Ini bukanlah upeti
Bukan juga penindasan, apalagi penganiayaan
Namun, ini adalah sumbangsih kami demi membangun negeri
Ini adalah nafas bagi negeri
Penyangga agar Ibu Pertiwi tetap tegak berdiri
Kami terima upah hasil keringat kami dipajaki
Tapi, pesan kami tolong bijak kau para abdi
Kami tahu,
Banyak dari kami berlari menjauh
Tapi banyak juga dari kami tetap memberi
Mulai dari 2%, 5%, 10%, 11%, 15%, 22% sampai ada 35%
Ya, kami ikhlasan itu
Demi pembangunan,
Demi kesehatan,
Demi keamanan,
Demi jalan indah dan nyaman
Demi anak dan cucu kami
Ya kami tahu,
Pajak adalah nafas negeri
Pajak adalah tulang punggung
Pajak adalah jantung
Tapi wahai kau para abdi,
Keikhlasan kami jangan kau nodai
Kini kami melihat pajak Ibu Pertiwi dinodai
Kini nafasnya mulai terengah
Tulang punggungnya mulai patah
Jantungnya berdegub tak beraturan
Darahnya mengalir tanpa arah
Kami melihat ada segelintir nyawa membentuk sejarah suram
Menodai harapan, memporak porandakan cita
Susah payah harapan kami junjung
Tetap saja ada tikus yang menggerogoti
Jangan salahkan kami, kami semakin menjauh
Jangan 2%, 1% persen saja kami enggan
Ikhlas kami mulai tak ada lagi
Kini bayangan kami ini seperti neraka
Penyiksaan, penganiayaan, pemaksaan
Upah hasil keringat kami yang kau pajaki seperti tak bermakna
Ada yang menikmati surga di atas neraka kami
Ini tragedi
Ini tragedi
Ini tragedi
Ada yang pintar mencari surga
Dengan mencari celah kecil
Baik celah tonggak aturan
Atau celah lemahnya iman para abdi
Kini mereka sedang tertawa tawa kawan
Namun, jika kita tengok sisi lain
Ada yang seperti berada di neraka
Ada yang kecil, makin tidak bernafas
Ya, kami tahu
Kami cinta negeri ini
Cinta itu butuh pengorbanan
Sekalipun kami disakiti
Kami harus memaafkan
Percayakan kau para abdi akan benahi
Singkirkan hama, gulma, dan para tikus
Kembalikan nafas negeri
Tegakan kembali tulang punggungnya
Memang cinta itu kadang membuat patah hati
Pajak itu memang seperti beban berat
Bukankah cinta itu murni tanpa syarat?
Jangan nodai lagi cinta kami,
Biarlah kami seperti di neraka,
Tapi jangan lah yang kaya merasa di surga
Bukankah negeri itu harusnya adil
Katanya pajak juga adil?
Jangan hanya tumpuk tonggak aturan tinggi-tinggi
Jikalau hanya si miskin yang kau suruh panjat
Jangan jadikan kami makin pura-pura lupa akan kewajiban kami
Ya kami akan tunaikan pajak kami
Tapi, tunaikan juga harapan kami wahai para abdi
Selama surga hanya bagi si kaya
Dan neraka bagi si miskin
Jangan harap kami riang memberi upeti
Ratakan apa yang kami berikan
Ajak kami merasakan surga
Jangan hanya kau janjikan
Ya kami tahu makna harfiah pajak
Timbal balik tak langsung
Tapi jangan jadikan cinta kami harapan kosong
Kami percaya masih ada niat baik
Baik di mata semua
Kembalikan dan jernihkan sejarah kelam pajak negeri
Jangan buat kami terus mengingat bahwa ini penyiksaan
Jangan hanya si kaya yang dapat melihat surga
Jangan jadikan kami berada di neraka yang abadi
Kami percaya masih ada cahaya
Cahaya yang memberi harapan negeriÂ
Walau cinta ini terlihat terpaksa
Tapi cinta kami tulus kepada negeri
_________________________
Semoga puisi ini dapat mengingatkan semua pihak, pajak adalah bentuk cinta kami pada negeri. Tapi jangan khianati cinta kami, kami akan berusaha membayar pajak sesuai porsinya, namun mohon alokasikan pada tempatnya. Kami percaya pajak membangun negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H