Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada yang Ku Tinggal di Bali

27 Juli 2023   11:59 Diperbarui: 27 Juli 2023   12:38 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lampu dalam pesawat tampak terang. Tanda sudah bisa membuka sabuk pengaman. Tiada lagi terlihat di luar kecuali sekumpulan awan. Beberapa penumpang membaca koran. Ada juga yang memasang head set mendengarkan musik. Pramugari tampak membagikan makanan. Cindy membuka tempat makan di depan tempat duduk. Dia tidak hirau dengan hidangan. Ia terasa nyaman dalam diam membisu. Entah apa yang melintas dipikirannya, kemudian dia terlelap tidur dalam kesepian.

Hingga terdengar kru pesawat mengumumkan bahwa pesawat siap-siap mendarat. Penumpang dipersilahkan memakai sabuk pengaman. Terasa pesawat bergetar. Mungkin sedang turun dari ketinggian. Hanya beberapa saat, pesawat mendarat dengan aman. Mobil air port menjemput penumpang keluar dari bandara.
Pak Hendro sopir pribadi mama, sigap menjemput. Kali ini Bu Inem juga ikut. Sambil menyalami mama dan aku, pak Hendro dan bu Inem, bergegas mengangkat barang bawaan dari troly.

"Pak Hendro, Bi Inem, hati-hati ya. Barangnya berat". Mereka mengangguk.

"Mari, ibu yang bawa Den Ayu. Bi Inem mencoba meraih lukisan yang aku pegang".

"Aku aja bi. Tidak berat kok".
Tidak berselang lama, mereka sudah sampai di rumah. Rumah yang luas dengan taman yang tertata rapi.

"Den Ayu, bibi sudah buatkan teh jahe hangat kesukaanmu. Silahkan dinikmati. Bibi sudah taruh di kamar".
Sambil tersenyum dan memegang tangan Bibi Inem, Cindy berkata. "Bi, sini dulu. Ikuti aku ke ruangan. Aku ingin cerita sama bibi".
Bi Inem mengangguk.
Sesampai di kamar, Bi Inem diberikan kejutan berupa hadiah baju yang bercirikan nuansa Bali.

"Bi, ini baju dengan gambar Tanah Lot. Yang satu lagi, yang dres itu oleh-oleh dari pantai Kuta".
Bi Inem tampak sumringah. Senang bukan main dapat oleh-oleh dari Bali. Berkali-kali dia bilang terimakasih.

"Bi, yang terbungkus itu, kita buka bersama yuk. Pasti bibi akan terkejut apa isinya".
Cindy perlahan merobek bungkusan. Bi Inem ikut memegangi. Tampak mulai terlihat urai rambut. Cindy terus merobek bungkusan, hingga.

"Na, lihat kan Bi, lukisannya?"
Bi Inem terheran-heran. Gadis yang dari kecil dia asuh tampak anggun dan cantik di lukisan itu. Persis dengan yang sesungguhnya.
"Duh, Den Ayu, lukisannya bagus. Cantik dan ayu. Memang pas dengan Den Ayu", Bi Inem memuji.

Cindy tersenyum dan menatap Bi Inem.
"Bibi tahu siapa yang melukis?"

"Hendaklah Den Ayu. Menurut Bibi, pasti ganteng orangnya". Baru berkata demikian, Cindy teringat dengan pelukis yang meluluhkan hatinya,  Mas Putu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun