu. Agak geser ke timur. Ada melirik kesini. Ya...ya...pas. Tapi rambut disingkap dikit".
"Ah, gimana sih yang pas Bapak?" Perempuan itu agak ketus.
"Boleh aku pegang sebentar rambutmu?"
Perempuan dengan wajah lumayan manis itu mengangguk. Dendi merasa tidak enak bersentuhan dengan setiap model yang akan dilukisnya. Dia selalu menjaga privatisasi seseorang. Apalagi dia seorang gadis.Dendi dua tiga kali memberi perintah gadis yang sedang dilukis. Sketsa lukisan mulai tampak. Dia melihat gadis itu gelisah.
"Ma, aku capek".
Mamanya kemudian bertanya kepada Dendi. Adakah jalan memotret anaknya untuk kemudian dilukis.
"Boleh aja bu. Tapi saya biasanya lebih suka dari pemodelan langsung, karena tidak terpengaruh situasi buatan. Baik saya potret aja". Dedi mengambil kamera hp, lalu memotret gadis itu beberapa kali.
"Sudah, silahkan. Pengambilan selesai".
Gadis itu melangkah mendekati ibunya. Diambilnya botol minuman, lalu dia mendekati sketsa lukisan tadi.
"Pak, kok senyumku kecut banget sih?"
"Kan belum selesai. Nanti akan dipadukan dengan poto tadi Buk".
Gadis itu menoleh kepada Dedi. Lalu dia berkata.
"Jangan bilang ibu. Aku masih muda kok".
"E, maaf mbak. Boleh saya tahu namanya?"
"Aku Lely".
"Aku juga masih muda Mbak Lely. Namaku Dedi".
"Tapi,,,kau". Dedi memotong perkataan Lely.
"Kelihatan tua ya. Mungkin aku terlalu konsen melukis. Apalagi melukis wajah sepertimu".
Alis Lely sedikit kerut.
"Seperti apa sih wajahku?
"Cantik". Jawab Dedi singkat. Lely tak bisa menyembunyikan senyumnya.
"O, ya maaf saya bilang Bapak tadi Mas Dedi".
"Tidak apa-apa. Kita tidak saling kenal".
Rupanya pembicaraan sesaat, menimbulkan benih rasa senang pada kedua insan yang berbeda. Namun karena Lely bersama ibuk nya melanjukan perjalanan ke Kuta, Dedi hanya menyempatkan diri meminta nomer telpon. Dedi berjanji dua hari lagi lukisan akan selesai.
"Sampai jumpa Mas Dedi". Lely melampaikan tangannya dan mobilpun melaju.
Tentang penulis
Tinggal di Bali. Hobi berteman, baca dan menulis. Ada puluhan buku ber ISBN sudah diterbitkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H