Mohon tunggu...
Devy Mariyatul Ystykomah
Devy Mariyatul Ystykomah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru belajar yang aktif sebagai wakil ketua umum Komunitas Guru Belajar Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kerek Kualitas Dunia Pendidikan Indonesia dengan QRIS Antarnegara

16 Mei 2023   10:05 Diperbarui: 16 Mei 2023   10:37 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan di Indonesia membutuhkan akselerasi. Kuncinya adalah dengan memperbaiki sumber daya yang ada. Dengan kata lain, semua pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan termasuk di dalamnya seluruh elemen sekolah, seperti guru dan murid harus bisa mengerek dirinya ke batas yang paling maksimal.Terlepas dari survei internasional  Programme for International Student Assessment (PISA) hingga The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yang masih menempatkan Indonesia di peringkat bawah dalam dunia pendidikan (di bawah 50 besar), survei dalam negeri pun senada.

Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dalam sejumlah aspek, sektor pendidikan Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Salah satunya terkait dengan angka partisipasi sekolah (APS) pada kelompok usia 16-18 tahun dan 19-23 tahun yang masih kecil (bps.go.id). Tak seperti kelompok usia di bawahnya yang APS-nya sudah menembus 95 persen, di dua kelompok usia ini masing-masing masih berkisar di angka 73,15 persen dan 27,61 persen. 

Secara tidak langsung, kondisi ini dapat diartikan bahwa masih banyak murid yang berhenti sekolah pada usia SMP atau di bawah 16 tahun.

Kenyataan yang bisa dibilang miris. Apalagi ketika melihat perkembangan dunia era Society 5.0 yang banjir teknologi serta inovasi. Perkembangan yang sejatinya bisa dikejar dengan sumber daya manusia (SDM) yang punya mentalitas serta kedisiplinan tingkat tinggi. Juga tabungan ilmu pengetahuan yang luas dan berlimpah.

Dalam konteks ini, guru memegang peranan penting. Guru bisa menjadi konselor sekaligus motivator bagi muridnya untuk bersekolah. Dengan pendidikan yang tinggi peluang mereka berperan untuk perkembangan dunia atau setidaknya memperbaiki kehidupan mereka semakin besar.

Lalu bagaimana jika kualitas gurunya pun masih dipertanyakan?

Isu rendahnya kualitas guru sering menjadi pembahasan di mana-mana. Apalagi, tak cukup dengan pembenahan sistem dan kurikulum pendidikan, perbaikan kualitas guru juga harus dilihat dengan kacamata yang lebih luas. Mulai dari segi budaya dan karakter pendidikan di Indonesia, baik itu di dalam lingkup sekolah maupun luar sekolah. Hingga praktik pengajaran yang seharusnya mendapat porsi lebih dibanding aspek teoritik dan administratif di kampus-kampus. Seperti bagaimana misalnya guru akan menghadapi aneka ragam perilaku murid hingga kreasi pembelajaran di kelas-kelas.

Menilik Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's), kondisi ini mau tidak mau harus dicarikan solusinya, segera. Kemudahan akses, khususnya dalam pembiayaan pendidikan bisa terus diupayakan. Baik dalam lingkup nasional, regional, hingga internasional.

Infrastruktur Ekonomi Digital dengan QRIS Antarnegara

Salah satu peluang peningkatan kualitas pendidikan - khususnya guru - adalah memperluas pengetahuan dengan menimba ilmu di negara lain. Hal ini memang bukan satu-satunya solusi. Namun dalam jangka panjang, ketika semakin banyak warga Indonesia yang bersekolah di luar negeri, apalagi jika mereka adalah guru/tenaga pendidik, wawasan dan pengetahuan mereka tentang pendidikan diharapkan juga semakin luas. 

Masalahnya, mereka yang punya kesempatan ke luar negeri, kerapkali hanya yang berasal dari keluarga menengah ke atas. Sementara pendidikan keguruan,  yang tampaknya kurang difavoritkan oleh mereka, bukan merupakan prioritas utama.

Akses inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah, hulu sampai hilirnya. Seperti soal isu kesejahteraan dan peluang kerja. Serta bagaimana mereka yang memang serius menggeluti profesi guru bisa mendapat kemudahan atau bantuan pembiayaan ketika hendak melanjutkan sekolah ke luar negeri.

Menurut data yang dirilis Detik.com dari survei UNESCO, terdapat lebih dari 53 ribu warga negara Indonesia (WNI) yang bersekolah di luar negeri. Selain Australia yang jadi tujuan teratas (13.880 orang), ada pula Malaysia (8.440) Amerika (7.984), Jepang (4.722) dan Inggris Raya (3.087) yang menempati 5 besar negara jujugan favorit WNI untuk melanjutkan studinya.

Karena itu, rencana Bank Indonesia (BI) bekerja sama dalam hal pembayaran berbasis quick response code (QR) dengan bank-bank sentral di ASEAN maupun negara-negara lain harus mendapat dukungan penuh.

Saat ini seperti dirilis di di laman bi.go.id, BI sudah menjalin kerja sama dengan bank sentral dari empat negara ASEAN. Yakni, Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT).

Di Thailand, QR Indonesian Standard atau yang biasa disebut QRIS bahkan sudah bisa digunakan untuk bertransaksi. Selain keempat negara ASEAN ini, di Jepang, QRIS dan Japan Unified QR code (JPQR) juga akan segera terkoneksi.

Bila saat ini sasaran yang dituju adalah pembayaran yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif untuk menggaet wisatawan, maka pembayaran dalam sektor pendidikan tampaknya tinggal menunggu waktu. Infrastruktur ekonomi digital ini menjadi jalan dalam pembangunan yang berkelanjutan di masa yang akan datang.

Tinggal Scan, Beres!

Seperti proses pembayaran di sejumlah tempat yang mulai familiar saat ini, QR code yang akan terkoneksi antarnegara bisa memudahkan akses pendidikan.

Bayangkan jika ada mahasiswa dari Indonesia yang berkuliah luar negeri, sebut saja namanya Indra. Dia berasal dari keluarga sederhana. Usai lulus SMA, dia mendapat beasiswa ke Singapura. Saat itu, QRIS sudah bisa digunakan di sana dan bisa dipakai membayar uang kuliah. Tak perlu repot-repot, dia cukup scan QR di kampusnya, lalu klik OK dan uang kuliah sudah terbayarkan. Begitu pula ketika membeli berbagai kebutuhan sehari-hari. QRIS yang dia miliki menjadi sangat bermanfaat.

Saat proses pelaporan beasiswa, sistem pembayaran antarnegara ini juga akan sangat memudahkan Indra maupun lembaga yang memberikan beasiswa untuk mengecek penggunaan beasiswa tersebut. 

Usai lulus, Indra yang mengambil jurusan pendidikan lalu mengajar sebagai guru SMP. Dengan standar tinggi dan pengetahuan yang lebih luas, baik teoritik maupun sistem pengajaran, Indra turut meningkatkan kualitas pendidikan, setidaknya di tempat dia mengajar. Bayangkan jika ada 1.000 hingga 1 juta Indra-Indra yang lain? 

Indonesia Maju

Digitalisasi infrastruktur sistem pembiayaan antarnegara seperti ini tampaknya akan memudahkan dalam banyak hal. Apalagi saat sekat-sekat negara kini menjadi sangat cair dan terbuka. Pertukaran informasi dan pengetahuan, khususnya yang berkontribusi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia bisa makin dioptimalkan. Murid, guru, kepala sekolah, pengawas, dosen, kepala dinas, dan semua instrumen pendidikan lainnya bisa merasakan dampak positifnya. Ekosistem pendidikan makin baik dan berkualitas. Sehingga visi Indonesia 2045 pun makin dekat dengan kenyataan.

Sumber: bps.go.id
Sumber: bps.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun