Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Helai rambut di kanvas (1)

4 Desember 2023   03:51 Diperbarui: 4 Desember 2023   05:50 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#entah_kapan_dibuat

HELAI RAMBUTMU DI KANVAS (1)
DN Sarjana

Siapa yang tidak pernah mendengar nama Ubud. Suasana alam pedesaan ditata asri. Tidak heran disetiap tempat dibangun rumah hunian untuk tamu baik berupa home stay, villa, resort dan hotel. tidak salah Ubud dijuluki kampung tourism. Ubud terkenal di manca negara dan sering menjadi daerah tujuan wisata nomer satu di dunia. Bicara soal seni, di Ubud lah tempat dan lahirnya seniman kelas dunia.

"Ya, begitu. Agak geser ke timur. Ada melirik kesini. Ya...ya...pas. Tapi rambut disingkap dikit".

"Ah, gimana sih yang pas Bapak?" Perempuan itu agak ketus.

"Boleh aku pegang sebentar rambutmu?"
Perempuan dengan wajah lumayan manis itu mengangguk. Dendi merasa tidak enak bersentuhan dengan setiap model yang akan dilukisnya. Dia selalu menjaga privatisasi seseorang. Apalagi dia seorang gadis.Dendi dua tiga kali memberi perintah gadis yang sedang dilukis. Sketsa lukisan mulai tampak. Dia melihat gadis itu gelisah.

"Ma, aku capek".
Mamanya kemudian bertanya kepada Dendi. Adakah jalan memotret anaknya untuk kemudian dilukis.

"Boleh aja bu. Tapi saya biasanya lebih suka dari pemodelan langsung, karena tidak terpengaruh situasi buatan. Baik saya potret aja". Dedi mengambil kamera hp, lalu memotret gadis itu beberapa kali.

"Sudah, silahkan. Pengambilan selesai".

Gadis itu melangkah mendekati ibunya. Diambilnya botol minuman, lalu dia mendekati sketsa lukisan tadi.

"Pak, kok senyumku kecut banget sih?"

"Kan belum selesai. Nanti akan dipadukan dengan poto tadi Buk".
Gadis itu menoleh kepada Dedi. Lalu dia berkata.

"Jangan bilang ibu. Aku masih muda kok".

"E, maaf mbak. Boleh saya tahu namanya?"

"Aku Lely".

"Aku juga masih muda Mbak Lely. Namaku Dedi".

"Tapi,,,kau". Dedi memotong perkataan Lely.

"Kelihatan tua ya. Mungkin aku terlalu konsen melukis. Apalagi melukis wajah sepertimu".
Alis Lely sedikit kerut.

"Seperti apa sih wajahku?

"Cantik". Jawab Dedi singkat. Lely tak bisa menyembunyikan senyumnya.

"O, ya maaf saya bilang Bapak tadi Mas Dedi".

"Tidak apa-apa. Kita tidak saling kenal".

Rupanya pembicaraan sesaat, menimbulkan benih rasa senang pada kedua insan yang berbeda. Namun karena Lely bersama ibuk nya melanjukan perjalanan ke Kuta, Dedi hanya menyempatkan diri meminta nomer telpon. Dedi berjanji dua hari lagi lukisan akan selesai.

"Sampai jumpa Mas Dedi". Lely melampaikan tangannya dan mobilpun melaju.

(BERSAMBUNG)

Tentang penulis

Tinggal di Bali. Hobi berteman, baca dan menulis. Ada puluhan buku ber ISBN sudah diterbitkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun