Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Guru Masih Diperlukan?

7 Februari 2024   09:07 Diperbarui: 7 Februari 2024   09:11 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Guru Masih Diperlukan?

 

Pada youtube Prof EKOJI Channel dalam ceramahnya beliau kurang lebih mengatakan tentang sebuah pertanyaan apakah kepada guru, dosen, instruktur seperti ini: "berapa persen materi yang Anda akan ajarkan ada di google, di youtube atau medi yang lainnya?" hampir semuanya mengtakan seratus persen. La[u mengapa Anda ajarkan? Lalu pertanyaan kedua : "Coba Anda melaksanakan survey tanpa nama. Mana yang lebih menarik materi yang diajarkan guru atau dosen atau insruktur dengan yanga ada di youtube, google dn sebagainya?" Pastilah mereka jawab yang yang di intenet lah lebih menaraik. Ada animasinya,  simulasi, yang ngajar tidak marah2. Bahan ajanya yang terbarukan.

Kalau  demikian halnya, apakah guru masih diperlukan? Jawabannya masih diperlukan. Walau tidak bisa dipungkiri sampai saat ini masih terjadi pada dunia pendidikan di mana  kemajuan teknologi pembelajaran  tidak berbanding lurus dengan kemajuan guru. Hal ini tidak terlepas dari produk guru tahun 80-an, sementara murid adalah generasi milenial. Telah terjadi pergeseran dari era pengetahuan, ke era informasi dan komunikasi. Transisi dari komunitas berbasis pengetahuan ke komunitas berbasis informasi dan komunikasi membawa perubahan yang dramatis, terutama dalam hal, bagaimana informasi dikonstruksi menjadi pengetahuan yang dapat dikomunikasikan dengan cepat dan secara luas kepada semua warga negara, sehingga tidak ada warga negara yang terisolasi dalam informasi.

Menjadi guru di abad 21 berbeda dengan guru di abad 20-an. Di era digital seperti sekarang ini, eksistensi guru tidak lagi dilihat dari kharismanya semata. guru harus diorientasikan terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan masyarakat digital dewasa ini. Bastian, Aulia Reza. (2002) lebih lanjut, perubahan tempat belajar, yakni transisi dari era analog ke era digital, juga dianggap penting. Di era digital, lingkungan belajar harus diselaraskan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya internet dan cybernet, yang memungkinkan pembelajar belajar secara mandiri, dinamis dan tidak terikat oleh hanya satu tempat dan satu sumber belajar, bahkan tidak tergantung pada guru pengajarnya saja, tetapi siswa dapat belajar dari banyak guru, berbagai sumber di dunia maya.

Dalam era digital dinamis ini guru harus menerapkan konsep multy channel learning yang memperlakukan siswa sebagai pembelajar dinamis yang dapat belajar dimana saja, kapan saja, dari siapa saja, dari berbagai sumber di mana saja. Dalam hal ini guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator yang menunjukkan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa, dan membuka kesempatan pada siswa untuk dapat belajar dari berbagai sumber pembelajaran digital di dunia global. Kemajuan dalam belajar dapat disesuaikan dengan kebutuhan tergantung pada ketersediaan akses pengetahuan dan informasi, yang kini dapat diperoleh dengan mudah dan cepat, yaitu dalam hitungan mouse click. Orientasi baru ini akan memberikan pengaruh positif terhadap kemajuan kreativitas dan daya imajinasi pemelajar. Selain itu, kemampuan berpikir kritis dan analitis pemelajar diharapkan dapat ditingkatkan,

Penerapan TIK digital dalam dunia pendidikan tidak boleh mengurangi hal ini. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi guru dalam dunia digital global dewasa ini. Untuk itu, guru perlu menjadi orang yang literat dalam hal-hal digital sehingga mampu memahami serta siap dengan lingkungan berteknologi tinggi yang mengelilingi mereka, serta yang akan menjadi hal yang mereka sentuh langsung dalam dunia kerjanya.

Oleh sebab itu komunitas digital memerlukan guru yang memang literat, secara digital, dan juga sensitif, secara sosial. Sensitivitas sosial dalam hal ini adalah kemampuan untuk memperoleh pengetahuan budaya, serta sensitivitas untuk bekerja dengan sukses dalam bidang pendidikan yang berubah sangat cepat. Sebagai tambahan, guru harus memiliki kemampuan untuk menggunakan contoh-contoh nyata yang berkaitan dengan kehidupan siswa dan menghubungkan dengan mata pelajaran yang diajarkan.

Guru harus meningkatkan kreativitas tentang bagaimana siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan, misalnya bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa belajar secara aktif dan mandiri dari berbagai sumber pembelajaran, yang memungkinkan siswa membangun kompetensi mereka secara utuh, dari kompetensi dasar sampai kompetensi tingkat tinggi (Sudiarta, 2007).

Di tengah tumpah ruahnya informasi dan sumber belajar digital yang dapat diakses secara cepat dan luas, guru harus mampu menjadi pelopor kejujuran dalam belajar, misalnya jujur dengan menunjukkan sumber bahan ajar digital yang digunakan, jujur bahwa dia belum mengakses informasi digital tertentu yang dibutuhkan, dan sebagainya. Guru dapat memiliki paling tidak tiga peran penting dalam pendidikan berbasis digital global, yaitu sebagai pembawa perubahan, pembaharu pengetahuan, serta konsultan pembelajaran sebagai berikut.

Makin pesatnya teknologi jaringan digital diikuti 'prinsip keterbukaan informasi' memungkinkan orang-orang untuk bertukar informasi dan berbagi banyak sumber/ berbagai sumber (information exchange and resource sharing).  Murid ingin mengakses informasi multimedia hyperlink secara acak, sedangkan guru lebih suka menyediakan informasi secara linear, logis dan lempang. Murid menyukai interaksi simultan dengan banyak orang, sementara guru menginginkan muridnya bekerja secara independent. Karena kebiasaan dan cara belajar mereka sering berbeda. Hal inilah yang acapkali membuat kedua belah pihak, murid di satu pihak dan guru di lain pihak, sama-sama frustrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun