Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Tidak Boleh Terjebak dalam Dinamika Perubahan

26 November 2023   09:03 Diperbarui: 26 November 2023   09:10 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GURU TIDAK BOLEH TERJEBAK DALAM DINAMIKA PERUMAHAN
DN Sarjana

Mengutip sambutan Bapak Presiden RI Ir. Joko Widodo, pada puncak peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-78 tahun 2023 yang menyatakan bahwa tugas guru itu paling susah. Sampai beliau mengulang tugas guru itu paling susah. Ini membuktikan pengakuan yang jujur dari tokoh bangsa setingkat presiden.

Dan guru dikatakan sebagai tenaga kerja yang memiliki tingkat stres paling tinggi. Ada 3 penyebab utama yaitu
1. Kenakalan siswa
2. Perubahan kurikulum
3. Perubahan teknologi

Mari kita coba cermati satu persatu.
1. Kenakalan Siswa
Siswa yang terlahir dimasa generasi milenial yang sering disebut generasi Z, atau sering disingkat Gen-Z. Generasi ini hidupnya sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Mereka membangun jejaring komunikasi seolah tanpa batas. Yang baru SD terbiasa chating dengan kakak kelas SMA misalnya.

Terkadang mereka tidak mengenal privatisasi. Asal bicara atau posting. Tetapi jika diarahkan dengan baik Gen-Z memiliki kemandirian, jiwa pertemanan atau toleransi yang tinggi sesama teman.

Dari kondisi di atas, bila kita salah mendidik, mengarahkan, maka kenakalan Gen-Z kadang di luar batas nalar setingkat usianya. Inilah yang menyebabkan terjadinya benturan dikalangan pendidik dengan siswa karena pendidik sekarang masih banyak generasi old, generasi baby bombers, yang meletakan disiplin keras dalam proses pembelajaran.

2. Perubahan Kurikulum
Apakah kurikulum tidak boleh berubah? Pastinya harus berubah, karena kurikulum itu membuat target-target yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.

Mungkin hasil penelitian yang disampaikan oleh Bapak Presiden adalah ketika perubahan kurikulum itu "seenak udel", tanpa atas kajian dari berbagai pemangku pendidikan.

Apakah juga diberlakukannya Kurikulum Merdeka, menjadi salah satu penyebab guru stres? Yang pasti penerapan Kurikulum Merdeka tidak merata dan tidak menjadi kewajiban di seluruh Indonesia. Ini baru pertama kali penulis alamai semenjak tahu tentang kurikulum.

Perubahan yang drastis terkait dengan administrasi perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran, bisa jadi menjadi salah satu penyebab guru stres.

Ketiga langkah pelaksanaan kurikulum wajib ada yaitu perencanaan, proses dan evaluasi hasil pembelajaran itu wajib ada. Tetapi haruslah dilaksanakan secara bertahap. Jangan sampai nanti ketika ada menteri baru, produk Kurikulum Merdeka dianggap gagal. Ini pernah terjadi saat penerapan Kurikulum Berbasis Kinerja (KBK) di tahun 2004 yang hilang begitu saja.

3. Kemajuan IT
Kemajuan IT disegala bidang begitu cepat. Termasuk dalam dunia pendidikan. Berbagai flatporm pembelajaran dimunculkan oleh penyedia aplikasi utamanya google. Belum sempat paham yang satu, muncul yang lain.

Demikian juga dalam flatporm Merdeka Belajar yang dibuat oleh kementerian pendidikan. Isinya sangatlah bagus. Tapi apakah bisa diadopsi oleh guru dan siswa di seluruh Indonesia? Jawabnya sudah pasti tidak. Mengapa, tentu banyak faktor penyebab seperti jaringan, listrik dan SDM.

Dari kondisi-kondisi di atas, menutup tulisan ini, guru sebagai garda terdepan dalam implementasi pembelajaran, jangan terjebak atas perubahan yang ada, tetapi jangan resisten, alergi terhadap perubahan.

Kuncinya ada niat untuk berubah mengikuti perkembangan yang ada, tetapi jangan gara-gara itu pembelajaran diabaikan dengan sering memberi tugas karena alasan belajar tentang kurikulum. Teori-teori yang baik, tidak akan ada artinya bila implementasinya buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun