Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permen Karet

8 Januari 2024   21:27 Diperbarui: 8 Januari 2024   21:31 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#cerpen_remaja

PERMEN KARET
DN Sarjana

Mendengar nama permen karet, teringat sebuah film tempo doeloe tahun 80an. Surya hanya sempat membaca novel Lupus. Lupus yang doyan kemana-mana ngemil permen karet. Konon dimasanya permen karet menjadi biang kerok masalah di sekolah. Sampai-sampai permen karet dilarang dijual dan dinikmati di sekolah.

Kali ini justru teman kelasku terkena kasus gara-gara permen karet. "Ayo ngaku, siapa yang menaruh permen karet di kursi guru kemarin? Siapaaa?" Tanya Pak Gogok dengan nada suara agak keras.

Tak satupun siswa berani memandang ke depan. Suasana kelas terasa sangat sepi. Tak satupun siswa berani menoleh. Apalagi berisik. Seisi kelas terlihat tegang. Kalau saja poto-poto pahlawan di dinding bisa bicara, mereka pasti tertawa melihat kelakuan kami.

"Tidak ada yang ngaku? Ingat jangan sampai bapak melakukan tindakan keras. Bapak tahu, kalian tidak boleh dikenakan hukuman pisik. Tapi menempelkan permen karet yang melekat dicelana bapak, itu lebih kejam dari kekerasan."

Bapak Gogok kelihatan mulai tak sabar. Ia beberapa kali bolak balik di gang meja siswa. Mungkin beliau memperhatikan wajah-wajah kami. Konon kalau orang bersalah dan tertekan, wajah akan kelihatan kerut karena rasa takut. Belum lagi ciri utama keluar keringat.

"Begini saja. Hari ini bapak tidak ngajar. Bapak kasi waktu 12 jam, kalian ada yang mau berkata jujur. Cari bapak di ruang guru."

Sambil membenturkan spidol white board. Cetaaak...suara sedikit keras. Kami semua terkejut. Tanpa basa-basi Bapak Gogok meninggalkan kelas.

Setelah Bapak Gogok tidak terlihat, suasana kelas mulai terdengar ramai. Kami terlepas dari rasa takut. Kami bisa bernafas lega.

"Ayo teman-teman. Siapa yang melakukan, coba berterus terang. Daripada kita kena hukuman. Aku siap mengantar menghadap Bapak Gogok." Kata Rani sekretaris kelas merayu temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun