" o, ada. Aku bilang Mas siapa? Kemarin sih Nancy sempat sakit."
"Bilang aku Rino."
"Tunggu sebentar ya."
Rino mengangguk. Dalam hatinya Rino merasal menyesal. Menyesal karena keputusannya yang sesat. Tak lama perempuan itu hadir.
"Mas, Nancy bilang ia tidak bisa diganggu. Ia memang masih lemah. Baru saja aku berikan obat. Kepalanya masih pusing."
"O ya. Kalau begitu aku permisi. Sampaikan salam ku pada Nancy."
Langkah Rino terasa melayang. Arahnya menjadi gelap. Mengapa ini harus terjadi. Semua memang karena emosiku. Rino mengambil motor dan melarikannya cukup kencang. Â Sampai di rumah, Rino merebahkan tubuhnya. Tiba-tiba hp nya berbunyi. Dilihatnya ada pesan whatshaap masuk. Dilihatnya ternyata pesan dari Nancy.
"Mas Rino  maafkan aku tadi tidak bisa menerimamu. Disamping aku benar sakit, tapi aku jauh lebih memendam sakit dalam hati. Begitu mudahnya kau menjatuhkan martabatku dihadapan lelaki lain. Mestinya kau berpikir lebih dewasa, seperti yang ku duga."
"Ternyata kamu tak lebih dari anak kecil bersikap. Sekedar kamu ketahui, lelaki itu adalah pamanku yang mendapat pelatihan di kota ini. Kebetulan dia baru menjabat sebagai manajer diperusahan. Dia sangat menyesali caramu. Sampai-sampai aku dibilang salah menjatuhkan pilihan."
"Tapi aku tetap katakan kamu yang terbaik. Aku tetap mencintaimu. Tapi kali ini, biarkan aku sendiri dulu. Rino belajarlah lebih dewasa. Aku selalu menantimu."
Rino merunduk membaca tulisan Nancy. Dia betul-betul merasa bersalah. Dipeluknya bantal sambil membayangkan Nancy dalam lelap tidurnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H