KAU SALAH MENDUGA
"Beri aku kesempatan bicara. Aku akan sampaikan sejujurnya. Tidak baik kau menuduh, sementara Aku tidak diberikan kesempatan membantah tuduhanmu."
Begitulah Diah meminta kepada pacarnya Rian. Kehadiran Rian kerumah Diah tanpa memberitahu sebelumnya, membuat Rian marah. Siapa yang tidak marah ketika perempuan yang dicintainya sedang bercengkrama mesra di teras rumah dengan lelaki lain.
"Dengan cara apalagi kamu akan membohongiku. Sudah jelas-jelas kau mencintai lelaki lain. Apa itu bukti tidak cukup?"
Rian mendekati Diah. Hampir saja amarahnya berbuntut perlakuan tidak baik kepada Diah. Ingin rasanya Rian menampar pipi Diah. Tapi Rian masih sempat berpikir, apakah ada hal lain yang menyebabkan lelaki itu ada di rumah Dian?
Diah berusaha menahan tangisnya. Dia lebih fokus bagaimana menyelamatkan ibunya. Ibu yang menghidupinya selama ini. Diah sudah lama ditinggal oleh orang tua nys yang laki. Dia hanya hidup bersama ibu dan adik lelakinya yang baru duduk di kelas tiga SMP.
"Silahkan duduk Mas. Aku Eko, sepupu Diah. Aku mempertimbangkan mengajak ibu kerumah sakit. Namun karena memikirkan biaya kami harus berembug dulu."
Saat itulah rasa bersalah Rian membuncah. Dia sedih ketika tahu kejadian sesungguhnya. Air mata Diah pun tumpah. Dia berjalan menuju kamar ibunya. Rumah tua yang sangat sederhana beralaskan semen, terlihat sangat tua. Catnya sudah redup karena tiada biaya untuk merawat.
"Maafkan aku Diah. Aku bersalah karena tadi emosi. Ayo kita ajak ibu kerumah sakit. Aku sedikit ada uang. Semoga bisa mencukupi. Semoga ibu tertolong." Kata Riah sedih.
Mereka semua berkumpul dalam bilik yang sempit. Ibu Diah terlihat lemah. Wajah mereka kelihatan sedih dan cemas. Sementara ibu Diah terus melemah. Tak lama dia menghembuskan nafasnya.
Diah menjerit histeris. Digoyangkannya tubuh ibunya. "Ibuu....ibuu... Jangan tinggalkan Diah. Jangan pergi Bu. Lalu diah telungkup di atas dada ibunya.